Memendam hingga mengendap. Cinta berubah benci ketika dihadapkan pada sebuah peperangan. Siapa menyakiti siapa?
*
*
*Berdiri pada pijakan anak tangga paling atas pada aula terbuka, Zhang Xiao Fan menatap dari kejauhan seluruh prajurit bersama berbagai persenjataan perang. Semua berawal dari perasaan mengalah dan justru berakhir obsesi.
Feng Hao Xing hanya ingin mempertahankan apa yang sudah ia miliki selama beberapa masa. Ketika Tuan Besar Xie masih belum mau mengubah sikap, maka merebut wilayah adalah satu-satunya hal yang harus penguasa itu lakukan.
"Semua kemenangan hanya untukmu. Bisakah terus bertahan di sisiku agar tidak ada lagi orang yang menganggap remeh tentangmu?" Menepis jarak hingga dua bibir menyatu seiring tangis dalam diam, Raja Feng menarik si pemilik senyum manis dalam pelukan, lalu mengutarakan kabar menyenangkan sebelum menghadapi peperangan.
"Nyonya Zhang sudah tiba di paviliun barat. Tidak ada lagi yang membuatmu khawatir, bukan?" Feng Hao Xing melonggarkan pelukan, mengusap pipi, menatap sosok indah yang selalu sang raja puja hingga lupa dengan keberadaan selir yang lain.
"Kembali dengan selamat dan itu sudah cukup." Menuntun sang raja pada ciuman panas, tidak peduli dengan keberadaan para prajurit, Zhang Xiao Fan mencoba tetap tenang ketika dihadapkan pada kekasih yang tengah berada dalam kehidupan dan juga kematian.
Si pemilik senyum manis hanya mampu mengiyakan. Ia tidak menolak. Membantah, pun tidak. Meskipun rasa cemas lebih memimpin, tetapi dukungan harus pemuda manis itu berikan seraya menunggu kepulangan bersama kesetiaan besar.
"Aku milikmu dan jangan khawatir aku akan lari, Yang Mulia." Memeluk erat, melabuhkan gigitan gemas pada leher si pemilik netra abu hingga membuat sang penguasa membulatkan mata, Zhang Xiao Fan menunduk malu-malu seraya mengulum senyum.
"Kembalilah dengan selamat dan aku akan memberikan lebih." Sang raja mengibaskan jubah, meninggalkan sang ratu bersama harapan besar sebuah kemenangan. Si pemilik netra abu melihat untuk ke sekian kali ke belakang, memastikan sang kekasih dalam keadaan baik-baik saja sebelum keberangkatan.
Bolehkah aku mengakhiri kisah lama dan mencoba menjalani hidup yang seharusnya aku hadapi?
*******
Derap kuda memenuhi jalanan, si pemilik surai hitam tengah berlari dengan kencang. Seluruh prajurit memfokuskan penglihatan, melindungi sang penguasa kerajaan bersama panji-panji peperangan.
Tombak dan anak panah tengah berada pada genggaman. Padang gurun berukuran luas, menjadi tempat pertemuan dua kubu bersama senjata mematikan.
Jenderal Xie menunggu serta menggertakkan gigi. Ketika Zhang Xiao Fan memilih tetap singgah pada lingkar kerajaan sang lawan dan tidak mau kembali pada pelukan, maka pertumpahan darah adalah keputusan paling benar.
Menatap lurus, memaku pada sosok yang sangat Raja Feng benci. Ketika sikap pengecut telah melukai Zhang Xiao Fan hingga begitu dalam, maka menghancurkan adalah tujuan utama seraya mengambil alih kekuasaan.
Dua pemilikiran sama, tetapi memiliki ketegasan yang berbeda. Feng Hao Xing memiliki arogansi besar jika menyangkut luka pada hati sang kekasih. Si pemilik netra abu melakukan banyak hal dan tidak satu kali pun mengecewakan ketika keinginan telah dilontarkan.
Namun, pada lain sisi, cinta telah membuat Xie Yun serupa pemuda pengecut. Pemilik netra elang itu selalu mencari jalan pintas dan enggan menghadapi secara terbuka.
Tidak rela dan Feng Hao Xing memilih peperangan. Menghadapi pemuda yang minim ketegasan dan berbekal kekuatan atas perlindungan, tidak serta-merta memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pendamping yang layak. Xie Yun harus menelan pil pahit ketika Raja Feng menolak permintaan untuk membawa kembali si pemilik netra kecokelatan.
Berseru lantang, memberikan perintah untuk melakukan serangan. Ratusan anak panah memelesat bersama ayunan pedang dari beberapa penunggang kuda. Satu demi satu prajurit Xie Yun tumbang, menyisakan beberapa prajurit pengguna pedang. Darah menggenang di beberapa titik dan begitu juga sebaliknya.
Feng Hao Xing harus mati-matian mempertahankan keadaan yang kian memanas. Ia menebas tanpa kenal ampun. Tusukan benda berujung tajam telah menembus kulit bersama keinginan untuk segera menyudahi.
Kini, dua pemuda tampan itu saling berhadapan dan tidak lagi berada di punggung si pemilik surai hitam. Feng Hao Xing membuang jubah peperangan, mendekat bersama pedang yang kian erat berada di digenggaman.
Xie Yun melangkah bersama keinginan untuk menguasai. Ia menebas beberapa prajurit lawan yang berusaha melukai. Benda berujung tajam mengayun ringan, serupa gerakan dedaunan yang tengah berguguran.
"Tiga jurus dan semua berakhir." Jenderal Xie memosisikan pedang hingga berada di hadapan. Aura permusuhan begitu kentara. Ia menunggu reaksi si pemilik netra abu untuk melakukan hal yang sama hingga salah satu menyerah kalah ataukah mendapatkan kematian.
Gaduh dan teriakan para prajurit tidak menjadi hal yang berarti. Dua pemuda itu menghadapi kebencian bersama keinginan untuk segera mengakhiri. Beberapa anak panah mencoba menembus tubuh.
Mengayun kuat, menepis seraya mencoba melukai, benda berujung tajam sering mendekat pada permukaan kulit, memotong ujung rambut, menggores pada titik-titik tertentu hingga menusuk lengan salah satu dari dua pemuda itu.
Feng Hao Xing menahan perih, mengabaikan aliran darah yang tidak kunjung berhenti. Pergelangan tangan telah basah hingga sedikit kesulitan untuk menggenggam pedang.
Melihat ke sekeliling, tidak ada yang bisa ia harapkan ketika tumpukan mayat kuda dan para prajurit, tengah berada di beberapa titik serupa gundukan bebatuan.
Mencoba menetralkan napas, berusaha berdiri dengan benar, Feng Hao Xing telah berada di ujung batas. Pendamping Zhang Xiao Fan terengah-engah, berusaha untuk selalu membalas serangan meskipun sedikit kesulitan.
Satu serangan berhasil diluncurkan dan mengarah pada salah satu kaki sang jenderal. Raja Feng menatap netra sang jenderal ketika sama-sama mendapatkan tanda kekalahan.
Peluh menetes tanpa ada jeda. Penampilan tidak lagi menunjukkan tinggi kedudukan yang dimiliki. Semua terlihat berantakan, menyisakan aliran darah dan rasa nyeri ketika serangan semakin datang bertubi-tubi.
Tusukan dalam dari ujung mata pedang, tengah Feng Hao Xing terima. Ia memejamkan mata ketika bahu terasa perih hingga kedua ujung alis menyatu. Sang raja menyangga tubuh dengan pedang di genggaman ketika kedua lutut terasa lemas.
"Berakhir!" Mengayun kuat-kuat hingga mampu menghasilkan goresan pada leher sang penguasa kerajaan, pedang telah menorehkan tanda kemenangan pada tubuh Feng Hao Xing yang tengah tumbang sekaligus menyatu dengan permukaan tanah.
Netra terpejam perlahan, air mata mengalir tanpa Feng Hao Xing pinta, si pemilik netra abu meninggalkan tanah kelahiran bersama cinta besar. Sang penguasa telah mengingkari janji hingga meninggalkan luka yang tidak akan pernah bisa disembuhkan.
*******
Kenapa Yang Mulia Raja selalu baik?
Karena aku memiliki cinta tanpa batas, A-Xiao.
Bolehkah hamba mengutarakan satu permintaan?
Katakan.
Berjanjilah untuk selalu berada di sisi hamba.
Aku berjanji.
TBC.
