Untuk itu, kamu harus menempuh jarak 2.659,3 kilometer, atau sekitar lima puluh tujuh jam dengan BMW milikmu jika tidak perlu berhenti untuk mengisi bensin atau makanan atau tidur atau berdoa atau memenuhi kebutuhan biologis lainnya.
Namun cara yang paling tepat untuk melakukannya adalah dengan berjalan kaki.
Jika kamu melakukan ini, jaraknya menjadi 2.525 kilometer. Waktu yang dibutuhkan adalah dua puluh satu hari enam jam. Tidak tahu apakah perhitungan tersebut sudah termasuk istirahat malam hari atau tidak. Aplikasi yang kugunakan untuk perhitungan masih berupa versi beta, belum memasukkan faktor cuaca yang informasinya kurang akurat.
Kamu harus tidur di bawah bintang gemintang. Kamu tidak boleh membiarkan apapun menghalangi gerak langkahmu. Kamu harus yakin bahwa kamu dapat melakukan ini, berjalan menyusur pantai dan punggung bukit barisan hanya dengan iman yang mengisi rongga dada.
Dalam ranselmu, hanya boleh berisi barang-barang berikut: kompas ajaib, kitab suci, buku puisi dari Sapardi Djoko Damono atau Joko Pinurbo atau W.S Rendra atau Ikhwanul Halim. Baik kitab suci dan buku puisi saat tiba ditujuan akan hancur berkali-kali dibasahi air laut, air hujan dan air mata garam.
Untuk memulai perjalanan, kamu harus membuka pintu depan rumahmu, menginjak jalan kerikil menuju ke jalan, berbelok ke kanan menyusuri trotoar. Ikuti petunjuk yang diberikan oleh kompas ajaib sampai kamu tiba di pelabuhan kuno sekaligus ultra modern bernama Bakauheni. Di Bakauheni kamu harus naik feri yang akan membawa kamu menyeberang Selat Sunda yang menyembunyikan amarah Krakatau selama berabad-abad, membujuknya agar tak mengamuk hingga abu vulkanik menghalangi sinar matahari mencapai klorofil dedaunan setengah bola dunia.
Kamu akan tertidur di lantai geladak, berbantalkan ranselmu yang tebal oleh lumpur. Jika beruntung, kamu akan melihat bintang-bintang bergincu berkedip menggoda. Namun, karena imanmu teguh takkan goyah ataupun runtuh, kamu harus berkata pada diri sendiri: segera bahagia akan menjadi milikku.
Kamu sekarang harus berjalan menyusuri jalan aspal lebar, mengacuhkan tawaran kernet bus antar kota antar propinsi atau supir truk yang butuh teman bicara. Jangan mau. Kuatkan dirimu, karena bahagia sebentar lagi tiba. Dan kamu akan turun di sebuah tempat bernama Merak.
Kamu belum sampai di tempat tujuanmu, belum. Namun, jangan putus asa sekarang, karena kamu hampir sampai!
Keluarkan kompas ajaibmu. Apa yang kamu lihat? Bandung, kota yang terhampar di lembah dataran tinggi Pasundan. Ikuti petunjuknya.Saat berjalan di jalan raya, sebaiknya mulailah bernyanyi untuk mengikuti kata hati ataupun lagu yang kamu dengar dari pengamen di pelabuhan Merak saat turun dari feri. Tak masalah jika liriknya asal atau malah hanya curucuap, dan jangan lupa selalu mengisi botol plastik air mineral volume satu setengah liter bawaanmu di setiap warung kopi yang kamu singgahi.
Beli makanan sederhana, roti selai keju atau pia kacang hijau, mungkin juga acar timun. Saat hujan turun kamu takkan kepanasan dan saat matahari terik kamu takkan menggigil oleh hawa dingin.
Ketika tiba di Bandung, kamu harus mengikuti rambu-rambu yang telah aku siapkan untukmu sepanjang jalan. Belok kanan di rambu yang berbunyi 'Kebahagiaan'.
Kamu akan menemukanku menunggumu di sana. Jangan takut akan lamanya perjalanan, atau kesulitannya, atau ricuh politik atau hal lain di bumi. Kamu bisa melakukan ini. Ini tidaklah sejauh yang ada dalam pikiranmu.
Zoom out peta sepanjang jalan sampai seluruh bola bumi berlatarkan warna biru memenuhi layar gawaimu. Kamu akan melihat kita sebenarnya bersisian. Jarum kecil hijau yang tertancap membisikkan senandung bahagia.
Banda Aceh, 10 Februari 2018

YOU ARE READING
Psychopoet (Penyair Majenun)
Non-Fiction(On Going) Sketsa dan opini usil yang ditulis oleh seorang (yang mengaku) penyair majenun.