Chapter 13

35 6 0
                                    

Tak disangka kami menghabiskan banyak waktu di pantai. Tidak sepenuhnya shooting karena kebanyakan dihabiskan dengan aku dan Harry yang bermain-main. Syd dan Cavell sudah berpamitan beberapa menit yang lalu karena hari sudah malam dan itu jelas sudah melebihi jadwal pulang mereka.

"Aku harus mandi," kata Harry sambil menatap pasir-pasir di bajunya.

Aku mengangguk dan terkikik geli mengingat itu adalah ulahku karena mengubur tubuh Harry dengan pasir.

"Kau jelas senang." Dia berkomentar dan memutar bola matanya, tapi aku sempat melihat senyuman geli bermain di bibirnya.

Aku memutuskan untuk mandi juga meskipun aku tidak terkena pasir, tetapi aku berkeringat karena permainan voli tadi. Aku dinyatakan kalah telak karena tidak pernah memainkan permainan itu sama sekali. Kuno, aku tahu, tapi aku memang sering melewatkan kelas olahragaku.

Setelah mandi dan berganti menjadi piyama, aku duduk di ruang tengah sambil menonton TV sebelum merasakan kehadiran Harry di belakangku. Dia melompat dari belakang sofa dan duduk di sampingku dengan cepat.

Aku menyipitkan mata ke arahnya seakan bertanya 'kenapa harus melompat?' sementara dia bersikap tidak peka dan terus mengganti siaran televisi.

"Yang ini!" Aku berujar dengan semangat saat layar televisi menampilkan wajah Kris Jenner dan Kylie yang sedang berdebat.

"Serius? Kau menonton The kardashian?" Nada cemooh terdengar dari suaranya, tapi aku mengabaikannya dan fokus pada Kylie yang marah hanya karena Kris membereskan kamarnya.

"Aku harusnya tahu bahwa inilah seleramu." Harry tertawa disampingku dan aku memutar kedua bola mataku.

"Shhh." Aku membungkamnya setelah dia mengejekku lebih dari lima kali per menit. "Diam dan perhatikan permasalahannya. Kau akan suka drama semacam ini."

"Tidak, aku saja gerah melihatnya."

"Baiklah, terserah." Kali ini aku benar-benar berniat mengabaikan komentarnya tentang drama ini. Dia menyebut acara ini telah di script dan aku berulang kali meyakinkannya bahwa ini nyata. Namun, dia hanya mentertawakan argumenku.

"Harry, diam," tegurku saat dia terus mengoceh tak karuan.

Aku hendak mengambil remote di sebelahnya hanya untuk membesarkan suara televisi agar tidak kalah dengan suara Harry, tapi dia lebih cepat dariku dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Harry..." Aku merengek hanya untuk The Kardashian. Kalian bisa melihat seberapa besar dedikasiku untuk acara itu.

Aku berusaha meraih remote dari tangannya. Namun, dia bersikap sangat menyebalkan dengan menggerakannya ke kanan dan ke kiri sehingga aku menyerah dan kembali fokus pada layar yang sudah diubah menjadi acara memasak.

Aku berdecak dan menatap Harry yang cekikikan setelah mengganti salurannya tanpa sepengetahuanku. Harry mengejekku dengan menggerakan remotenya ke depan wajahku dan aku berusaha mati-matian untuk tidak tertawa demi mempertahankan raut wajahku yang tampak kesal.

"Terserah." Aku berkata dan menyilangkan tanganku depan dada sementara dia masih saja menggodaku dengan remote sialan itu.

"Oke, jadi tidak mau?" Dia tersenyum. Senyum paling menyebalkan yang pernah ada di wajahnya yang tampan. "Ya sudah," lanjutnya dan duduk di tempat semula sambil memainkan ponsel miliknya dengan sebelah tangan.

Hening beberapa saat, hanya ada suara seorang chef yang menyebutkan bahan-bahan masakan berulang kali hingga aku kesal mendengarnya.

"Kau bahkan tidak menontonnya." Aku menunjukkan. Dia mengabaikan acara memasak yang dia akui sebagai acara kesukaannya. Aku yakin dia tidak suka acara ini, dia hanya tidak mau menonton acara yang aku inginkan.

"Aku menontonnya," jawabnya sambil menatap layar televisi selama beberapa detik dan kembali pada ponselnya.

Aku menghela napasku dan merelakkan acara The Kardashian untuk hari ini. Lagipula aku bisa menonton tayangan ulangnya besok di YouTube.

Harry menatapku dengan geli sementara aku tidak menatapnya sama sekali dan berusaha terlihat kesal dengan cemberut dan melipat tanganku depan dada.

"Ally," panggilnya.

"Hm?"

"Ada yang lebih seru dari menonton acara itu. Kau tahu apa?" Dia bertanya dan aku menggelengkan kepalaku.

"Apa?"

"Ikut denganku. Ayo." Dia bangkit berdiri dan melempar remote ke sofa tepat di sebelahku.

Aku mendongkak menatapnya. "Kemana?"

"Kau akan lihat nanti. Ayo cepat." Harry berujar dengan terburu-buru membuatku hanya bisa menyetujuinya.

"Baik, aku ganti baju sebentar."

"Tidak perlu. Pakai itu saja. Ini hanya sebentar." Aku masih menggunakan piyama sementara dia sudah cukup keren hanya menggunakan kaus hitam dan celana pendeknya. Aku tidak bisa keluar seperti ini dan bersanding di sebelahnya.

"Tapi-"

"Hanya sebentar. Ayo!"

Aku menghela napasku dan mengikuti langkah kaki Harry di depanku. Dia berjalan dengan tergesa-gesa ke mobilnya dan aku mengikutinya di bangku penumpang.

Harry mulai melajukkan mobilnya keluar dari mansion sementara aku fokus pada jalanan yang kami lewati.

"Sebenarnya kita ini mau kemana?" tanyaku. Aku harap dia tidak menyuruhku keluar mobil dengan piyama ini.

"Bertemu dengan temanku," jawabnya setelah diam beberapa saat.

"Lalu kenapa aku ikut?"

"Karena Ally, aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sana. Di malam hari. Tanpa Syd ataupun Cavell yang menemanimu," jelasnya dan mau tak mau aku tersenyum.

Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja sendirian di mansion karena dia sudah pernah meninggalkanku kemarin, tetapi pada saat itu, yang dia tahu Syd dan Cavell menemaniku hingga dia pulang keesokan harinya karena dia menitipkanku pada Syd.

Aku benci kata menitipkan, tapi itulah dia katakan.

"Aku harus pergi. Aku titip Ally." Aku mendengarnya mengatakan itu pada Syd sebelum ia pergi.

Kami sampai di sebuah kafe yang tidak terlalu besar dan sepi pengunjung. Harry melirik sekitar sebelum berujar padaku, "Kau tunggu di sini sebentar, oke? Aku tidak akan lama."

Aku mengangguk mengiyakan. Lagipula aku tidak tahu siapa teman Harry dan aku sedang tidak ingin menemui siapapun.

Harry tersenyum dan keluar dari mobil. Aku memperhatikannya masuk ke dalam kafe tersebut dan duduk di bangku paling dekat dengan jendela sehingga aku masih dapat menangkapnya.

Tak berselang lama, seorang perempuan yang tampak lebih tua daripada Harry datang menghampiri mejanya dan duduk tepat di depannya. Dia memakai baju super kecil untuk ukuran tubuhnya, tapi aku harus mengakui bahwa dia tampak cantik dengan dress hitam stripless itu. Segera aku melihat ke arah piyamaku dan menyesal tidak menganti pakaianku terlebih dahulu. Aku tahu wanita itu bahkan tidak melihatku, tapi aku tetap tidak suka berpenampilan seperti ini disaat dia tampak nyaris sempurna.

Dia menyuguhkan senyumnya kemudian mengobrol dengan Harry. Aku mengernyit saat tangannya yang lentik tidak bisa diam dan malah menggengam tangan Harry yang tergeletak diatas meja. Teman yang menyebalkan.

Aku menunggu Harry merespon atau lebih baik menepisnya, tapi dia tidak, dia membiarkan wanita itu meskipun dia terlihat nyaris tidak tertarik dengan perkataan lawan bicaranya karena sedari tadi wajahnya datar dan aku hanya melihat Harry membuka mulutnya sesekali selama mulut wanita itu sudah berbusa.

Aku mengendus saat melihat wanita itu menyibakan rambut ungunya dan memeluk Harry yang sudah berdiri dari mejanya. Jika tidak salah aku melihat wanita dengan pakaian serba tipis itu mencium pipi Harry sekilas. Teman macam apa?

Akhirnya setelah serasa seperti seabad lamanya, pria berambut ikal itu keluar dari kafe dan aku pura-pura tidak memperhatikan dengan melihat ke arah yang berlawanan.

"Maaf lama." Itu kata pertama yang Harry ucapkan saat ia membuka pintu mobil dan duduk. Aku beralih menatapnya dan tersenyum mengerti.

Truly Madly DeeplyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt