Sagara-8

940 149 9
                                    

◇◇◇

Pemandangan dari atas sana selalu menjadi favorit Saga sejak dulu. Tak banyak yang mau mengunjungi rooftop paling ujung itu, karena konon katanya dulu sempat ada yang meninggal di sana. Entahlah, apa itu hanya rumor atau memang benar adanya, Saga benar-benar tidak peduli. Pastinya Saga butuh tempat untuk menenangkan diri dari segala penat yang melandanya.

Duduk bersila di atas lantai sambil memakan masakan sang ibu dengan hanya ditemani alunan musik melalui ponsel dengan santainya.

Ia tidak tahu saja bahwa Dewa sudah lebih dulu ada di sana hanya untuk menghabiskan tiga batang rokok tanpa ketahuan siapa pun. Ia tahu perihal kedatangan Saga. Samar-samar, ia juga mendengar ucapan syukur lelaki itu karena masakan ibunya sangat enak. Dewa hanya tersenyum getir, tentu saja karena ia iri. Saga sepertinya lahir dari keluarga harmonis. Dewa tidak sadar bahwa arah angin kini membawa asap rokok miliknya menuju lelaki yang sedari tadi ia perhatikan.

Seketika ketenangan Saga terpecahkan oleh asap rokok yang mengganggu rongga pernapasannya hingga membuatnya sedikit sesak kemudian terbatuk. Saga menyimpan kotak makannya lalu meminum air dan mengatur napasnya.

"Woy! Siapa yang ngerokok di sini? Keluar!" titahnya tanpa beranjak.

Tak lama Dewa pun menampakkan diri. Ia terkekeh kecil, kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana setelah ia membuang puntung rokok lalu menginjaknya. Kini tatapan Dewa sepenuhnya melihat ke arah Saga dengan tajam.

"Kalo gue yang ngerokok, lo mau apa?" tanyanya dengan sombong.

"Ck, lo lagi lo lagi. Bosen gue lihatnya."

"Gue juga bosen lihat lo." Dewa tak mau kalah.

"Dew, lo nggak sayang sama badan lo? Rokok tuh enggak baik. Sebelum lo nyesel, mending lo berhenti deh," ucap Saga dengan nada suara yang terdengar lebih ramah dari sebelumnya. Tatapannya terlihat teduh, seolah ia sedang membujuk seseorang yang sangat ia jaga.

"Apa peduli lo? Lo nggak tahu aja kalo ngerokok tuh bisa bikin kita tenang." Dewa bersandar pada dinding sambil melipat tangan di dada. Baginya, rokok adalah satu ketenangan yang tak ada duanya.

Dulu pernah sekali ia mencoba minuman keras hingga obat-obatan, tetapi hal itu justru membuatnya sakit karena tubuhnya menolak asupan benda-benda tersebut. Karenanya, kini ia hanya memilih rokok sebagai pelampiasannya.

"Tenang apanya? Itu cuma peralihan. Buktinya setelah rokoknya habis, ketenangan lo ikut habis, 'kan?" Saga masih berusaha berucap tenang, mencoba memberi pengertian agar Dewa mau meninggalkan kebiasaan buruk tersebut.

"Cih, ngapain sih lo ngatur? Jangan mentang-mentang lo anggota OSIS, lo bisa seenaknya ngatur gue!" Nada bicaran Dewa menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Sepertinya emosinya mulai naik, terlihat dari sorot matanya yang semakin tajam, jelas berbanding terbalik dengan tatapan teduh milik Saga.

"Lo emang susah diatur, ya? Kasihan orang tua lo," ucap Saga. Ia hendak memasukkan kembali memakannya ke dalam mulut. Namun tanpa diduga, Dewa justru menghempaskan makanan Saga hingga jatuh berserakan.

Lantas si pemiliknya kini tengah dicengkram erat kerah seragamnya oleh Dewa. Tatapannya amat tajam, kendati tersirat luka di dalamnya. Saga yang hanya diam pun menghela napas berat.

"Udah gue bilang, lo enggak usah cari masalah sama gue! Anak kayak lo enggak akan ngerti apa yang gue alamin. Berhenti sok tahu dan sok ngatur, sebelum gue patahin tulang kering lo!"

Dewa menghempaskan cengkraman tersebut, membuat Saga sedikit terhuyung ke belakang, bagusnya ia tidak sampai jatuh tersungkur. Karena akan sangat memalukan jikalau itu sampai terjadi.

Sagara [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang