06. Grandfather and Grandmother

344 29 129
                                    

"Kak Rafael! Buka pintunya, Kak!" Azura menggedor-gedor pintu kamar Rafael cukup kencang.

"KAK RAFAEL, ISH! BUDEK LU, YA?!"

Karena merasa kesal tak ada respon sama sekali dari Rafael, Azura menendang pintu menggunakan kakinya. "WOY! BUKA PINTUNYA!"

Ceklek...

"Buset ni bocah," Rafael geleng-geleng kepala melihat kelakuan biadab adiknya.

"Ngapain ke sini?" tanya Rafael dingin.

"Emangnya nggak boleh? Ya terserah gue dong!" Azura melipat kedua tangannya di depan dada. "Masuk, ah!" katanya sambil berlari kencang memasuki kamar Rafael.

Rafael menyusul di belakangnya. Wajahnya menunjukkan bahwa ia tak suka kepada adiknya. "Diajarin sama siapa ngomongnya pake lo gue? Gak sopan, Azura."

"Diajarin sama tetangga. Katanya ngomongnya harus pake lo gue biar gaul." Azura merebahkan tubuhnya di kasur Rafael. Anak kecil itu mengambil remote kemudian menyalakan televisi.

"Masalahnya Zura masih kecil, nggak boleh ngomong pake lo gue. Mending Zura gak usah temenan lagi sama tetangga di deket rumah kita."

Azura menangis kencang. "KALO AKU NGGAK TEMENAN SAMA TETANGGA, NANTI AKU KETINGGALAN JAMAN! AKU NGGAK MAU YA JADI ORANG KUDET!"

Rafael menutup telinganya erat-erat. Sesekali ia menggerutu kesal. "Brisik! Mending jangan ke sini kalau niatnya mau ngerusuh."

Azura memutar bola matanya malas. "Nyenyenye."

Rafael mengambil alih remote yang dipegang Azura. Ia mematikan telivisi kemudian menyembunyikan remote itu di belakang tubuhnya. "Sana main di luar. Jangan di sini."

Kedua mata Azura sudah berkaca-kaca. Padahal ia rindu sekali kepada Rafael. Semenjak Rafael dewasa, kakaknya itu tidak pernah mengajaknya bermain. "Aku kangen sama Kak Rafael. Sekarang Kak Rafael udah nggak sayang lagi sama aku. Buktinya Kak Rafael nggak pernah ajak aku main."

Rafael seketika terdiam. Benarkah apa yang diucapkan Azura? Cowok itu baru menyadari bahwa selama ini ia hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan kehadiran Azura. Pantas saja wajah adiknya itu selalu terlihat murung.

Azura menghela napas pelan. Ia tahu jika kakaknya tidak akan peduli kepadanya.

Azura tersenyum lebar. Anak kecil itu menyodorkan sebuah handphone. "Fotoin aku dong, Kak. Nih handphone-nya," katanya sambil menyodorkan sebuah handphone.

Rafael memutar bola matanya malas. Jika saja Azura bukan adiknya, sedari dulu sudah ia jual kepada orang kaya. "Buruan,"

Azura berbinar senang. Anak kecil itu mulai mengambil posisi di dekat meja kemudian ia segera bergaya ala Kwon Yuli. Dimana, kedua tangannya disatukan kemudian bibirnya dimanyunkan. Azura juga memakai topi berwarna pink dan ia memegang sebuah tas. Jangan lupakan juga kacamatanya yang begitu besar membuatnya terlihat imut!

 Jangan lupakan juga kacamatanya yang begitu besar membuatnya terlihat imut!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Setelah Kepergianmu IbuWhere stories live. Discover now