25. Azka dan Paul?

964 75 0
                                    

25

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

25. Azka dan Paul?

Suara itu benar-benar sangat memekakkan telinga Sea. Tempat ini memang sangat asing bagi Sea sendiri. Selama seumur hidupnya Sea tidak pernah menginjakkan kakinya sama sekali di tempat ini.

Arena balapan.

Duduk di pojokkan dan jauh dari tribun orang-orang yang begitu riuh menyebutkan nama jagoan mereka masing-masing, kini Sea hanya bisa memeluk kedua kakinya saja dalam diam.

Ia berhasil masuk ke tempat seperti ini karena cowok yang tidak ia kenali itu menariknya, dan mentitahnya dirinya untuk ikut berasamanya dan bertemu Azka. Tapi, begitu sampai di tempat ini, Sea di telantarkan begitu saja.

Sea benar-benar takut berada di sini, yang kini Sea khawatirkan hanyalah Azka. Apakah Azka sudah sampai di persimpangan jalan tempat ia menunggu tadi? Dan bagaimana kerja kelompok yang diadakan di rumah Sella malam ini?

Terlepas dari semua itu yang memenuhi isi kepalanya, tubuh Sea menegang di tempat saat ini, netra kecokelatannya melihat jelas dua sosok cowok yang masing-masing dengan motor sport-nya saling bersebelahan dengan seorang perempuan yang berdiri di tengah-tengah keduanya dan hendak memberi aba-aba.

Sea tidak tahu harus berbuat apa, ia semakin takut sekarang. Jadi, ini alasan cowok yang tidak ia ketahui namanya itu dan cowok yang pada saat itu meminta nomor teleponnya saat ia hendak pulang ke panti setelah pekerjaannya selesai itu membawanya ke tempat ini hanya untuk menyaksikan balap liar cowok itu dengan Azka?

Saat aba-aba terdengar, kedua telapak tangan Sea semakin dingin karena semilir angin dan Sea hanya bisa meremas kedua tangannya ketika melihat motor Azka melaju dengan cepat, Sea sangat takut sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi pada Azka. Terlebih, cowok yang mengajaknya ke tempat seperti ini ikut menambahkan kecepatan motornya untuk menyusul Azka.

"Azka, hati-hati," gumam Sea lirih.

***

Sea meremat dengan sangat gelisah cardigan yang ia pakai. Mata tajam itu tidak lepas menatapnya sangat mengintimidasi.

Entah. Sea tidak menemukan secerca kilatan marah sama sekali di mata itu. Tapi... Secerca butuh akan penjelasan yang tersirat di sana.

"Azka, aku obatin, ya?"

Untuk kedua kalinya tangan Sea terhenti di atas udara sebelum kapas yang sudah terbalut alkohol itu menyentuh segaris luka di wajahnya.

Di sisi trotoar yang jauh dari arena balapan maupun hiruk pikuk suara kendaraan menyelimuti keheningan antara Azka dan Sea dalam seperkian detik. Azka memang menang dalam balapan tadi, tapi di detik akhir setelah kemenangannya, Azka hilang kendali.

"Gue butuh penjelasan, Sea. Shhh." Azka menatap Sea serius, bibirnya yang bergetar menahan ringisan ketika tangan mungil yang sempat ia tahan itu berhasil juga menempelkan kapas yang ia pegang pada lukanya.

"Kenapa lo bisa ada di sini, hmm." Azka menurunkan tangan Sea yang masih teliti mengobati wajahnya dengan pelan.

Tatapan mata Azka begitu lembut, Azka akui, raut wajahnya begitu mengintimidasi kepada gadisnya.

Setelah insiden kecil yang terjadi kepadanya setelah kemenangan, entah kenapa matanya selalu ingin menatap ke tempat ujung yang jauh dari tribun. Azka seperti memiliki firasat lain.

Saat di lihat, gadisnya memang berada di sana. Lukanya pun Azka abaikan, hingga beberapa orang yang ingin membantu juga mengobati lukanya Azka tolak dengan dingin.

Azka membawa motornya, saat balapan liar selanjutnya di mulai dan kembali riuh, Azka membawa gadisnya untuk pergi dari sana.

"Cowok yang tadi balapan sama kamu ...., dia, dia yang ajak aku ke sini." Sea menunduk, mengigit bibir bawahnya dalam-dalam. Ia takut. "Tadi, aku tunggu kamu di persimpangan jalan."

"Dia cuman bawa lo ke sini? Dia bilang apa?"

"Iya, dia nggak bilang apa-apa. Perlakuan dia ... bikin aku takut."

Sebelah tangan Azka terkepal. Kenapa bisa si berengsek itu mengajak Sea? Seolah-olah si berengsek itu tahu ...

"Sea." Azka memegang kedua bahu Sea yang masih tetap menundukkan pandangannya. "Gue punya satu permintaan."

"Sa―satu permintaan apa Azka?" Sea mendongak, mata itu menatapnya dengan sangat lembut, tapi secerca kekhawatiran juga terlihat di sana.

"Gue mohon, lo jangan dekat-dekat sama dia."

"Kenapa, Azka? Kamu kenapa sama Paul?"

Sea sudah mengetahui cowok yang tadi mengajaknya ke sini. Cowok itu bernama Paul Dilbar. Sea mengetahuinya saat mendengar sebuah suara seseorang melalui speaker dan menyebutkan nama cowok itu.

"Mungkin gue nggak bisa jelasin apa alasannya untuk sekarang ini. Tapi, ini menyangkut lo sama gue. Hubungan kita."

"Aku, terima satu permintaan kamu itu. Mungkin aku nggak tau apa-apa mengenai kamu sama Paul. Apa yang sebenarnya terjadi sama kalian berdua. Mungkin, suatu saat nanti kamu bisa cerita tentang kebingungan yang terjadi sama aku hari ini."

"Makasih, Sea." Azka mengambil salah satu tangan Sea untuk ia genggam.

Sea tersenyum sembari merasakan usapan lembut di pergelangan tangannya. Walaupun rasa penasaran dan beberapa pertanyaan memenuhi isi kepala Sea saat ini.

Sampai sebuah jaket terpasang di kedua bahunya Sea tersadar. Saat menoleh, tanpa sadar Azka sudah berdiri setelah memasangkan jaketnya itu pada bahu Sea.

"Ayo, pulang." Azka menyodorkan sebelah telapak tangannya untuk Sea genggam.

"Tapi, luka kamu?" Pandangan Sea terfokus lagi pada luka di sudut bibir dan lengan Azka.

Azka mengusap surai Sea guna meyakinkan gadisnya itu. "Gue baik-baik aja," ucapnya tersenyum.

Sea mengalah dan memilih mengangguk ketika Azka berkata bahwa dirinya itu baik-baik saja.

Sea menerima uluran tangan Azka. Azka dan Sea meninggalkan jalanan sepi yang tidak jauh dari arena balapan berada.

Pemilik motor sport putih yang sedari tadi terus diam di tempatnya yang tidak jauh dari tempat di mana keduanya singgah itu segera melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Kedua tangannya terkepal kuat di balik stir yang ia pegang.

―To be continued!

AZKASEA Where stories live. Discover now