Bab 35

336 16 4
                                    

“Iya, Pak. Maafkan, saya. Waktu itu saya takut.”

Ucapan Jasmine menyadarkan Arjuna dari lamunannya. 

“Kamu takut dengan saya?” tanya Arjuna tidak percaya. “Jangan mengada-ada, Jasmine!” ucap Arjuna kesal.

Jasmine menggeleng sambil mengumpulkan keberaniannya untuk jujur.

“Saya takut dengan laki-laki,” ujar Jasmine dengan suara bergetar.

Arjuna tersentak. “Apa ada kejadian buruk yang pernah menimpamu, Jasmine?” tanya Pak Arjuna dengan raut wajah khawatir.

Jasmine mengangguk lalu mulai membuka dirinya. Ketakutan yang ibunya saja bahkan tidak tahu. “Pada saat itu usia saya sembilan tahun. Ayah tiba-tiba mengajak saya pergi ke taman bermain. Padahal selama ini setiap saya merengek minta diajak ke sana, Ayah selalu menolak dengan alasan tidak ada uang.”

Jasmine menghela napas. “Keluarga kami memang miskin dari dulu. Uang yang dihasilkan Ayah dan Ibu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi saya maklum kalau tidak bisa seperti anak yang lain, bisa pergi ke taman bermain ketika liburan sekolah.”

Jasmine memutar-mutar gelang kainnya. Sebetulnya dia merasa berat untuk mengakui luka batinnya. “Suatu hari, entah uang dari mana Ayah bisa mengajak saya ke sana. Saya sangat senang, Pak. Tidak terbersit di benak saya asal uang itu. Yang penting saya bisa ke taman bermain. Lalu pada saat sedang istirahat untuk makan, saya minta dibelikan boneka lumba-lumba. Lagi-lagi Ayah tanpa banyak kata langsung membelikannya.”

Raut wajah sedih mulai mewarnai wajah Jasmine. “Harusnya saat itu saya sadar kalau Ayah pasti sudah melakukan sesuatu yang salah hingga tiba-tiba bisa memiliki banyak uang. Dan, benar saja. Beberapa hari kemudian Ayah pergi dari rumah.”

Dada Jasmine terasa sesak seperti terhimpit benda yang sangat besar. “Ternyata Ayah terpincut seorang wanita kaya dan dia memilih untuk meninggalkan kami demi wanita itu.”

Jasmine mulai terisak. “Dunia saya runtuh saat itu juga, Pak. Ayah yang sangat saya cintai pergi begitu saja. Padahal Ayah berjanji akan membawa saya kembali ke taman bermain di ulang tahun saya yang kesepuluh. Tapi dia tidak pernah kembali untuk menepati janjinya.”

Jasmine mengambil tisu yang diulurkan oleh Arjuna. Dia membersit hidungnya sebelum lanjut bercerita. “Sejak itu saya jadi takut dengan yang namanya cinta. Saya takut untuk memberikan hati saya kepada seorang laki-laki. Saya takut mereka akan seperti ayah, yang bisa tiba-tiba pergi dan tidak kembali. Saya takut ditinggalkan. Saya jadi takut untuk mencintai.”

Jasmine manarik napas panjang. Akhirnya bagian terburuk sudah dia lewati. Entah apa yang Pak Arjuna pikirkan tentangnya nanti. Yang jelas Jasmine hanya ingin jujur.

“Itu sebabnya saya hanya ingin fokus kuliah supaya bisa bekerja menghasilkan uang. Saya ingin membahagiakan Ibu. Saya pikir saat saya sudah bekerja nanti, Ibu tidak perlu bekerja lagi. Hingga akhirnya hari nahas itu tiba.”

Jasmine menoleh dan memandang Arjuna tepat di matanya. “Hari di saat seseorang mengirimkan pesan senonoh kepada Bapak. Awalnya saya membenci Bapak yang sudah menghukum saya. Ditambah lagi sikap Bapak yang menyebalkan.”

Suara tawa keluar dari mulut Jasmine, yang diikuti oleh Arjuna.

“Iya, saya tahu memang saya menyebalkan,” ucap Arjuna sambil tertawa.

Melihat tawa Arjuna membuat Jasmine terpaku sesaat. Ketampanan Pak Arjuna naik berkali-kali lipat di matanya hingga membuat detak jantung Jasmine bertambah cepat.

Jasmine berusaha menenangkan debaran jantungnya sebelum lanjut bercerita. “Tapi lama-lama sikap Pak Arjuna mengubah pandangan saya tentang Bapak. Mulai dari Pak Arjuna yang menyelamatkan saya dari godaan Tommy. Lalu Pak Arjuna yang menemani saya mengambil data saat hujan. Dan yang paling membuat saya terkesan, janji Pak Arjuna yang selalu ditepati.”

Sebuah senyuman terbit di bibir Jasmine. “Pertama kali Bapak menemani saya mengambil data ketika hujan, saya pikir Pak Arjuna bohong saat bilang Pak Arjuna mau menyusul. Soalnya sampai saya selesai beberapa rumah, Pak Arjuna enggak ada kabar.”

“Saat itu saya kesulitan mencari parkir, Jasmine,” terang Pak Arjuna dengan suara lembut.

Jasmine mengangguk. Memang mencari parkir di hunian padat penghuni itu sulit. Apalagi ketika hujan. “Berikutnya saat saya hilang di mall, Pak Arjuna juga mencari saya,” ucap Jasmine malu-malu.

“Jantung saya sejujurnya hampir copot saat itu Jasmine. Saya kira kamu hilang. Tolong jangan begitu lagi besok-besok, ya,” ucap Pak Arjuna dengan tatapan lembut.

Jasmine mengangguk dengan wajah memerah malu.

“Kemudian Pak Arjuna bilang kalau Pak Arjuna tidak bisa kehilangan saya. Nah, saat itu saya langsung takut, Pak. Karena sebetulnya saat itu mungkin saya sudah menyukai Pak Arjuna. Makanya saya berusaha menghindari Pak Arjuna,” ucap Jasmine sambil meringis.

“Jujur saja saat kamu menjauhi saya, dunia saya seakan runtuh, Jasmine. Makanya saya berubah menjadi menyebalkan seperti dulu, supaya kamu nyaman lagi berada dekat dengan saya.”

Jasmine baru paham sekarang kenapa tiba-tiba Pak Arjuna berubah sikap. “Ternyata strategi Pak Arjuna memang berhasil. Hanya saja, saat itu hati saya sebetulnya sakit, Pak.” Jasmine diam sebentar. Wajahnya memerah. “Saya lebih suka sikap Bapak yang manis daripada yang dingin seperti dulu,” ucap Jasmine malu-malu.

Arjuna merasa gemas melihat tingkah Jasmine yang malu-malu seperti itu.

“Saya juga bahagia saat Pak Arjuna mengajak saya ke taman bermain. Saya hanya pernah ke sana bersama Ayah sekali. Hanya saja saat Pak Arjuna menyatakan perasaan, ketakutan saya langsung muncul. Itu sebabnya saya menolak Pak Arjuna.”

“Dan, itu menghancurkan saya, Jasmine. Kamu tahu sesungguhnya perasaan ini juga menakutkan bagi saya. Bahkan dulu perasaan saya ke Cindy tidak sedalam ini.”

“Cindy?” tanya Jasmine dengan kening berkerut.

“Iya, perempuan yang pernah bersama saya di kafe. Juga yang  pernah saya bawa menemui kamu dan Nara.”

Oh, perempuan itu. Rasanya hati Jasmine kembali berdenyut nyeri. Bayangan Pak Arjuna yang tertawa-tawa bersama perempuan itu membuatnya sebal. “Kalau Pak Arjuna menyukai dia, mengapa Pak Arjuna menyatakan perasaan kepada saya?” tanya Jasmine yang tanpa disadarinya terdengar sedikit ketus.

Pak Arjuna tersenyum kecil melihat sikap Jasmine yang seperti cemburu. “Dulu, tapi sekarang sudah enggak, Jasmine. Lagian dia juga sudah mau menikah dengan orang lain. Kemarin itu saya memang sengaja mengajak dia ke kantin untuk melihat reaksi kamu.”

Jasmine jadi malu sudah terjebak akalnya Pak Arjuna.

“Saya sudah hapal kebiasaan kamu yang duduk bersama Nara di kantin pagi-pagi untuk sarapan. Kadang Arga juga ikut bergabung bersama kalian, kan?” tanya Pak Arjuna dengan nada sedikit kesal. “Saya enggak suka dia suka comot-comot bekal kue tradisional buatan kamu. Saya saja cuma pernah dibagi sekali.”

Jasmine tertawa melihat tingkah Pak Arjuna yang tidak mau kalah dengan Kak Arga. Seperti anak-anak saja. Padahal usia sudah mau 30 tahun. “Iya, nanti setiap hari saya bawain spesial buat Pak Arjuna, deh. Biar Pak Arjuna enggak kalah sama Kak Arga.”

Arjuna tertawa mendengar kata-kata Jasmine. Dia malu sendiri tertangkap basah cemburu dengan Arga.

Arjuna mengambil kedua tangan Jasmine lalu menggenggamnya lembut. Dia lalu menatap tepat di mata Jasmine. “Jadi, Jasmine. Apakah kamu betul menyukai saya?”

















Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now