Chapter 17

1.5K 382 127
                                    

KERESAHANNYA selalu menempati posisi paling atas di dalam isi kepala. Jeara diam bukan berarti benar-benar diam, bahkan hati pun pikirannya berlarian ke sana ke mari hanya untuk mencari jawaban apa yang sedari awal menjadi tanya. Pening yang menghantam kepala, Jeara merasa ia hidup seorang diri. Bahkan seorang yang paling berharga di dalam kehidupannya pun harus berjuang dengan keadaan diri yang kelimpungan untuk mencari pegangan.

Tiga hari selepas pembicaraan ia dan Jungkook di dalam kamar mandi tempo lalu, Jeara benar-benar ingin merubah hidupnya untuk jauh lebih berguna. Ada banyak masalah yang kerap kali merengkuh, meski Jeara sedari awal diam-diam saja tanpa membuat ulah. Tuhan merencanakan takdir yang lain, meski Jeara kerap kali ingin menolak dengan keras. Tiap hari memikirkan keadaan hidup yang kian melarat, Jeara sudah memikirkan jauh lebih dalam perihal ia yang akan ambil cuti di perkuliahan.

Berat sebetulnya, tetapi Jeara ingin mendahulukan diri sang ibu jauh lebih utama dari apapun. Keinginan masuk perguruan tinggi memang impian Jeara sedari dulu, tetapi melihat kondisi saat ini yang tidak memungkinkan, Jeara harus mengenyampingkan itu semua. Tidak jarang pula Jeara terdiam dengan keadaan yang lagi-lagi mengutuk diri yang tidak berguna. Meski menjadi anak kuliahan dengan bantuan beasiswa, ketahui betul jika semuanya tidak benar-benar gratis. Bahkan Jeara tidak melakukan apapun di saat ibunya yang membayar itu semua.

Lihat, tertampar sekali Jeara yang hidupnya hanya menjadi beban, hingga membuat kesehatan ibunya benar-benar menurun drastis.

Helaan napas Jeara keluarkan dengan lengan yang ditumpu di atas meja. Menatap ke arah ponsel yang terus saja bergetar dengan pesan dan panggilan yang masih menghantarkan gerangan yang sama. Jeara menghindari Jungkook, tentu saja. Diri yang harus ditenangkan, Jeara benar-benar tidak ingin keadaannya diam di tempat dengan keadaan yang sama. Hidup terus berjalan, Jeara harus bergerak jauh lebih cepat. Hidup itu benar-benar keras, Jeara harus memikirkan lebih dalam, apakah ia masih bisa membelikan obat untuk ibunya? Atau bahkan, apa ada sisa beras yang harus Jeara masak untuk diberikannya pada sang ibu?

Pikirannya saat ini bukan untuk dirinya, tapi dituju pada wanita paruh baya yang saat ini sedang terlelap sebab setengah jam yang lalu baru saja meminum obatnya. Meremat surainya sebentar, Jeara dengan lantas mengambil gawainya selepas dering yang terus berbunyi itu berakhir. Jemari yang menekan panggilan untuk seorang di seberang sana, Jeara menarik napas tatkala panggilannya dengan cepat mendapatkan sapa dan jawab.

"Apa temanmu itu masih menerima pegawai baru, Tae?"

•••

Sisa hujan yang masih terlihat basah pada permukaan jalan, Jeara terkadang merasa tenang sekali tatkala penghidunya membaui aroma petrikor yang selalu Jeara damba tatkala musim hujan yang singgah mengunjungi. Langit yang masih terlihat mendung dengan sapuan angin menerpa wajah, dua gelas berisikan cokelat panas, Jaera simpan itu di atas meja kecil yang kemudian menghantarkan dentingan kecil.

Tubuh yang didudukan di atas bangku kecil, keduanya tengah bersisian di halaman depan rumah Jeara dengan udara dingin yang tidak terlalu menyengat. Taehyung yang menginginkan keduanya merenung di sini selepas ia dan Jeara pulang dari suatu tempat.

"Ingin pindah ke dalam saja? Kurasa kau mulai kedinginan jika terus berdiam di sini." Taehyung berkata seperti itu.

Sedangkan Jeara, gadis itu menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. Jika berduaan seperti ini dengan Taehyung, Jeara seperti tengah mengulang keadaan lama di mana keduanya masih saling bermain sebab keadaan rumah yang bersisian. Rindu sekali, sungguh. Jeara rasa tumbuh menjadi seorang dewasa itu tidak ada serunya sama sekali. Memang, sewaktu kecil Jeara berkeinginan besar ingin cepat-cepat beranjak dewasa, tetapi nyatanya ketika umur sudah menginjak di waktu ini, rasanya Jeara malah ingin menjadi kecil lagi saja.

REVERSED; JJK ✅Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin