Niat Buruk

8.2K 759 57
                                    

Aku pun menghampiri Mas Fajar, meskipun langkah kaki ini terasa berat. Bagaimanapun, ini semua demi anak-anakku. Agar mereka tidak curiga ada sesuatu yang terjadi.

"Nah gitu dong, jangan malu-malu," ucap Wawan.

"Mas," sapaku dengan senyum mengembang.

"Ada apa, Mur?" Mas Fajar sepertinya curiga dengan sikapku.

"Gak ada apa-apa, Mas," balasku, seraya duduk di sofa.

"Bapak ke luar dulu, Jar." Bapak dan ibu mertua, serta Pak Endi pergi ke luar kamar.

Dari sofa, aku terus memandangi anak-anakku yang terlihat senang. Sesekali kuperhatikan Mas Fajar mencuri-curi pandang padaku.

"Bapak udah boleh pulang sekarang?" tanya Wawan.

"Belum, Wan. Tadi dokter udah ke sini. Paling cepet lusa baru boleh pulang," balas Mas Fajar.

_______

Kriet!

Pintu terbuka. Mas Firman dan Ustad Khaidir datang. Bergegasku bangkit, menyapa mereka. Dalam hati berharap, tidak ada pembahasan tentang pesugihan di depan anak-anakku.

Kedatangan mereka tidak begitu lama. Setelah mengobrol sebentar dengan Mas Fajar, mereka pun pulang.

"Wan, udah mau jam lima, sholat ashar dulu," ucapku.

"Astaghfirullah, Wawan sampe lupa, Bu. Saking senengnya liat bapak," balasnya.

Aku dan Wawan pergi ke mushola.

________

Sekembalinya dari mushola, terlihat ibu dan bapak mertuaku sudah duduk di samping Mas Fajar.

"Mur, itu tangan Rima kenapa?" tanya Mas Fajar.

"Waktu main di ruang tengah, gak sengaja nabrak rak kaca," balasku.

"Rama yang dorong, Ayah!" timpal Rima.

"Rama jangan begitu. Bahaya. Nanti kalau adek kenapa-napa gimana?" Mas Fajar menegur Rama.

"Bukan Rama, Ayah. Perempuan jelek yang dorong Rima," balasnya.

"Perempuan jelek siapa?"

"Mukanya jelek, banyak darahnya," jelasnya.

Mas Fajar melirik ke arahku, begitu pula Wawan.

"Rama cuman salah liat, Mas," ucapku.

"Gak, Bu," elak Rama.

"Udah-udah, yang penting sekarang Rima gak kenapa-napa." Ibu mertuaku memotong percakapan kami.

_______

Kutatap jam di ponsel, sudah menjelang magrib. Daritadi Mas Fajar sedang asik mengobrol dengan Rama dan Rima.

"Udah sayang, ayahnya harus istirahat," ucapku seraya menghampiri Rama dan Rima.

"Yah .... ibu," protes Mereka berdua.

"Besok ke sini lagi."

"Gak apa-apa, Mur," ucap Mas Fajar.

"Iya, namanya juga anak-anak. Kangen sama bapaknya, kok malah diajak pulang," sahut Ibu mertuaku.

"Kan, besok anak-anak masih sekolah, Bu," balasku.

"Bisa nanti, Kan, pulangnya. Satu atau dua jam lagi."

Aku memilih diam, tak mau menanggapi ucapan ibu mertua.

Adzan magrib berkumandang, bergegas aku pergi ke mushola. Tanpa sadar, di belakang, ada Wawan yang membuntuti.

"Bu, tunggu," panggil Wawan sambil berlari kecil.

Berhaji Dengan Uang PesugihanWhere stories live. Discover now