11 - Tersimpan Di Hati

211 37 11
                                    

Juli, 2014

Dion mendongakkan kepalanya, menatap matahari yang bersinar dengan teriknya. Ia dengan segera mengalihkan pandangannya lalu mengencangkan ikatan tali di sepatunya, diam-diam merutuki kenapa acara Pekan Olahraga yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi itu harus berakhir di lapangan terbuka.

Hari ini adalah hari sabtu, hari dimana jadwal pertandingannya dengan mahasiswa dari fakultas itu bertanding. Pekan Olahraga ini sudah diadakan selama lebih kurang seminggu dan tim-nya masuk ke babak final.

Beberapa hari yang lalu, Dion sempat mendengar kabar bahwa pertandingan ini diundur dan kemarin, Dion mendapat kabar lagi bahwa pertandingan ini tetap diadakan dan membuat suasana hatinya menjadi buruk seketika karena ketidak jelasan yang diberikan oleh anggota panitia.

Dion teringat pertengkaran kecilnya dengan Kira kemarin. Karena itu pula, Kira belum ada menghubunginya lagi. Dalam bayangan Dion, bisa saja gadis itu tengah menikmati akhir pekannya bersama Handaru dan tanpa sadar pria itu mendengus.

"Yooooon! Semangaaaaat!"

Pekikan Nika dari pinggir lapangan itu membuat Dion menoleh ke arahnya yang sedang berdiri bersama Nadia, Karin dan juga beberapa teman sekelas lainnya termasuk Wuren yang selalu saja terlihat santai. Saking santainya, lelaki itu bahkan terlihat cuek sembari mengenakan kacamata hitam dan membuat dirinya menjadi pusat perhatian perempuan-perempuan lainnya.

"Yon,"

Dion tersentak saat Teguh, salah satu dari timnya menepuk pundaknya pelan.

"Lo nggak apa-apa kan, Yon? Wuren bilang kemarin lo agak sakit," Karena perkataan Teguh, Dion langsung menoleh ke arah Wuren yang kini malah terlihat sedang membaca buku.

Di antara mereka, Wuren adalah orang yang paling pintar dan cuek. Wuren terkadang tidak peduli jika Dion dan Nika bertengkar hebat hanya karena menu makan siang. Tapi dibalik sifatnya yang sangat cuek itu, tanpa orang lain tahu, Wuren sejujurnya adalah orang yang paling menjaga persahabatan mereka.

"Nggak kok, Guh. Gue udah lumayan."

"Yang bener lo, Yon? Jangan dipaksain ya, Yon. Kalau lo ngerasa sakit, langsung bilang. Oke?"

Dion menganggukkan kepalanya sambil menunjukkan jempolnya kepada Teguh. Kapten dari timnya itu pun kembali menepuk pelan pundaknya beberapa kali dan menghampiri anggota yang lain.

Dion kemudian memandangi tali sepatunya yang sudah terikat dengan rapi. Ia menatap sepatunya itu dengan waktu yang cukup lama dan diam-diam larut dalam pikirannya. Kemarin adalah pertengkaran pertamanya dengan Kira dan sesungguhnya Dion tahu bahwa sebab pertengkaran itu sangat konyol. Semua hanya karena ia cemburu kepada Handaru.

"Eh, Kir?"

Dion dengan refleks menegakkan pundaknya saat suara Teguh kembali terdengar dan menyebutkan nama perempuan yang sejak tadi mengusik pikirannya. Dion pikir, ada yang salah dengan pendengarannya. Tapi begitu ia mendongakkan kepala, Kira benar-benar ada di sana sambil memberikan sekotak air mineral kepada Teguh.

"Kata Anika lo nggak bakalan dateng," lanjut Teguh seraya menerima kotak air mineral tersebut.

Kira menolehkan kepalanya dan bertemu pandang dengan Dion. Lelaki itu sontak mengalihkan atensinya dan kemudian tersadar dengan hal bodoh yang—lagi-lagi ia lakukan.

"Thanks, Kir." ucap Teguh lagi. Kira tersenyum sambil membalas ucapan Teguh tersebut dengan tepukan ringan pada telapak tangan lelaki itu, seolah sedang menyemangatinya untuk pertandingan.

Senyuman yang terpatri di wajah Kira pun pudar. Gadis itu menghela napasnya sambil memandangi Dion. Kira tidak tahu bahwa Dion bisa bersikap sekeras kepala ini.

TentangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora