Selesai Satu

9 3 0
                                    

"Sudah bangunin tidur siang ... kalau bukan karena hal penting ... aku tabok kamu sam---," belum selesai bicara, mulut Baskoro sudah ditimpuk dengan sebuah amplop besar berwarna cokelat.

Setelah mendengus pada Wayan, Baskoro membuka amplop dengan sabar, Komar ikut mencondongkan kepala penasaran dengan isi amplop.

Sebuah foto bagian depan rumah Komar dan kertas kecil bertuliskan 'JANGAN DIAM SAJA, BOCAH! BANTU TEMANMU!', yang mengejutkan adalah keberadaan Bela yang nampak sedang membuka pintu rumah itu, wajahnya menghadap ke belakang seperti sedang celingukan. Sepertinya foto itu diambil dari kamera CCTV karena terdapat tanggal dan waktu.

"Wah ... sangar juga Tank kita." celetuk Baskoro melihat catatan di kertas.

"Lihat tanggal dan waktunya, kemarin jam setengah 2 siang bukannya kita sedang main di rumah Komar?" Wayan mengira-ngira apa yang dilakukan Bela di rumah Komar.

"Benarkah? Aku juga ... ikut?" Setelah mengatakan itu, Baskoro malah mendapat tabokan keras di pantat, karena tinggi badan Komar yang jauh lebih pendek.

"Ka-kamu 'kan malah tidur, Baskom."

"Hm, tidur, ya?" Semua mata menatap Wayan yang sedang berpikir. "Bisa saja Bela ambil sidik jari Panji pas kita semua tidur di rumah Komar, benar? Bisa jadi bukti ini."

"Ss-sejak kapan ada CCTV d-di depan r-rumahku?" Komar menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak pernah terpikirkan kalau warung hampir bangkrut di depan rumahnya punya CCTV.

"Emang apa, sih, yang selalu kamu perhatikan? Main aja kerap buta map*," Wayan mencibir.

Setelah lama merayu pemilik toko depan rumah Komar, akhirnya potongan CCTV sebagai bukti berhasil didapatkan.

"Ini saja kurang gak, sih? Bisa saja Bela beralasan mengembalikan barang atau kebohongan lain lagi." Wayan mendesah frustrasi.

Tiba-tiba Baskoro teringat sesuatu, ia membuka hasil permainan EmEl kemarin malam.

"Oh, iya benar! Kita main sampai hampir tengah malam, ada tanggal dan waktu main di sana. Wah ... kini bukti yang kita punya sudah sempurna! Pasti berhasil. Mau ngelak apa lagi si Bela Duck, hah?"

Komar bertepuk tangan ikut senang.

"Semoga saja ... cepat selesai, kembali seperti semula." Mata Baskoro menyipit, tampak tidak yakin saat mengetahui siapa yang akan mereka hadapi sesungguhnya.

"Omong-omong, Tank tahu dari mana kalau Panji difitnah tersangka pencabulan? Langsung dapat bukti secepat itu pula. Siapa Tank ini sebenarnya?"

"Kenapa menanyakan sesuatu ... yang sudah kau ketahui jawabannya?" Mata Baskoro memandang tak fokus ke kejauhan. "Dia ... tidak pernah mau memberitahu sedikit pun identitasnya. Suara samaran ... seperti kodok terjepit di speaker saat main itu ... sungguh membuatku jengkel."

OoO

Orang yang punya kekuasaan bahkan bisa membuat orang lain menjilat hanya untuk bisa mendapatkan nama dan rasa aman. Pelayanan di kepolisian contohnya.

Kasus Bela begitu masuk kantor polisi, dengan bukti samar dan sedikit drama bisa langsung diproses dengan mulus. Sementara bukti-bukti tidak bersalah Panji, yang sudah jelas kebenaran dan kecocokan waktu pun masih juga diragukan. Apa pihak kepolisian juga takut pada orang yang berkuasa?

"Maaf sebelumnya, Pak. Tapi mana mungkin main game sambil skidipapap? Bahkan itu sulit dibayangkan." Walaupun dengan nada sopan, tapi Wayan mengatakannya dengan ekspresi kesal yang bukan mencerminkan anak sekolah.

Sepulang sekolah, Wayan, Komar dan Baskoro mendatangi kantor polisi lagi dengan semangat, agar nama Panji tidak semakin buruk.

Orang tua Panji tidak bisa diandalkan sepenuhnya seperti orang tua pada umumnya. Keduanya sibuk bekerja untuk kebutuhan hidup dan biaya sekolah Panji. Karena itu, jarang berkomunikasi membuat hubungan keluarga tidak terlalu harmonis.

Bisa saja kekhawatiran teman-temannya melebihi kekhawatiran orang tuanya. Tidak bisa dielak, bagi Panji sendiri, ketiga temannya bukan hanya sekedar teman sekolah dan main, tapi sudah ia anggap keluarga.

Setelah pembicaraan yang cukup lama, akhirnya Panji dibebaskan tanpa syarat. Walau sedikit kecewa karena balas dendamnya pada Bela batal, tapi Panji tetap bersyukur dengan usaha teman-temannya.

"Dibantu Tank?! Tank yang itu?" Ketiga temannya mengangguk. "Bagaimana bisa? Wah, dia orang yang hebat ternyata, gue harus berterima kasih padanya nanti."

Kembali ke sekolah, walau namanya sudah bersih, pandangan orang pada Panji tetap saja masih buruk, tapi ia tenang karena masih ada yang di sisinya. Bela juga sudah masuk sekolah seperti biasa, seolah-olah tidak mengalami kejadian apa pun.

"Wah, inikah kekuatan calon bupati? Hebat!" seru Wayan melihat Bela dan rombongannya lewat.

"Karena kesalahpahaman, kasus ditutup. Semudah itu mengurusnya? ck," Panji berdecak kesal.


Buta map= tidak memperhatikan peta, fokus sendiri.

BengalWhere stories live. Discover now