Sagara-15

1K 157 22
                                    

◇◇◇

Semesta memang semisterius itu. Dewa tak pernah menyangka bahwa wanita yang merupakan kekasih sang ayah itu adalah ibu dari teman sebangkunya. Lagi, hati dan pikirannya tak sejalan. Hatinya menerima, tetapi tidak dengan pikirannya. Ia jadi teringat saat ia mendapati Saga di depan rumahnya yang kemudian pergi ketika melihat dirinya. Kalau begitu, itu artinya Saga sudah mengetahui hal ini lebih dulu, dan anak itu memilih bungkam. Sepertinya itu cukup membuat pikiran Dewa meliar. Ia sedikit terbawa emosi. Rasa kecewa lebih mendominasi sebab Saga tidak jujur terhadapnya.

Malam itu seusai menyantap makanan, mereka pun mengobrol ringan dengan inti pembicaraan mengenai pernikahan Ardian bersama Indah.

"Aksa, Papa harap kamu mau mengikhlaskan Papa untuk menikah dengan Indah, yang nantinya akan menjadi Ibu sambung untuk kamu, Nak."

Dewa terdiam, entah bagaimana ia harus menjawab perkataan sang ayah. Di sana, Indah justru tersenyum hangat. Ia mengusap punggung tangan Dewa dengan lembut.

"Tante tahu ini berat Nak, tapi Tante janji kalau Tante enggak akan kecewain kamu sama Papa kamu. Tante akan berusaha jadi Ibu yang baik, walaupun Tante enggak bisa sebaik Almarhumah Ibu kamu."

Dewa menundundukkan kepalanya, sementara Saga terkejut. Ia baru tahu perihal Ibu Dewa yang telah tiada. Mendadak ia merasa tak enak karena sempat menyinggung soal Ibunya.

"Niat kami itu baik, sama-sama memiliki kekurangan dan akhirnya memiliki niatan untuk saling menutupi kekurangan masing-masing." Ardian berucap lagi dengan tenang.

"Kalau tidak ada halangan, insyaAllah bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan," kata Indah.

Saga tidak terkejut lagi karena ia memang sudah mengetahuinya. Berbeda dengan Dewa yang tampak tak terima. "Secepat itu, Pa?"

"Lebih cepat lebih baik, Sa. Lagi pula mau menunggu apa lagi? Saga saja sudah setuju. Kalian itu berteman, kan? Saga sendiri yang bilang kalau kalian itu teman sebangku."

Dewa terdiam kala mendengar penuturan sang ayah. Kalau begitu benar bukan, Saga sudah mengetahui ini lebih dulu dan anak itu menyembunyikan itu darinya. Dewa menatap Saga tajam, ia merasa seolah dibiarkan menjadi orang paling bodoh karena tidak tahu apa-apa.

Dewa mendengkus kesal. Inginnya berteriak di depan Saga dan memprotes pemuda tersebut. Namun ia masih waras dengan menurunkan egonya, setidaknya di sini. Ia lebih menghargai Ardian yang tampak bahagia malam ini. Dewa tak ingin mengacaukannya perasaannya.

"Aku permisi ke toilet dulu," ucap Dewa dengan mata masih menatap Saga tajam sampai ia meninggalkan meja makan. Merasa harus meluruskan kesalahpahaman, Saga pun ikut pamit ke toilet yang disetujui kedua orang tua tersebut.

"Dew, tunggu!" serunya saat melihat Dewa justru melewati toilet. Lelaki itu hanya beralasan. Buktinya kini ia berjalan menuju halaman belakang resort tersebut—yang tampak sepi sekali.

"Lo anjing tahu enggak!" sentak Dewa. Siapa sangka bahwa lelaki ini lebih kejam. Tanpa perasaan ia tiba-tiba berbalik lalu mencengkram kerah kemeja yang Saga kenakan. Rahang Dewa terlihat mengeras dengan tatapan setajam ujung tombak yang siap menghunus.

Sag tak bisa melawan, ia sadar akan kesalahannya. Sementara Dewa sudah hilang kendali, ia dorong tubuh Saga hingga membentur tembok di belakang pemuda itu, membuatnya sedikit meringis. Tak cukup sampai di situ, Dewa melayangkan pukulannya tepat mengenai ulu hati. Saga tersungkur ke tanah dengan deru napas yang sedikit melambat. Hingga tendangan terakhir yang paling fatal, dangan teganya Dewa menendang area dada Saga dengan cukup keras.

Saga tak peduli lagi dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Ia mencoba bangkit meski dengan kepayahan, manatap netra gelap milik Dewa yang masih dirundung emosi. "S-sumpah Dew, gue juga baru tahu belakangan. Gue enggak bermaksud sembunyiin ini dari lo," ucap Saga sekuat tenaga, bahkan suaranya terdengar bergetar.

Sagara [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang