[51] End

8K 1.4K 314
                                    

Double up, seneng gaaaaa?









Rev. Perasaan baru beberapa jam lalu ga sih? Masa aku lupa nama musuhnya.. sori

'Duk'

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

'Duk'

Aku meringis seraya menggosok kencang kepalaku yang terkena pukulan dari Dean. "Sakit," ringisku sambil memelototinya.

Dia menatapku tajam menutupi rasa cemasnya. "Untuk itu kau harus bersembunyi. Luka perang terasa lebih sakit dari itu."

"Kalau mati, tidak akan terasa apa-apa," celetukku yang lantas bersembunyi di balik tubuh Michael karena Dean nampaknya ingin memutilasiku.

"Kenapa bersembunyi di sana?" Jeno mencebik kesal.

Aku menjulurkan lidah mengejeknya. Berusaha menghilangkan rasa gugup yang memberi bukti lewat tremornya tanganku kini.

Ya, aku tidak perlu takut. Walaupun intimidasi dari pihak musuh sangat kuat, aku dilindungi para pria yang tak kalah kuatnya.

Dean meremas pegangan pedangnya erat, Michael tengah membantu Luke mengeratkan zirahnya yang sempat longgar karena banyak bergerak, Arthur tengah mengatur strategi bersama Jeno. Walau bibirnya fokus berbicara, mata serta tangannya terfokus ke arahku.

"Kemarikan tanganmu," titahnya memotong ucapan bersama Arthur.

Dia membongkar kain yang melilit telapak tangannya, kemudian melilitkan kain itu pada tanganku. Cukup erat namun tidak membuat tanganku sesak ataupun kesulitan bergerak.

"Jangan sampai terluka," titahnya kembali. "Kamu tidak masalah memakai gaun seperti itu?" tanya Jeno yang membuat semua orang melirik ke arahku.

Aku lantas menarik tubuh Michael dan Luke untuk berbalik memunggungi ku. Sementara Jeno dan Arthur yang ada di depanku membantu menutupi saat aku akan merobek rok gaunku sampai ke pinggang.

Arthur lantas berbalik memunggungi dengan pipi merona. Sedangan Jeno? Dia malah memelototiku dengan bibir menganga. Mungkin tidak menyangka kalau aku akan senekat itu.

"Aku pakai celana kok," kekehku. Dean juga ikut menganga seolah tidak percaya bahwa adiknya yang polos bisa berbuat seperti itu.

"Mereka adalah anak-anak dari para pembunuh. Mereka yang membunuh orang tua kalian, termasuk orang tuamu, William!" Raja Andrew berteriak dari kejauhan sana sambil menunjuk kami.

Air muka William masihlah datar, sorotnya pun terlihat tajam namun terasa kosong. Aku menyadari bahwa salahku, membuat dua pria mengalami kesedihan sampai melampiaskan emosinya melalui peperangan yang menewaskan banyak orang tidak bersalah.

Apakah, William juga termasuk anak yang kehilangan orang tuanya karena amarah Johnny? Jika iya, aku amat sangat bersalah.

"Ayah di mana?" lirihku.

I Fell In Love with the Devil PrinceWo Geschichten leben. Entdecke jetzt