0.40

2.1K 222 32
                                    

Di depan sebuah ruangan tempat seseorang sedang berjuang melawan penyakit yang bersarang di tubuhnya. Suara tangisan begitu terdengar memilukan. Meratapi keterlambatan yang membuat mereka sewaktu-waktu akan merasakan kehilangan.

Kanker otak stadium 3.

Menatap nanar sebuah kertas hasil pemeriksaan putrinya. Tangan Donghae bergetar. Tak pernah terbayangkan dalam benaknya jika salah satu putrinya akan mengidap penyakit mematikan itu. Donghae terduduk di kursi tunggu, ia mengusap kasar wajahnya. Air matanya lolos begitu saja.

Taeyeon, ia menangis sesegukan di pelukan Irene. Hati ibu mana yang tidak hancur saat mengetahui fakta jika putrinya memiliki penyakit yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawanya. Ia dan yang lain terlambat menyadari. Seharusnya ia lebih memperhatikan putrinya, seharusnya ia tidak lengah hingga penyakit mematikan itu sudah berkembang hingga stadium 3. Nyatanya Taeyeon tidak menganggapnya serius saat ia merasa ada perubahan pada putrinya. Yewon yang sering terlihat pucat, juga tubuhnya yang tampak lebih kurus.

Irene hanya bisa memeluk Ibunya dan menenangkannya. Meski ia sendiri juga shock atas apa yang baru saja ia ketahui, namun melihat kesedihan di wajah keluarganya mau tak mau ia harus menguatkan mereka.

Irene menyesal. Sungguh!

Ia terlambat menolong adiknya. Seharusnya ia segera mengambil tindakan saat melihat banyaknya bercak darah di kamar sang adik. Bodohnya dia yang hanya diam dengan menerka-nerka apa yang terjadi. Jika saja ia tau dari awal, penyakit menyebalkan itu tak akan berkembang cepat hingga stadium 3.

Kim Jennie, gadis itu menatap kosong ke depan. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya sejak tadi. Jennie terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Ia tidak menangis seperti yang lain. Tapi percayalah kesedihan yang paling mendalam adalah saat sudah tak mampu mengekspresikannya. Bahkan air mata tak bisa menggambarkan betapa terpuruknya Jennie saat ini.

"Seharusnya kau bergaul dengan orang yang setara!"

Teringat akan pertengkarannya beberapa waktu lalu, hingga membuatnya mendiamkan Yewon hingga beberapa hari. Jennie bahkan tidak sadar jika adiknya sudah tidak baik-baik saja saat itu. Jennie juga tak lagi memberikan perhatian-perhatian kecil pada Yewon. Hingga ia harus tertampar fakta mengerikan tentang penyakit adiknya.

Jennie menggelengkan kepalanya.
Yewon baik-baik saja, Yewon adiknya yang sehat. Mereka pasti salah melakukan pemeriksaan. Dalam keluarganya tak ada yang memiliki penyakit mematikan itu.

Yeri tampak terbaring di bangsal pemeriksaan. Gadis itu mengalami sesak nafas karna terlalu terkejut dengan pernyataan Dokter. Yeri sempat jatuh pingsan, dan disinilah ia sekarang. Terbaring di ruangan Dokter Wendy.

Yeri mengerjapkan matanya perlahan, berusaha mengenali tempat di mana ia berada saat ini. Saat teringat sesuatu, Yeri sontak beranjak dari tidurnya.

"Kau sudah bangun."

Dokter Wendy tampak berjalan menghampiri bangsal Yeri.

Yeri menatap Dokter muda itu sejenak. Tangannya beralih melepas dengan kasar nasal canul yang terpasang di hidungnya.

"Hey kau mau kemana? Tenangkan dirimu, kau tidak boleh panik."

Dokter Wendy berusaha menahan Yeri yang terlihat akan turun dari bangsal.

"Aku harus melihat Yewon. Dia baik-baik saja kan."

Kecemasan begitu terlihat di wajah Yeri. Gadis itu marah pada dirinya sendiri, mengapa dirinya harus pingsan tadi. Sekarang ia tidak tau perihal kondisi saudarinya.

"Yewon baik-baik saja, dia sudah mendapat perawatan. Jadi sekarang tenangkan dirimu dan atur nafasmu."

"Baik-baik saja katamu? Dia mengidap penyakit mematikan dan kau bilang dia baik-baik saja?"

HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang