38 - Bersikap Sewajarnya

132 20 1
                                    

Beberapa minggu lalu, Agustus 2020

Kira menyeka peluh yang mengalir dari pelipis hingga pipinya. Ia membersihkan peluhnya dengan selembar tisu lalu duduk di atas sofa sembari melihat handphone-nya.

Pagi ini, Kira baru saja tiba di Jakarta tanpa memberi tahu siapapun termasuk Dion. Apartemen yang telah ia tinggalkan selama beberapa bulan terlihat berantakan dan berdebu. Sejak tiba di apartemennya itu, Kira hanya menghabiskan waktu untuk bersih-bersih tanpa sempat melihat handphone-nya lagi.

Kira kembali ke Jakarta setelah ayahnya sehat dan ia mendapatkan pekerjaan dengan offering yang lumayan. Setelah berdiskusi panjang dengan ibunya, Kira kembali lagi ke Jakarta dan tetap tinggal di apartemen milik tantenya itu. Ia sengaja tidak memberitahu kepulangannya kepada Dion dan berencana memberikan laki-laki itu sedikit kejutan.

Pasalnya, selama Kira di Palembang, pria itu tidak pernah absen untuk bertanya kapan ia kembali ke Jakarta dan Kira tidak pernah memberikan jawaban yang pasti. Mendapatkan pekerjaan impian di Jakarta pun sebenarnya tidak terlalu ada di dalam wish list hidupnya. Hanya saja saat ini, Kira ingin hidup dengan hasil jerih payahnya sendiri. Dan mungkin dengan sedikit keinginan kecil, membuatnya datang kembali ke Jakarta.

Keinginannya itu tidak banyak pun tidak begitu istimewa. Tetapi untuk Kira, ia ingin memperbaiki hal-hal yang seharusnya ia perbaiki sejak dahulu, sehingga apapun yang ia lakukan nantinya tidak akan membuatnya menyesal lagi.

Kira meneguk satu gelas berisikan minuman soda favoritnya dan meletakkan gelas tersebut ke atas meja. Tepat di pukul setengah dua belas malam, Dion tiba-tiba meneleponnya dan membuat Kira kaget setengah mati. Walau begitu, ia tetap mengangkat telepon dari lelaki itu.

"Halo?" ucap Kira kepada Dion di seberang sana. Namun yang Kira dengar saat itu hanyalah suara berisik dan ia langsung tahu Dion ada di mana sekarang. "Mabuk lo?"

"Kir..."

"Apa sih? Halo? Yon?"

"Kira? Ini gue Reza!"

Kira harus menjauhkan handphone-nya ketika Reza, bartender yang ia kenal di Underground berteriak kepadanya melalui telepon.

"Hai, Za. Udah lama. Kenapa? Dion mabuk?"

"Banget, Kir. Mana dia sendirian nih. Bisa lo jemput enggak?"

Kira terdiam sejenak. Tampak berpikir untuk mengiyakan permintaan Reza itu.

"Gimana, Kir?" tanya Reza lagi karena Kira tak kunjung merespon ucapannya.

"Ya udah. Gue ke sana, Za. Thanks, ya."

"Anytime, Kir."

Kira menutup teleponnya. Tanpa menunggu lama lagi, Kira segera bangkit dari duduknya lalu mengambil jaket yang terletak di atas meja dan berjalan keluar dari unit-nya.

Begitu Kira tiba di Underground, Dion sudah menidurkan kepalanya di atas meja bar dan sesekali bergumam tidak jelas. Kira mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya apa yang membuat Dion sampai seperti ini.

"Bisa lo bawa dia pulang, Kir?" Reza tertawa.

"Gila lo, Za? Dia segede ini. Gimana coba caranya gue bawa ke mobil? Eh, dia bawa mobil kan ke sini?"

Reza tertawa dan menganggukkan kepalanya ke arah saku kemeja yang Dion kenakan. "Tuh, di sakunya ada kunci mobil."

"Kok dia tumben sendirian, Za? Yang dua lagi mana?"

"Tadi gue sempat nanya. Katanya si Bos lagi meeting dan Wuren lagi males."

Ujung bibir Kira tertarik sempurna sehingga ia mengulum senyum ketika mendengar nama Wuren. "Bantuin gue dong, Za?"

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang