Vendetta (Dendam)

62 9 21
                                    

Seorang gadis berusia 18 tahun tak sadarkan diri tengah terduduk di sebuah kursi kayu goyang dengan keadaan terikat, dibagian kepalanya terdapat luka akibat hantaman benda tumpul. 

Waktu terus berlalu, Gadis itu mulai menggerakan jari-jemarinya. "Mmm... Mmm?!?! Mmm?!" Gadis itu sadar bahwa mulutnya tengah dibekap dengan kain yang melingkari mulut hingga ke belakang tengkuknya.

 "MMM!!!" saat berusaha memberontak, Gadis ini merasakan sakit pada jarinya, tepatnya ibu jarinya. Ia berusaha untuk melihat keadaan ibu jarinya, dan yang Ia lihat adalah bagian telapak ibu jarinya telah tersayat-sayat. Bahkan Ia dapat melihat daging dibalik kulit yang hampir terpisah di ibu jarinya. Gadis itu kini terdiam menahan rasa sakit yang tak pernah Ia rasakan sebelumnya.

  "Ah, you're already wake up, Caroline...", seorang pria dengan tinggi sekitar 188 cm berjalan menghampiri si Gadis yang bernama Caroline itu. Pandangan Caroline mengikuti tubuh Pria kekar itu.

"Kau bahkan jadi lebih cantik jika terikat seperti ini", Pria itu mendekatkan wajahnya pada Caroline hingga mereka dapat mendengar deru nafas satu sama lain.

"Siapa sih dia?" ucap Caroline dalam hati.

"Dari tatapanmu sepertinya kau tak mengingatku ya, Caroline"

"Gimana mau tau, kau saja pakai masker dan topi!", Caroline mengerutkan keningnya.

Perlahan Pria itu melepas topi dan masker yang Ia kenakan, "How about now? *Ricordati di me?"

*Ingat aku?

Caroline terbelalak, sekarang Ia tahu siapa pria yang tengah berdiri di depannya ini. Genos!

"Sepertinya kau ingat", Genos kini tersenyum, senyum yang terasa aneh. Genos melepas ikatan kain yang membekap Caroline, "Nah, bicaralah sekarang..."

"Kau, kenapa melakukan ini padaku?!" Calorine langsung angkat bicara dengan nada tinggi,

"Pelankan suaramu, aku ini tidak suka perempuan berisik"

"Jawab saja!"

"Bagaimana bilangnya ya... Seperti yang kukatakan sebelumnya, kau itu cantik Caroline"

"Lalu kenapa? Memangnya salahku?!"

"Santai saja kau bukan yang pertama seperti ini kok..."

'Bukan yang pertama?' Caroline menyapu pandangannya keseluruh ruangan gelap ini, Ia tak dapat melihat apa-apa, jarak pandangnya terbatas karena cahaya yang tak cukup.

"Kau mencari yang lain ya? Di sini gelap pasti sulit untuk melihat, biar ku hidupkan beberapa lilinya", Genos mengeluarkan korek dari saku celananya dan mulai membakar sumbu lilin di beberapa tempat di ruangan ini.

Cahaya lilin mulai menerangi ruangan, menampakkan kebenaran akan yang dikatakan Genos. Ada sekitar 5 atau lebih ranjang pasien di ruangan ini dan di atas ranjang-ranjang itu terdapat gadis-gadis terbaring. Mereka tampak sudah tak bernyawa, itu yang dipikirkan Caroline.

"Apa yang kau lakukan pada mereka?!"

"Hanya membuat mereka jadi lebih cantik"

"Cantik apanya! Wajah mereka saja sudah remuk begitu!"

Genos melotot, Ia marah! 'Plak' Genos menampar Caroline, hal itu cukup membuat darah mengalir perlahan dari hidung mancung  Caroline.

"Ah hah hah kkkh", Caroline hanya bisa menerima tamparan itu, telapak tangan Genos lebih besar dan kuat dari telapak tangannya sendiri, kekuatan mereka terlalu berbeda.

"Dasar! Kalian para kaum hawa! Menurut kalian cantik itu wajah ya? Apa gunanya wajah mu bagus jika hatimu saja busuk!"

"Memangnya mereka melakukan hal buruk padamu? Jika kau melakukan hal ini berarti hatimu juga busuk!"

Short StoryWhere stories live. Discover now