02 - His Eyes

6.8K 1.2K 190
                                    

Lama-lama kutatap matanya, ada bayanganku di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lama-lama kutatap matanya, ada bayanganku di sana.
Bayanganku yang tengah jatuh cinta.

***

Jus jeruk dalam botol kemasan yang iklannya sedang gencar-gencarnya di televisi itu tinggal satu lagi di lemari pendingin pusat perbelanjaan. Terpojok, sendirian. Di sampingnya ada deretan jus jambu, ada lima buah.

"Kamu mau ngambil yang rasa jeruk? Kalau nggak, buat saya saja."

Aku rupanya sudah membuka pintu lemari pendingin ini cukup lama sampai-sampai ada yang mengajak bicara begini. Memang kebiasaanku juga, sih. Kadang aku malah salah fokus melihat susunan minuman yang rapi, atau menghitung ada berapa tingkat, atau cuma ingin ngadem saja.

Si pemilik suara lebih tinggi dari aku. Tubuhnya yang tegap dibalut kaus putih yang entah kekecilan atau memang menempel terlalu sempurna sampai aku bisa melihat bayangan dadanya yang bidang. Lengan blazer kotak-kotaknya digulung sampai siku. Dia menyisir rambutnya dengan jemari begitu aku mendongak.

"Yang itu?" Aku balik bertanya, padahal tahu jelas jawabannya. 

"Iya." Dia menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dariku.

"Suit dulu." Aku mengangkat tangan ke arahnya.

"Apa?" Dia tampak kebingungan, mungkin baru kali pertama diajak suit cuma buat minuman dingin.

Walau begitu, dia mengangkat tangannya juga. "Batu gunting kertas, ya?"

"Iya." Aku menjawab.

Dua orang dewasa mengundi nasib mereka di depan lemari pendingin dan laki-laki asing ini jadi pemenangnya. "Saya yang dapat jus jeruknya," ucapnya. 

Aku bergeser, membiarkannya mengambil apa yang dia inginkan. "Saya memang nggak begitu mau yang itu, maunya yang jambu."

Laki-laki ini memiringkan kepala, alisnya yang tebal itu hampir bertemu karena keningnya mengerut. "Terus, kenapa kamu ngajak saya suit?"

"Iseng aja, sih."

Lalu, dia tertawa. Matanya menyipit sementara dia memperdengarkan tawanya yang renyah itu.

"Saya duluan, ya." Aku mengambil jus jambuku, dia memberikan anggukan sebagai jawaban. Matanya belum juga memutuskan kontak dengan pandanganku. Seakan-akan dia tidak bisa melihat yang lain selain orang yang diajaknya bicara, mungkin itu kebiasaannya.

Itu memang kebiasaan Yatara. Dia memerangkapmu dalam tatapannya.

Aku menunggu seorang anak SMA di depan kasir yang menyerahkan dua es krim beda rasa dan sebuah sabun cuci muka. Deretan permen di rak kasir kupandangi satu-satu, mempertimbangkan diri perlu tidak kubeli yang rasa mint, kebetulan kerongkonganku memang agak tidak enak akhir-akhi ini.

Saat giliranku untuk membayar, kuambil permen tadi. Tadinya aku ingin membayar dengan aplikasi dompet digital ketika kusadari saldonya kurang, aku merogoh saku dan cuma ada selembar lima ribu rupiah. Aku belum mengambil uang tunai lagi.

"Biar saya saja yang bayar, sekalian dengan yang ini."

Suara itu datang lagi. Laki-laki yang suit denganku untuk sebotol jus jeruk memberikan satu-satunya belanjaannya kepada kasir. Tambahannya hanya sebungkus rokok mild.

"Nggak usah, saya bayar pakai kartu debit sa–"

"Mau suit lagi untuk menentukan siapa yang bayar?" Mata kanannya mengedip padaku, senyumnya tengil.

Dia balik menantang, jadi kuladeni saja.

Dia menang lagi.

Selembar uang seratus ribu sudah berpindah tangan. "Emang kebiasaan kamu ya, di dua langkah awal suit selalu kasih batu?"

Dia memperhatikan.

"Refleks aja, kayaknya." Aku menjawab asal, tidak sadar kalau itu bisa disebut sebagai kebiasaan.

Kasir pusat perbelanjaan ini mencuri lirikan ke arah kami dan tiba-tiba aku merasa berutang penjelasan. Namun, buat apa. Kami cuma sepasang asing yang kebetulan mau beli minuman karena haus.

Barangkali bukan kebetulan ketika aku sudah mengucapkan terima kasih, dia berjalan di belakangku dan berkata, "Saya belum makan malam, kamu mau ikut?"

Aku berbalik. "Buat apa?"

"Buat makan, biar nggak lapar. Sudah makan memangnya?"

"Belum."

"Kamu nggak terima ajakan saya?"

"Buat apa?" Pertanyaan itu keluar lagi dari mulutku.

"Masa kita perlu suit lagi?"

Kami makan berdua juga, ujung-ujungnya.

Iya, itu pertemuan pertamaku dengan Yatara. 

Semua berawal dari jus jeruk, suit, dan tatapan intensnya itu.

***

To be continued.

Instagram: bayupermana31_

***

Him ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang