[XIII]. Meraba Perasaan

1.6K 354 12
                                    

Sejak pertemuan Tata dan keluarga besar Asanka, gadis itu justru makin menjaga jarak. Apalagi di pertemuan kemarin Tata bisa melihat jelas keengganan Ayah Asanka terhadap dirinya. Lebih-lebih saat kehadiran wanita bernama Junita yang disambut baik oleh keluarga Asanka. Orang awam saja tahu jika orangtua Asanka berniat menjodohkan pria itu dengan Junita. Tak perlu radar khusus bagi Tata untuk bisa membaca situasi. Karena itu gadis itu lebih dulu menarik diri sebelum masuk lebih jauh dalam hidup pria yang menantang Tata tersebut.

“Ngapain?” suara Edo membuyarkan lamunan Tata. Bahkan gelas kopi yang dipegangnya hampir lepas dari genggaman.

“Ngagetin aja sih, Do?” sungut Tata.

“Lagian jam segini ngelamun?” Edo menarik kursi sebelah kubikel Tata untuk bisa duduk berhadapan dengan gadis itu. “Mikirin deadline? Bukannya udah kelar ya?”

Tata menggeleng. Mengedarkan pandangan ke ruangan yang ternyata sudah sepi. Gadis itu melirik arloji di pergelangan tangannya. Seketika sadar ia sudah melewatkan jam pulang kantor karena terlalu lama melamun. Memikirkan hal yang tak seharusnya Tata pikirkan.

Asanka sudah masuk terlalu jauh dalam pikirannya!

“Ta, kalau ada masalah tuh cerita. Apa gunanya punya teman?” Edo mulai bicara lagi.

Pria berkulit eksotis ini merapikan anak rambut yang berantakan di sekitar pelipis Tata. Tentu saja tindakannya tak mendapatkan penolakan dari Tata. Karena sentuhan dari Edo tak memberikan efek apapun terhadap Tata. Berbeda dengan sentuhan yang Asanka berikan akhir-akhir ini. Sentuhan pria itu selalu berhasil membuat kerja jantung Tata jadi berantakan.

“Do, kamu pernah jatuh cinta nggak sih?”

Pertanyaan random yang Tata berikan membuat Edo terhenyak. Seketika rasa tak nyaman hadir di hati Edo. Untuk apa Tata bertanya perihal jatuh cinta? Apa ada hubungannya dengan kedekatan Tata dengan Asanka belakangan ini? Jika benar, mampukah Edo merelakan perasaan terpendamnnya pada Tata. Karena tak sekalipun gadis di hadapannya ini ingin meraba setitik saja perasaan yang Edo simpan untuknya.

“Pernah.” Edo menarik tangan Tata. Memainkan jemari kurus gadis itu.

“Gimana rasanya, Do?”

Mata Tata berbinar penuh rasa ingin tahu. Edo bisa melihat jelas hal itu. Gadis yang ia kenal selama delapan tahun ini terlihat begitu penasaran. Tata yang Edo tahu tak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, tiba-tiba saja bertanya perihal cinta. Salahkah Edo berharap Tata hanya sekedar penasaran. Tapi tak benar-benar mengalaminya?

“Edo jawab iih...” desak gadis ini membuat Edo menghela napas kasar.

“Apa yang mau kamu tahu?”

“Gimana rasanya jatuh cinta? Atau apa sih yang kamu rasakan saat kamu jatuh cinta? Perasaan seperti apa itu?”

Edo melepaskan genggaman tangannya pada jemari Tata. Matanya menatap intens pada gadis yang kini memusatkan seluruh perhatiannya pada Edo.

“Jatuh cinta itu rasanya...” Tata menunggu dengan penuh minat. “Berjuta rasanya. Dipandang dibelai amboi rasanya...”

Sialan! Umpat Tata dalam hati. Saat ia tengah serius menanti jawaban dari Edo, pria ini malah mempermainkannya. Namun tatapan Edo berikutnya membuat Tata kembali memusatkan perhatian padanya.

“Jatuh cinta itu... saat di mana kamu akan tersenyum sendiri hanya dengan memikirkannya. Tertawa melihat segala tingkah konyolnya. Rindu jika sehari saja tak melihat wajahnya. Dan lebih parahnya... kamu bahkan rela hanya menjadi bayangannya hanya untuk bisa dekat dengannya. Menjadi pengagum tanpa kata. Menjadi malaikat di sampingnya tanpa perlu pengakuannya. Cukup menjadi pemantaunya. Selalu ada saat ia membutuhkan. Walau harus terjebak dalam rasa yang tak bisa diungkapkan.”

Ditantang Jatuh Cinta (re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang