Chapter 8

2.8K 112 0
                                    

Pyralis dan Sekar, sudah menempati apartemen selama seminggu. Sekar sudah membaik dan Minggu kemarin dia sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada pihak sekolah tempatnya bekerja dan kini hanya sedikit bantu-bantu di kafe milik Pylaris. Tentu itu sesuatu yang amat berat untuk Sekar mengingat cita-cita tersebut sudah ia impikan sejak dulu.

Alasan Sekar ingin menjadi guru karena itu adalah cita-cita mama Sekar yang tidak terwujud karena faktor ekonomi. "Jangan gengsi, turunin harga diri dikit terus temuin deh."

"Gue kepikiran siapa yang cuciin baju dia, makannya teratur apa nggak. Ahh! Kenapa juga gue pake nemuin tuh orang waktu itu."

"Tuh kah! Turunin lah gengsinya dikit lagian yang salah kan elo."

"Gue takut ditolak atau lebih parah diusir," cemas Pyralis memikirkan kemungkinan besar.

"Terus lo mau sampe kapan nunggu dia yang datengin lo? Udahlah ke sana aja minta maaf baik-baik."

"Takut," adu Pyralis dan rindu sekali pada kekasihnya itu, akhir dari perdebatan mereka waktu itu benar-benar menggantung karena Omar tidak menjawab permintaan maafnya dan mobil sudah sampai di depan rumah sakit.

"Pyr, di permasalahan inikan yang salah elo. Padahal gue udah ingetinkan waktu itu lo aja yang ngeyel."

"Oke, nanti sore pulang kerja gue ke apartemen dia," putus Pylaris yang beberapa hari belakangan terus disalahkan oleh Sekar.

"Nah, gitu dong."

•••

Pyralis menunggu hingga malam tiba tapi Omar tak kunjung pulang juga. Hingga akhirnya ia memutuskan menghubungi lelaki itu, semoga saja diangkat karena kemarin-kemarin ia sudah mencobanya dan tidak pernah diangkat.

Begitupun sekarang, lalu Pyralis ingat salah satu teman Omar dan Junior mengatakan jika Omar tinggal di rumah orang tuanya beberapa hari terakhir. Kenapa sampai tidak kepikiran lagian jika lelaki itu tetap nekat tinggal di sini rasanya itu tidak mungkin karena tak ada yang mengurusinya.

Dengan langkah lesu ia keluar dari sana memutuskan pulang ke apartemen miliknya yang jaraknya cukup dekat. Ukuran apartemen milik Omar duakali lipat lebih besar darinya, sambil berjalan kaki Pyralis merenung. Jika dipikir-pikir ini bukan kali pertama Pyralis membuat ulah dan lagi-lagi berbohong jika dulu mungkin hanya masalah sepele tapi anehnya marah Omar tetap seperti ini.

Kekanakan memang tapi Pyralis merindukan laki-laki itu. Marahnya Pyralis pada Omar mungkin hanya masalah ranjang di mana kadang Omar segila itu keinginannya untuk bercinta sementara mood Pyralis tidak selalu baik ada kalanya ia tidak ingin tapi Omar memaksa dan satu lagi kesibukan Omar yang kadang membuatnya bagai diselingkuhi yaitu pekerjaan pria itu.

"Pyralis," merasa namanya dipanggil ia menoleh ke belakang.

"Gio?" Lelaki itu berjalan mendekatinya, sedang apa dia dipinggir jalan apakah menjadi gelandangan karena belum mendapat pekerjaan.

"Kenapa jalan kaki, abis dari mana?"

"Mau pulang, jalan kaki soalnya dekat," jawab Pyralis.

"Kirain diturunin di jalan sama pacar lo," hubungan mereka kini tidak canggung lagi semenjak kejadian di rumah sakit saat Pyralis meminta bantuan lelaki itu.

"Enak aja, drama banget otak lo."

"Lo gak nanya gue mau ke mana?"

Tawa Pyralis meledak masalahnya pertanyaan Gio benar-benar seperti cowok polos padahal Pylaris tau bagaimana brengseknya pria itu.

"Nyari kerja," tebak Pylaris santai, ia sebenarnya ingin menanyakan kenapa Gio malah mengikutinya.

"Gue udah dapet kerja, di perusahaan temen meskipun hanya sebagai karyawan biasa."

"Gapapa, laki-laki itu kodratnya kerja gak peduli dia seorang kuli bangunan atau karyawan biasa yang terpenting dia tidak hanya berpangku tangan menikmati kekayaan orang tuanya."

Gio terpana mendengar apa yang dikatakan Pyralis, bibirnya melengkungkan sebuah senyuman.

"Lo cantik Pyr."

•••

Betapa kagetnya Pyralis saat baru saja memasuki apartemen ada Omar tengah duduk dengan santai di sana, sialan. Kenapa Sekar tidak memberitahunya untung tadi Gio menolak untuk mampir memang itu yang diharapkan tapi mengingat perangai Gio rasanya sulit mempercayai jika dia menolak mampir hanya karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh.

"Tuh datang orangnya, gue tinggal ya," Menaruh segelas air putih di meja kemudian Sekar berlalu ke kamar tak lupa saat melewati Pyralis dia mengedipkan mata menggoda.

"Kamu dari tadi?" Dengan canggung Pyralis mendudukan bokong di sofa yang bersebrangan dengan Omar.

"Baru juga nyampe beberapa menit yang lalu," sekarang lelaki itu tampak bersikap biasa, syukurlah.

"Maaf-"

"Aku juga," potong Omar dengan cepat.

"Kamu nggak salah."

"Kekanakan?" Seolah mempertanyakan itu pada dirinya sendiri, memang kadang ada sesuatu yang tanpa kita sadari begitu menjengkelkan bagi orang lain.

"Kamu udah makan?" Senyum hangat Pyralis menular pada Omar, keduanya berjalan ke dapur. Untung Sekar udah masak.

"Sekar yang masak?" Omar membiarkan Pyralis mengambilkan nasi berserta lauk untuknya.

"Iya, maaf kalo rasanya rada aneh dia kadang suka bereksperimen."

Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Enak kok."

"Iya, tumben."

"Tumben mata elu, hasil eksperimen gue selalu enak ya.. " omel Sekar memasuki dapur lalu duduk menyaksikan mereka makan.

15 Maret 2021

My BOYFRIEND is My HUSBAND (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang