[5] Friend ... shit!

205 40 5
                                    

[ Ini semua hanya fiksi belaka. Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan karena cerita ini hanya berdasarkan imajinasi penulis semata.Tidak ada maksud untuk menyinggung pihak mana pun ]


***

Salah satu rumah yang ada di Distrik 11 terlihat ramai oleh petugas kesehatan dan polisi. Para warga sudah tidak terkejut lagi bila melihat kejadian ini. Sejak wabah ini menyerang ke seluruh distrik, suara sirine ambulans sudah seperti lagu lama di telinga para warga. Juga para petugas kesehatan dan polisi yang berkeliaran sambil memakai baju mirip astronot pun sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi seluruh penghuni distrik. Jangankan petugas kesehatan dan polisi, bagi warga yang ingin pergi ke luar pun wajib memakai masker untuk mencegah penularan.

Wabah yang dimaksud adalah wabah virus korona. Korona atau COVID-19 ini menyerang bagian pernapasan manusia dan penyebarannya yang sangat cepat. Gejalanya seperti batuk kering, demam, dan sesak napas. Mirip seperti flu tapi lebih kejam dan bisa menyebabkan kematian. Puluhan orang dari Distrik 1 sampai Distrik 20 sudah menjadi korban virus korona.

Virus korona membuat keadaan di seluruh distrik menjadi kacau. Orang-orang dilarang bekerja di luar dan anak-anak diwajibkan sekolah dari rumah. Keadaan ekonomi pun terguncang dan terjadi kerusuhan di mana-mana. Namun, para petinggi yang tinggal di Noran berusaha semaksimal mungkin mengembalikan keadaan menjadi normal. Membantu warga miskin dengan mengirimkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tak lama kemudian, beberapa petugas kesehatan keluar dengan brankar khusus pasien virus korona dan memasukkannya ke mobil ambulans. Orang yang ada di dalam brankar bernama Jung Eunha. Seorang wanita berusia 26 tahun yang tinggal bersama ibu dan adik perempuannya yang bernama Jung Eunbi. Tetangga Eunha tidak berani melihat keadaan secara langsung karena takut akan larangan polisi dan tertular virus. Mereka hanya bisa mengintip dari teras atau di balik jendela rumah dari pada membuat masalah dengan aparat.

Rosé juga melihat keadaan Eunha dari jendela kamarnya. Ia bisa melihat raut wajah tak berdaya Nyonya Jung dan Eunbi. Ruang gerak mereka semakin dibatasi karena harus menjalani isolasi mandiri. Dan juga kebutuhan sehari-hari mereka bergantung kepada pemberian pemerintah. Kini teman mereka hanyalah barang-barang eletronik, dan tentu saja itu tidak akan bisa membunuh kejenuhan dalam waktu yang panjang.  

“Virus sialan,” maki Rosé seraya menutup tirai kamarnya dengan kasar.

Rosé masih ingat, beberapa hari yang lalu Eunha mengeluh tentang tenggorokannya yang sakit. Rosé pun melarang Eunha pergi ke rumah sakit dan memintanya untuk pergi ke dokter saja. Rumor yang beredar di kalangan masyarakan membuat Rosé khawatir. Banyak orang yang mengatakan---baik secara langsung maupun di sosial media---bahwa banyak rumah sakit yang memalsukan data pasien. Dalam arti, pasien yang seharusnya negatif korona malah dinyatakan positif. Namun, dokter yang memeriksa Eunha melakukan tes virus korona dan mengatakan kalau Eunha positif virus korona. Akhirnya, mau tidak mau Eunha harus dibawa ke rumah sakit.

Drrrt …. Drrrt …. Drrrt ….

Ponsel Rosé yang tergeletak di atas nakas bergetar. Ada panggilan masuk dari Luda, sahabat Rosé.

“Halo,” sapa Rosé.

“Halo, Rosé. Bagaimana dengan keadaan di rumah Eunha?” tanya Luda.

“Mobil ambulans baru saja pergi,” jawab Rosé.

“Apakah Eunha akan baik-baik saja?”

Nada suara Luda terdengar sangat khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Luda, Rosé, dan Eunha sudah bersahabat sejak zaman SD. Kedua orang tua Rosé meninggal sewaktu dia SMP dan hak asuhnya diberikan kepada bibinya yang tak acuh. Hanya Luda dan Eunha yang selalu memberikannya perhatian. Bagi Rosé, Eunha dan Luda sudah seperti saudari kandungnya sendiri.

Historia La Munroses • Mingyu x RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang