Bagian 5

717 104 9
                                    

Malam minggu adalah hari yang spesial menurut mereka yang punya pasangan. Sekedar jalan memutari jalan raya atau sesederhana duduk bersebelahan di dalam ruang bioskop menjadi agenda umum yang biasanya sepasang muda mudi lakukan. Dan terjebak sendirian di depan TV, adalah hal yang sebenarnya sungguh sangat ingin dihindari jika masih ada alternatif pilihan.

"Yah...." Dila berujar pelan sembari menekuk wajahnya.

Rayhan yang ada di seberang kembali melontarkan permintaan maafnya. "Maaf ya, Yang, ini bener-bener mendadak soalnya." Jelasnya memberitahu bahwa urusannya memang mendadak dan tidak bisa ditinggalkan. Alhasil agenda kencan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari harus benar-benar gagal karena Rayhan yang tiba-tiba mendapatkan tugas dari kantornya.

Dila masih terdiam. Sebenarnya masih cukup kecewa, namun sebagai perempuan dewasa juga harus memahami keadaan Rayhan yang memang seorang pekerja yang terikat dengan perusahaan. "Iya Mas, gapapa." Jawabnya dengan setengah hati.

"Maafin aku ya?" maafnya sekali lagi.

Jika sudah seperti ini Dila juga tidak bisa berkutik. Mau tidak mau dia harus mengerti Rayhan jika tidak ingin membuatnya merasa bersalah seperti sekarang.

Dalam setiap hubungan, selain komunikasi dan rasa percaya satu sama lain, saling mengerti dan memahami adalah hal yang juga tak kalah penting. Ketika dua orang yang menjalin hubungan tidak memiliki perasaan saling mengerti, hubungan yang dijalankan hanya akan dipenuhi dengan pertengkaran karena kesibukan dari masing-masing orang itu berbeda.

"Gimana kalo diganti besok?" Rayhan mencoba menawarkan alternatif dari rencana malam minggu mereka yang gagal.

Dila yang sedang duduk di depan televisi itu tersenyum samar. "Beneran?" tanyanya memastikan.

"Iya sayang...." Dan jawaban dari Rayhan barusan membuat senyumnya kian melebar dari sebelumnya.


***


"Mbak, nggak malam mingguan?" Gavin berujar sembari duduk disamping kakaknya yang sedang asyik makan keripik pedas di dalam toples di pangkuannya.

Tidak biasa-biasanya dia melihat kakaknya ada di rumah di malam minggu seperti ini. Setahunya Dila memang akan pergi ke luar entah itu berkencan bersama Rayhan ataupun sekedar nongkrong bersama teman-temannya.

Dila hanya menggeleng dengan jari tangan kirinya yang masih sibuk menggonta-ganti menekan tombol remot untuk menemukan saluran yang disukai. Menurutnya tayangan televisi yang ada di depannya tidak ada yang menarik sehingga perbuatannya dari tadi hanya mengganti saluran dari satu ke satu yang lainnya.

"Tumben, Mbak. Mas Rayhan kemana emang?" sembari mengambil toples di pangkuan sang kakak, Gavin duduk bersandar di punggung sofa di sebelahnya.

Dila melotot kepada adik bungsunya itu. Meskipun demikian, tetap membiarkan Gavin memonopoli makanan kesukaannya. "Mas Rayhan mendadak ada kerjaan dari kantornya." Jawabnya cukup lesu.

"Weekend kaya gini?" tanyanya tidak percaya. Dia bahkan sampai menggeleng-gelengkan kepala saking tidak percayanya.

Dila di sampingnya hanya mengedikkan bahu. Pasalnya dia juga tidak terlalu tahu, karena Rayhan tidak begitu menjelaskan detailnya di panggilan tadi. "Nggak tau!"

Gavin di sebelahnya hanya mengangguk-angguk. Dia sendiri juga sebenarnya tidak terlalu penasaran, dan hanya bertanya agar mereka berdua terlibat pembicaraan. "Ooo..."

"Mau ikut gue nggak, Mbak?" lanjutnya masih dengan asyik mengunyah makanan ringan rasa balado itu.

Dila mengalihkan pandangan ke arah Gavin. Meninggalkan keseruan cerita Andin dan Aldebaran yang baru saja ditontonnya itu untuk mendengar kelanjutan dari informasi segar yang barusan keluar dari mulut seorang Gavino Adhyaksa. "Kemana?"

"Malam mingguan ala anak muda."


***


"Lo beneran ngajakin gue malam mingguan ke sini?" Dila memegang lengan atas kanan Gavin untuk memastikan. Alih-alih mengajaknya pergi jalan-jalan ke mall atau setidaknya ke alun-alun kota, Gavin justru mengajaknya ke lapangan futsal yang penuh dengan anak-anak SMA. What the hell?

"Ya ini malam mingguan anak muda kaya gini, Mbak!" Jawabnya sembari menoleh ke arah Dila dan tersenyum manis.

"Nggak salah kan gue?" lanjutnya sembari menaik turunkan alis.

Dila hanya mendengkus. Memang bukan salah Gavin karena dia yang tidak juga bertanya perihal kemana biasanya anak SMA seperti adiknya ini menghabiskan malam minggunya.

"Udah ya. Mbak tinggal duduk di sebelah sana terus liatin dedek-dedek gemes yang lagi main." Gavin melepaskan tangan Dila dari lengannya, lalu menunjuk ke arah bangku di samping lapangan yang berisi beberapa gadis seusianya yang mungkin juga sedang menemani pacarnya bermain.

"Jun!" Belum juga Dila menanggapi, tiba-tiba Gavin di sebelahnya sudah berteriak memanggil Juna.

"Oy!" Juna terlihat berjalan dari arah lapangan mendekat ke arah mereka.

Lalu saat matanya bertabrakan dengan Dila, bibirnya langsung tertarik ke samping dan tersenyum lebar. "Ya ampun ada calon pacar mau nungguin gue main futsal!" Ucapnya membuat Dila melotot tidak percaya.

Bukan apa-apa, hanya saja jarak Juna yang masih lumayan jauh membuat kalimat yang keluar dari mulutnya barusan juga tidak terdengar lirih. Alhasil tidak sedikit orang yang akhirnya menoleh ke arahnya.

"Jangan gila lo ya!" Respon Dila dengan sangat pelan, tetapi dengan penekanan agar Juna dapat melihat gerak bibirnya. Dia bahkan sudah mengangkat tinjunya tinggi-tinggi untuk menandakan bahwa Juna harus hati-hati dalam mengatakan apapun.

Lagi-lagi Juna hanya tertawa. Tanpa mengindahkan permintaan Dila dia tetap saja berjalan dengan gaya kerennya.

"Anjir! Damage-nya gila." Tidak sadar Dila menggumam saat Juna yang tidak jauh darinya menyugar rambutnya yang basah ke belakang.

"Lo ngomong apa Mbak barusan?" Gavin menoleh ke arah Dila karena tidak terlalu mendengar.

Dila yang ditanya tiba-tiba tergagap. Lalu menggeleng dan mengatakan, "Bukan apa-apa kok."

My Sweet BerondongWhere stories live. Discover now