➤ ; 18 ‧ Red Velvet ‧ 🍀 -

1.2K 209 35
                                    

Note. Kalimat berbahasa Indonesia mengambil banyak tempat, kalimat berbahasa Indonesia disini tidak diberi Italic.

🔮🔮🔮

- [Name]'s POV -

Kami berjalan kedalam hutan. Merasa canggung, aku mencoba buka mulut. "Anda siapa?"

"Oh, menarik."

"Maaf?"

Pria itu menggeleng. "Tidak. Perkenalkan, Alvaellus Lucifer Daemon. Kakak Vidia. Tolong panggil Alva."

"Kakak?" Aku mengangkat alis.

"Ah, kalian terlihat dekat. [Firstname] Bleu Roschafell? Dikenal juga sebagai [Fullname]. Anak yang pindah dimensi itu, 'kan?"

Aku mengangguk sedikit bingung dengan nama pertama yang disebut Alva. Mungkin itu nama lengkapku sebelumnya. Dia menyebut "Roschafell" sebagai marga.

"Vidia tidak menceritakan tentangku kepadamu? Aku ini kakak yang baik."

'Tunggu, apa dia akan menceritakan tentang dirinya?' Untung saja tidak. Dia diam sampai kita tiba di sebuah tempat yang cukup lengang dan kosong.

"Kita istirahat disini."

Alva mengeluarkan 3 sleeping bag yang datang entah dari mana. Lalu membaringkan Vidia di salah satu sleeping bag.

"Lukanya.."

Alva menoleh.

"Lukanya bisa kubantu sembuhkan."

Alva mengangguk paham, bergeser kepinggir. Aku duduk bertumpu pada lutut, mengumpulkan manaku di telapak tangan.

Skill activated : Salutaris Flo

Beberapa bekas tembakan peluru di dada dan bahu Vidia menutup. "Aku heran kenapa kau nggak terkejut lihat Vidia di tembak tadi. Ternyata Peace."

"Kau nggak sebal melihatku? Kudengar kebajikan dan dosa sedang nggak akur."

Alva diam sebentar. "Untuk beberapa alasan, aku nggak bakal memusnahkanmu."

'Beberapa alasan?'

"Aku akan tidur."

🔮🔮🔮

Aku bangun saat matahari baru terbit. Vidia sedang bicara dengan wanita berambut putih. Yang pasti rambut putih itu bukan uban, wanita itu terlihat cukup muda.

"Makasih, ya Del. Jangan numpuk duit lagi."

"Iri bilang Kak."

"Hush! Gue cincang nih, uang lo."

"Vidia?"

Mereka berdua menoleh padaku. Perempuan bersurai putih menyeringai. "Dek, mau permen? Kakak punya banyak lho~"

"Adele astaga!"

Vidia menaruh tangannya dipundakku defensif. "Jangan mau, nanti kamu di jual ke pasar gelap."

"Yah, Kakak. Gue 'kan, cuma bercanda!"

"Lo mah, kalo bercanda serius! Kalo dia ikut lo, pasti bakal lo jadiin barang obral!"

"Dulu lo bilang, 'gue bakal jual mata lo kak! Haha, bercanda'. Tapi besok paginya mata kiri gue ilang anjir!"

"Buset."

"Maap-maap, cerita lama gak usahlah, di ungkit-ungkit."

Vidia menatap perempuan yang di panggil 'Adele' itu skeptikal. Lalu perempuan itu menatapku.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Where stories live. Discover now