s a t u

233 30 2
                                    

"Ini dia Slytherin favoritku!"

Aku mengernyit tak paham akan kata-kata Pansy, tetapi aku diam saja saat ia menyimpan tongkat sihirnya dan merangkul pundakku dengan akrab. "Ada apa, Pans?"

Aku dan Pansy memang sudah bersahabat sejak tahun pertama kami. Walau aku tahu dia sempat menyukai Draco, Pansy sudah melupakan rasa sukanya itu di tahun kedua kami. Kini kami berada di tahun ke tujuh dengan Draco masih menjadi tunanganku dan Pansy kini tengah menjalin hubungan dengan Blaise Zabini.

Di antara para darah murni pertunangan di usia dini tetaplah bukan hal biasa. Tetapi apa yang terjadi denganku dan Draco berbeda. Keluarga kami berada di tingkat keluarga paling tinggi. Untuk menghindari noda pada garis keturunan, sejak kami lahir kami sudah dipasangkan.

Aku dan Draco tidak masalah dengan itu. Sejak kecil kami sudah sering bertemu, kami juga sangat cocok dalam banyak hal. Bukan hanya perasaanku saja, tetapi nyaris semua orang yang kami temui setuju bahwa kami serasi.

"Tidak ada apa-apa," Pansy menjawab sambil terus bergelantungan di tanganku. Wajahnya tampak sedikit rumit, aku sepertinya dapat melihat sorot khawatir di sana. "Aku hanya merindukan sahabat terbaikku," kata Pansy dengan senyum lebar. "Oh iya, kau mau ke kelas apa sekarang?"

Aku menatapnya aneh untuk sesaat. "Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam," jawabku. "Bukannya kau memiliki kelas yang sama denganku?"

"Ah- eh- iya, kau benar." Pansy tersenyum lebar seolah baru menyadari kebodohannya. "Jika kau tidak mengingatkan, aku akan melewatkannya."

Aku tahu dia bohong, tetapi aku akan menunggu sedikit lebih lama untuk mengetahui apa yang sedang ia sembunyikan. Aku sedikit mempercepat langkahku dan sesuai dugaan Pansy segera mengejarku dengan wajah yang dua kali lebih cepat.

"Hei! Tunggu!" Pansy menahan tangan kananku hingga langkahku berhenti. "Apa kau...."

"Aku?" ulangku saat Pansy tak menyelesaikan kalimatnya.

"Apa kau mau menemaniku mengambil tongkat sihirku?" Pansy menjawab setelah terdiam sejenak. "Aku kehilangan tongkat sihirku lagi, kau tahu? Aku sangat ceroboh."

"Baiklah, ini sudah cukup. Kau jelas-jelas memainkan tongkat sihirmu beberapa saat yang lalu." Aku berbalik, melipat tangan dan memandang dingin pada Pansy yang tampak terkejut. "Apa yang kau sembunyikan, Pans?"

"Aku tidak menyembunyikan apa pun."

"Katakan," pintaku dengan penekanan.

"Tidak ada," Pansy menjawab cepat. Terlalu cepat. "Aku bersumpah."

Aku memandang Pansy lama, jelas tak mempercayainya. "Kau tahu, aku bisa menggunakan legilimency padamu jika aku mau." Aku mengeluarkan tongkat sihirku sendiri tanpa benar-benar mengarahkannya. "Tetapi kau adalah sahabatku, jadi jangan buat aku merubah pikiranku itu," kataku setengah mengancam.

"Kau-," Pansy memotong kalimat yang akan dikatakannya sendiri. "Kau belum menguasai legilimency dan aku juga bisa occlumency," jawabnya yang aku tahu adalah kebohongan.

"Kau tidak bisa," aku menjawab dengan kesal. "Well, aku memang belum benar-benar menguasai legilimence, tetapi aku tetap bisa mengutukmu hingga kau buka suara." Aku memeinkan tongkat di tanganku, mengayun-ayunkan tongkat sepanjang empat belas senti itu di depan wajah takut Pansy. "Jadi, katakan."

Pansy menelan salivanya dengan gugup, mata gadis itu tidak lepas dari ujung tongkat sihirku. "Aku tidak bisa, Bel," cicit Pansy.

Aku menghela napas, melihat Pansy yang sangat ketakutan aku jadi merasa bersalah. Ingatan bagaimana di tahun ke tiga kami sihirku pernah salah sasaran dan justru mengenainya terus menggangguku.

"Baiklah," kataku lalu menurunkan tongkat sihir. "Kau tidak perlu mengatakan apa pun, aku akan mencaritahu sendiri."

Lalu aku segera melangkah. Pergi meninggalkan Pansy, lurus menuju kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Aku yakin rahasia yang sedang dijaga Pansy berada di sekitar sini. Dia tidak pernah pintar menyembunyikan rahasia, dan jelas-jelas ia sangat tidak setuju aku menuju arah sini.

Walau aku terus meyakinkan diriku bahwa aku ingin tahu rahasia yang tengah Pansy sembunyikan, setengah dari diriku takut menghadapinya. Pansy dan aku adalah sahabat baik dalam artian yang luar biasa. Dia bahkan harus diusir dari Hospital Wings saat aku terjatuh dari ketinggian seratus delapan puluh kaki saat uji coba masuk tim quidditch Slytherin. Setelahnya dia bahkan mogok makan untuk membujukku agar aku batal masuk tim quidditch hanya karena ia takut terjadi sesuatu padaku.

Apa yang kumaksud adalah jika Pansy menyembunyikan sesuatu dariku maka itu artinya tidak seharusnya aku mengetahui hal itu. Atau aku tidak akan mau tahu akan hal itu. Pemikiran ini menghentikan langkahku. Jika Pansy menahanku sampai seperti itu, maka ini adalah hal yang besar. Sejujurnya aku... tidak siap untuk menghadapi apa yang disembunyikan Pansy.

Maka dari itu, aku berbalik.

Tetapi telingaku lebih dulu menangkap sesuatu yang tidak seharusnya aku dengar. Tidak, aku seharusnya mendengar ini dan membuka mata. Tetapi aku selalu menepisnya karena tak pernah sekali pun aku disuguhi bukti nyata.

Yah, sampai hari ini.

ᴅʀᴀᴄᴏ, ɪ ʟᴏᴠᴇ ʏᴏᴜ  ||  ᴅʀᴀᴄᴏ ᴍᴀʟꜰᴏʏTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon