Chapter 12

194 237 34
                                    

Di lain tempat, terdapat seorang gadis dengan seragam Sekolah Menegah miliknya.

Gadis yang tengah berjalan itu, memiliki rambut hitam panjang yang bersinar seperti cahaya dari sinar matahari. Sedangkan, rambut panjang-nya terlihat seperti arus air dengan helai rambut-nya yang mencuat tanpa di ikat. 

Dengan bentuk serta ukuran wajah-nya yang bulat kecil, kulit pucat, pipi tirus yang menandakan makanan bukanlah kesukaanya, pupil mata yang besar bewarna coklat tua dan bibir kecil tipis yang penuh semangat dan ceria.

Gadis itu berjalan pulang ke rumahnya dengan baju seragam yang dia kenakan. Sebuah tas ransel yang berada di pundaknya.

"Aku pulang." Teriak seorang gadis dengan mengenakan seragam sekolah, ketika ia memasuki sebuah rumah yang memiliki tembok yang di warnai dengan warna hijau tosca.

Gadis itu, ia melepaskan sepatu yang ia kenakan dan menaruh-nya tepat di dalam rak lemari yang berada tepat di depan pintu rumahnya.

Karena tak ada satupun orang menjawab sapaan gadis itu. Ia pun langsung bergegas masuk ke kamarnya, yang berada di lantai dua.

Tepat di dalam kamarnya, gadis itu langsung menaruh tas ransel miliknya di lantai, ia juga tidak lupa untuk meletakan ponselnya tepat di samping tempat tidurnya yang hanya menggunakan sebuah kasur lipat.

Gadis itu menguncir rambutnya, kemudian membuka satu per-satu setiap kancing bajunya yang dilapisi oleh  baju kaos tambahan selain baju seragamnya, ia langsung menggati pakaian-nya layaknya seperti murid-murid lain pada umumnya.

Di dalam ruangan kamar yang kecil dan hening itu, tedengar suara yang membuat gadis bersurai hitam itu menatap ponselnya yang berbunyi.

Ia lalu mendekatinya, melihat sebuah pesan yang masuk. Dia bergedik heran, sepertinya orang-orang mulai melacak keberadaannya.

Sebagai tambahan, kehidupan gadis itu tidaklah setenang apa yang baru saja ia alami. Gadis dengan wajah pendiam yang cantik itu hanya bisa menelan ludah karena takut.

Seseorang sering meneror dirinya, entah darimana orang-orang itu mendapatkan nomornya.

\\

Kembali ke pada Tami yang sedang berada di dalam kamarnya, suara  hening yang sunyi, hanya terdapat suara jangkrik yang berasal dari kebun sebelah rumahnya.

Sorot secercah lampu kecil yang terlihat melalui kaca jendela rumah Tami, dia hanya menggunakan lampu belajarnya.

Keringat anak itu yang keluar dari pori-porinya, suasana panas yang menghiasi kamarnya, dan sebuah tatapan dinginnya yang tenang.

Dengan wajah yang sangat serius, ia mengerahkan seluruh kemampuan dan isi kepalanya, hanya untuk menulis setiap kata-per-kata yang akan menjadi tulisan di dalam novel buatan Tony.

Tami mengerakan pensilnya dengan seksama. Sebuah partikel timah lancip yang sedang ia genggam melekat pada secarik kertas. Lama-lama sebuah kata-kata mulai memenuhi setiap baris kertas yang sebelumn-nya bewarnah putih polos dengan garis-garis panjang pada setiap sisi-nya. Tetapi tetap saja, tami tidak bisa menuangkan setiap kata-kata yang ada di dalam isi kepala-nya dengan seratus persen di sebuah secarik kertas.

Pukul 03:30, Tami masih terjaga dan tetap berada di meja belajarnya, dengan wajah yang mengantuk dan lesu. Meskipun seperti itu ia masih punyak semangat yang kuat akan menulis.

Hingga pagi hari tiba, ia sudah terlelap dengan posisi tubuh yang membungkuk tepat di atas meja belajar-nya dengan sebuah pensil yang masih ia gengam dengan kokoh.

Ia tetidur dengan sebuah harapan, jika kerja keras-nya selama ini dapat terbayarkan suatu saat nanti.

~

TO BE CONTINUED

NB: TAK ADA PLAGIAT, TAK ADA MENCURI KARYA, JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT, LATAR. ITU HANYA KEBETULAN.

BEFORE HE GO.Where stories live. Discover now