➤ ; 04 ‧ Lullaby ‧ 🍀 -

1.8K 282 143
                                    

- Author's POV -

Jarum jam yang menunjukkan kira-kira pukul 8:35 berdetik teratur. Kini, [Name] sedang berdiri didepan pintu kamar Isabella. Dia ingin meminta pisau pembuka surat.

Tok, tok, tok, cklek!

"[Name]? Mau ambil letter opener? Ini. Hati-hati menggunakannya, jangan sampai melukai tanganmu sendiri." kata Isabella menyodorkan kotak persegi panjang kecil. [Name] jarang, malahan tidak pernah melihat letter opener yang masih dikotak seperti ini.

"Terimakasih, Mama."

[Name] berjalan sambil bersenandung pelan. Dia berjalan santai kekamar dengan langkah ringan, tanpa tau apa cobaan yang akan dihadapi. Kaki [Name] melewati ambang pintu dan pemandangan yang dilihatnya adalah dimana semua anak tertidur, kecuali saudara jauh Kuroo Tetsurou yang lagi baringan menatap langit-langit kamar dengan estetik. Siapa lagi kalau bukan Ray, putra satu-satunya Mama Isabella?

'Huuft. Ayo, [Name] pasti bisa ngelewatin cobaan satu ini.'

"[Name]."

"Anak ngen- kenapa?"

"Kau habis dari mana?"

"Bukan urusan lo anak haram." gerutu [Name] pelan.

"Apa?"

"Dari kamar Mama."

"Kenapa kesana?"

"Kenapa nanyain? Aku mau pinjam pisau." kalau sudah begini sekalian saja maki Ray dalam bahasa Indonesia, bisa juga.

"Untuk apa?" tanya si jamet lagi.

"Buat nusuk lo. Aku dapat surat! Dan sekarang aku mau baca suratnya cepat-cepat. Tidur nyenyak, Ray!" ujar [Name] cepat-cepat seraya berjalan kekasurnya.

[Name] mengambil kotak dari bawah kasur dan membukanya, lalu mengambil amplop surat yang disegel lilin bercap unik itu. Diambilnya letter opener dan melepas segel lilin dengan pisau itu. Saat dibuka, ia menyadari bahwa surat itu tertulis dalam bahasa Indonesia.

"Baguslah, kalo si jamet ngintip palingan juga dia-"

Gumaman [Name] terhenti ketika Ray kini sudah berdiri disamping kasurnya, melihat kearah surat itu.

"Surat apa itu?" tanya Ray.

"Ini surat untukku, kau tidak boleh baca. Jadi, hush! Tolonglah, biarkan aku membaca surat ini dengan tenang." ujar [Name] seraya mengibaskan tangannya, mengusir Ray.

"Abaikan saja aku." tukas Ray.

'Bener juga ni jamet satu, dia juga ga ngerti 'kan?' batin [Name]. Lalu matanya menatap surat itu.

Hai [Name]~!

Kamu tau ini siapa? Vidia! Jangan sobek suratnya ya, abis baca namaku. Hehe
Aku membawakanmu manisan yang kupikir kamu sukai, dimakan ya! Ah, soal gelang itu, berikan kepada Ray, Emma, Norman, Don, dan Gilda. Satunya kamu pakai. Terserah mau diberikan kapan, tapi usahakan sebelum Norman ke Lambda, oke? Aku mengandalkanmu. Kalau bertanya apa itu, akan kujelaskan nanti, pas kita ketemu di House. Oh ya, aku bakal ke House!

Fokus si gadis pecah. Dia bisa mendengar suara napas Ray disebelahnya.

"Kamu tidak tidur?" tanyanya sedikit berbisik.

"Kamu juga tidak tidur?" balas Ray.

[Name] mengalihkan pandangannya kesurat ditangan.

'Nggak, gak ada salting! Jangan biarin ini bocah sebelas tahun bikin lo salting!' bentak [Name] pada dirinya sendiri.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Where stories live. Discover now