Prolog

2.3K 192 53
                                    





Bunyi air yang menetes pelan mengusik tidur Lea yang lelap. Gadis itu perlahan membuka matanya dan melihat kegelapan telah melingkupinya. Kening Lea mengernyit saat dia menyadari dia tertidur di sebuah ranjang kayu yang lapuk. Sedang angin dingin menerpa tubuhnya yang hanya tertutupi sehelai piyama putih.

"Lea..."

Sebuah suara halus memanggil Lea yang masih keheranan. Gadis itu menoleh dan mendapati Newt telah berdiri di sudut kamar yang gelap. Pemuda itu terlihat tertunduk.

"Newt...?"

Newt mengangkat wajahnya. Tatapan pemuda itu terlihat kosong.

"Newt..." Lea mendekati Newt dengan perlahan. Tangannya terulur. Hatinya menjerit, seolah memintanya untuk memeluk pemuda itu.

"I'm sorry, Lea..." Newt bergeming. Mata coklat yang selalu terlihat menawan itu perlahan berubah menjadi merah pekat. Darah segar merembes keluar dari sudut mata dan mulut Newt. Ekspresi dingin pemuda itu perlahan berubah menjadi sedih.

"I'm sorry..."

***

"Newt-"

Mata Lea terbuka lebar. Jemari gadis itu meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Jantung Lea masih berdebar tidak karuan. Sementara napasnya memburu cepat seolah dia telah berlari berpuluh-puluh kilometer.

Tak lama, kesadarannya terkumpul. Lea lantas bangkit dari atas hammock-nya sambil memijit kepalanya yang pening.

Hanya... mimpi, pikir Lea.

"Lea...?" Brenda mengusap kedua matanya dengan perlahan. Dia yang sejak tadi tidur di sebelah hammock Lea, menatap Lea dengan pandangan bingung. "Kau lagi-lagi terbangun di tengah malam. Ada apa?"

"It's nothing." Lea menggeleng pelan. Dia memilih untuk tidak menceritakan mimpi buruknya barusan kepada Brenda. "Ini masih malam. Tidurlah lagi, Brenda."

Kening Brenda berkerut. Namun karena dia masih dikuasai kantuk, Brenda memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Gadis itu membaringkan tubuhnya di atas hammock-nya sendiri dan kembali menyambut mimpi.

Lea memperhatikan Brenda hingga gadis itu benar-benar tertidur. Setelah memastikan Brenda tidak akan terbangun lagi, Lea lantas bangkit dan mengambil selimutnya. Lea memakai selimut itu untuk menutupi tubuhnya, memastikan hawa dingin tidak akan membuatnya menggigil. Setelah selesai, gadis itu lantas berjalan tanpa suara melewati belasan anak perempuan lain di homestead yang dikhususkan untuk wanita itu.

Hawa dingin dini hari menyapa Lea begitu dia keluar dari homestead. Gadis itu memperhatikan pemandangan laut yang tersaji di depannya dengan tatapan kosong. Langit malam terlihat sangat cerah. Sinar bulan yang terang membuat pasir pantai terlihat berkilauan. Pemandangan itu seolah menghipnotis Lea untuk berjalan mendekati pantai.

Kaki Lea yang telanjang berjalan pelan melewati pohon kelapa yang berjejer di depan homestead perempuan dan homestead laki-laki. Sisa-sisa api unggun dari acara makan malam masih terlihat mengepulkan sedikit asap. Suara binatang-binatang malam terdengar perlahan, menambah atmosfir ketenangan di Safe Haven.

Langkah Lea terhenti di depan pos jaga yang obornya masih menyala. Gadis itu bisa melihat sosok Minho di sana yang nampak terkantuk-kantuk. Sepertinya pemuda itu mendapat giliran jaga malam lagi.

Saat Lea berjalan mendekat, Minho langsung menegakkan kepalanya. Pemuda itu masih setengah sadar saat Lea berada di depannya.

"Lea?" Minho mengucek matanya yang agak merah karena mengantuk. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Mencari udara segar." Lea mengendikkan bahu. "Mimpi buruk membuatku tidak bisa tidur."

Minho terdiam. Dia seolah paham dengan apa yang dialami Lea. Pemuda itu lantas membuka jalan agar Lea masuk ke dalam pos jaganya.

"Kau mau tidur di dalam?"

Lea terdiam selama beberapa saat. Minho tidak tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu hingga akhirnya Lea menyetujui ide Minho.

Lea masuk ke dalam pos jaga. Pos itu berukuran mungil, sekitar dua kali dua meter. Di dalamnya hanya ada matras usang dan sebuah meja kecil. Vince memang sengaja membangun beberapa pos jaga di sepanjang pantai untuk memantau setiap pergerakan mencurigakan yang mungkin akan membahayakan kehidupan mereka di Safe Haven.

Minho menggelar matras dan menepuk-nepuknya sebelum dipakai Lea. Lea hanya diam memperhatikan bagaimana Minho membersihkan matras itu. Lea menganggap hal itu terlalu berlebihan karena menurutnya, matras itu masih cukup layak dan tidak terlalu kotor. Namun Lea tetap berterima kasih atas usaha tulus Minho itu.

Minho memperhatikan Lea yang kini membaringkan tubuhnya. Dia hendak berbalik saat Lea tiba-tiba memanggilnya.

"Minho?" Lea menahan Minho dengan tatapan memohonnya. "Would you stay with me?"

Minho terdiam. Tatapan mata puppy Lea membuat pemuda itu tidak mampu berkata-kata. Pikirannya menolak, namun tubuhnya bergerak sendiri mendekati Lea.

Minho lantas berbaring di sebelah Lea, sementara Lea langsung memeluk Minho tanpa mempedulikan apakah pemuda itu akan menolaknya atau tidak. Lea menjadikan dada bidang Minho sebagai sandarannya, sementara Minho membawa tubuh mungil itu dalam dekapannya tanpa ragu.

Terlihat canggung dan aneh, memang. Mengingat hubungan mereka selama ini hanyalah teman semata. Namun entah sejak kapan, hal aneh itu seolah berubah menjadi sebuah kebiasaan bagi mereka.

Detak jantung Minho yang Lea dengar membuat gadis itu merasa tenang. Perlahan, kantuk kembali menyapanya. Namun kali ini, tidak ada rasa takut di dada Lea. Dia tidak lagi mengkhawatirkan mimpi-mimpi buruk yang selalu menghantuinya tiap kali dia tertidur. Karena Lea tahu, Minho ada di sisinya.

Saat Lea hampir terlelap, sayup-sayup dia mendengar Minho membisikkan sebuah kata di telinganya. Sebuah kata yang menjadi jimat Lea untuk berani menyelam ke alam mimpi sekali lagi.

"Always..."

*** 




















Jantung masih aman? :")











Hola~
Akhirnya buku keempat dari seri Bond udah update. Yeyy!!!

Bagi yang belum baca buku 1, 2, dan 3, disarankan untuk baca dulu, ya.

So, enjoy~

BOND |Book 4: Hiraeth| (Maze Runner Fanfiction) [END]Where stories live. Discover now