16.Adil atau tidak?

59 19 2
                                    

Pak Kim memakai kalung pengenal diri berwarna hitam itu ke leher yang tampak semakin rapi dengan pakaian kemeja putihnya hari ini.Mendudukkan tubuh tegapnya tepat disisi pemuda yang sama sekali tak menghiraukan keberadaannya.

Lelaki itu sedikit berdeham kecil demi mencairkan suasana kaku yang memang sangat sering tercipta jika dirinya berhadapan dengan pemuda berparas tampan itu.

Benar saja kini pandangan itu tertuju kepada si penarik perhatian tadi.
Sedikit menampakkan ekspresi bertanya tanpa harus membuka suara.

Sungguh rasa ingin tertawa jika mengingat betapa dinginnya anak itu,padahal rasa penasaran seharusnya terjawab karena suara penasaran namun beda dengannya yang memilih diam seolah tak perduli.

" Masih butuh waktu? "

Sunghoon kembali melengos tak lagi menatap.

Sungguh sama saja,dimanapun selalu hal itu saja yang terlontar dan menjadi bahan bahasan yang membuatnya tak nyaman.

" tidak."

Sebenarnya manager Kim tahu bagaimana kerasnya anak ini namun ia juga sangat mengerti dibalik semua sikap dan alasan kenapa ia tetap berdiri meski sakit.

Manager atau lebih tepatnya Pak Kim itu sudah bersama Sunghoon sejak anak itu menginjak usia delapan tahun.

Dimana Sunghoon yang masih kecil itu tersenyum ceria dengan kedua pipi merahnya yang berisi tersenyum dengan semangat mencoba terus berseluncur walau kadang dengan mata yang telah menahan linangan air mata.

Kedua tangan kecil yang terus terlihat sedikit terluka karena terlalu bergairah mengabaikan seruan sang pelatih agar memakai sarung tangan sebagai pemula.

Namun Sunghoon tetaplah Sunghoon sikeras kepala yang membuat semua orang merasakan hangat ketika melihatnya yang tak lelah berlatih meski Pak Kim sendiri tahu bahwa awalnya kedua orang tua Sunghoon tak menyukai apa yang menjadi kesukaannya itu.

Pak Kim selalu mengawasi Sunghoon berlatih dan yang membuat ia kagum adalah ketika anak itu tak pernah menyerah untuk bagkit dan tak pernah mengeluh meski kadang air mata telah turun dari kedua mata bulatnya.

Menangis bukan berati ia tak mampu.
Ia menangis karena ia kecewa terhadap dirinya sendiri yang selalu jatuh dan gagal saat mencoba namun tetap Sunghoon tak pernah mengeluh dan berkeluh kesah.

Tangan manager Kim terjulur memberikan plester yang masih terbungkus.
Seperi biasa plester biru pudar.

Jemari lentik dengan kuku panjang itu menerima pemberian itu dan memasukkannya kedalam saku mengabaikan goresan di tangan kanannya yang merupakan tujuan sang manager memberikan plester tersebut.

"Jadi kau setuju?"

Bergeming tak ingin merespon dan hal itu sekali lagi dimaklumi oleh yang lebih tua.

Dirinya cukup mengerti kegundahan yang dirasakan anak itu.
Ia tahu bahwa impian Sunghoon untuk menjadi Skeater kebanggaan negeri harus larut perlahan seiring paksaan yang membelenggu dari kedua orang tuanya.

Manager yang sudah delapan tahun menemani Sunghoon sangat mengerti jika berdirinya pemuda itu dihadapan bamyaknya penonton hanyalah paksaan.

Oleh karena itu ia selalu menanyakan tentang pertimbangan sang murid.
Jika saja kedua orang tua Sunghoon tidak terlalu berambisi,saat ini pasti Sunghoon lah yang semangat dan berkata iya dengan mata yang berbinar.

Terdengar decakan kecil dari bibir mawar itu,tampak sedikit memejamkan mata malas.

" Tidak janji."

Pak Kim terkekeh dan kembali memandang luasnya arena skating dihadapan keduanya.
Memandang beberapa orang yang meluncur kesana kemari dalam diam.

Realizing of love // Park Sunghoon Where stories live. Discover now