Sagara-21

1K 157 120
                                    

◇◇◇

Masih malam itu. Selepas dirinya tumbang di hadapan sang ibu dan juga Dewa, Saga tak berani menatap Dewa. Ia terlalu malu, apalagi ia tahu kalau Dewa lah yang menolongnya saat itu. Membopong Saga ke kamar dengan bantuan Ardian tanpa ragu, hingga Ardian memutuskan untuk membawa Saga ke rumah sakit sebab asmanya yang tak kunjung membaik. Bahkan setelah diberi uap sekalipun, Saga tak kunjung sadar dengan napas yang terdengar payah. Semua Saga dengar dari cerita sang ibu beberapa saat yang lalu.

"Lo mau sampe kapan diemin gue sama Nadine?" Suara Dewa akhirnya memecah keheningan yang sejak bebarapa menit yang lalu membelenggu keduanya.

"Gue enggak salah dengar? Perasaan yang ngediemin tuh, lo sama Nadine 'kan?"

Mendengar jawaban Saga, Dewa jadi kikuk. Karena setelah diingat kembali, Saga benar, bahwa dia dan Nadine lah yang mendiamkan Saga beberapa hari ini. Sejenak, Dewa merutuki dirinya yang kelewat bodoh akibat kehabisan kata.

Alih-alih menjawab pertanyaan Saga, Dewa justru hanya bergumam sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela yang masih terbuka tirainya. Menampakkan keadaan kota Bandung di malam hari. Cahaya yang berasal dari lampu jalanan, gedung-gedung, dan sebagainya. Sekilas, Bandung tak berbeda jauh dengan Jakarta. Samar-samar, Dewa merasa rindu pada kota kelahirannya. Di mana di sana ia dibesarkan oleh cinta kasih yang tulus dari sang ibu.

Dewa menghela napas berat sebelum akhirnya ia arahkan pandangannya pada Saga yang kini tersenyum. Sangat manis hingga Dewa merasa ngeri dibuatnya.

"Ngapain lo senyum-senyum?"

"Bukan apa-apa. Thanks ya, Dew, gue kira lo udah enggak peduli sama gue. Tapi waktu Ibu bilang kalau muka lo panik pas bawa gue ke kamar, gue jadi ngebayangin muka lo, hahah."

Dewa berdecak, bukan karena kesal, tetapi malu. Dewa merasa malu sebab ia ketahuan khawatir pada Saga.

"Oh ya, Ibu sama Papa lo mana?"

Dewa yang hendak membuka akun Instagram pun tidak jadi, ia memilih memasukkan kembali ponselnya, kemudian melipat tangan di dada dengan pandangan tertuju pada Saga yang kini sudah terduduk di atas ranjangnya.

"Mereka lagi ambil makan buat kita. Gara-gara lo, makan malam kita jadi kacau."

Saga hanya mengangguk pelan. Tiba-tiba ia merasa rindu pada Nadine, karena entah mengapa terkadang mereka terlihat mirip. Dewa mengingatkannya pada gadis itu.

"Nadine apa kabar?" Akhirnya, Saga melontarkan tanya yang selama ini ia pendam sendiri.

"Kok tanya gue? Tanya sendiri dong, enggak gentle banget jadi cowok."

"Dia lagi sedih, ya? Gue pernah lihat matanya sembab. Dan begonya, gue belum berani tanya ke dia."

Sejenak Dewa merasa kesal. Kenapa ia malah jadi penampungan keluh kesah hubungan antara Saga dengan gadis yang disukainya? Yang sialnya, gadis itu juga yang Dewa sukai. Ah, rasanya semesta terlalu tidak adil kepadanya.

"Gue lihat juga akhir-akhir ini kalian deket. Makasih Dew, lo udah jagain Nadine. Udah bikin dia ketawa disaat gue patahin hatinya."

"Dia bukan cuma kecewa sama lo, tapi juga bokapnya yang ternyata bukan bokap kandung dia. Dan lo juga brengsek sih, untung aja gue peka sama keadaan."

Mendengar pendapat Dewa, Saga tentu tak terima. Maka sebisa mungkin ia menjelaskan kesalah pahaman tersebut. "Gue enggak seberengsek itu Dew. Gue enggak tahu kalau saat itu gue harus operasi. Katanya gue kena peneumonia dan ada tulang rusuk yang patah. Gue rasa tulang rusuk gue patah, gara-gara tendangan maut lo itu deh, sumpah Dew, sakit banget anjir!"

Sagara [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang