45. Dugaan Felinette de Terevias (2)

3.9K 941 157
                                    

"Alasan mengapa nama yang diberkati hanya boleh diketahui orang yang kita percayai,
karena Dewa Agung akan mendengarkan doa yang kita berikan kepada orang itu."

***

Luna meratapi salju putih yang mendarat tepat di atas telapak tangannya, menyaksikannya meleleh dan berubah menjadi transparan.

Mempertimbangkan beberapa alasan dan kejadian yang pernah terjadi di masa lalu, Luna membenci musim dingin.

"Apakah kemarin tidurmu benar-benar nyenyak?" Pangeran Felixence mempertanyakan hal yang sama seperti sang raja.

Luna sadar, wajah Felinette memang terlihat lebih pucat daripada musim sebelumnya. Beberapa hari ini, Luna bisa melihat refleksi wajah Felinette yang cukup memprihatinkan. Sejak musim dingin, Luna bisa melihat wajah Felinette yang semakin hari semakin lesu.

"Nyenyak," balas Luna dengan acuh.

Seharusnya, Pangeran Felixence tidak perlu bertanya, sebab pada akhirnya pemuda itu tidak akan percaya dengan jawabannya.

Pangeran Felixence menyisipkan jemarinya di antara rambut pirang Felinette, menyisipkannya di belakang telinganya sedikit agar dapat melihat wajah adiknya lebih jelas.

"Apa kau bahkan tertidur semalam?" tanyanya.

Luna yang tersadar akan hal itu, buru-buru berkedip cepat, menepis tangan Pangeran Felixence dan berpura-pura memegang keningnya seolah tengah pusing. Dengan kesempatan itu pula, Luna melangkah mundur diam-diam.

"Terlalu dingin. Apa kita bisa langsung masuk ke kereta?" tanya Luna.

Pangeran Felixence tidak menjawab, langsung membantu adiknya untuk naik ke kereta. Sebelum menutup pintu, Pangeran Felixence sempat bertukar pandang dengan Terence yang memperhatikan Putri Felinette dengan tatapan khawatir.

"Apa kemarin malam terlalu mengerikan?" tanya Pangeran Felixence, tidak terpengaruh dengan jawaban Luna yang tadi.

Halilintar di tengah hujan salju memang menimpa Terevias sudah nyaris beberapa pekan. Sepekan sebelum Winter Moon kemarin adalah yang terparah. Luna tidak bisa terlelap jika terus dihantui oleh situasi yang sama; di malam hari, musim dingin, di Istana Barat. Di waktu yang mendekati Winter Moon pula--waktu yang sama dengan hari kematian Felinette.

'Hari kematian' Felinette memang sudah berlalu, karena Winter Moon sudah berlalu, tetapi tetap saja Luna merasa takut.

Luna takut, jika dia kembali bermimpi buruk tentang pemuda bermata merah itu lagi dengan latar dan situasi yang sama, dia tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Karena itulah, sejak musim dingin datang, jam tidur Luna semakin kacau.

Seharusnya, waktu itu Luna juga meminta istana baru agar tidak berlama-lama di Istana Barat, tapi Luna tahu bahwa permintaannya untuk melanjutkan pendidikannya di Akademi Publik tidak akan terkabul.

Alih-alih mencari jawaban untuk menanggapi pertanyaan sang pangeran, Luna melirik ke  arah pedang yang belakangan ini memang sering dibawanya kemana-mana.

"Kalian masih bertukar pesan?" tanya Luna.

"Hari ini sudah tepat dua pekan," jawab Pangeran Felixence.

Sang Pangeran mengulum senyum. Luna berani bertaruh bahwa Pangeran Felixence melakukannya tanpa sadar. Tapi jika Luna membahasnya, Pangeran Felixence akan membantah tindakannya.

"Jadi, apa saja yang kalian bicarakan?" Luna tergerak untuk bertanya, hanya untuk memenuhi rasa penasarannya.

"Tidak ada pembicaraan yang khusus, topiknya tidak menentu."

In Order to Keep THE PRINCESS SurvivesWhere stories live. Discover now