Chapter 8

9.4K 934 43
                                    

"Ji, saya tunggu di office."

Aku menghela napas panjang, kemudian memutuskan panggilan tersebut. Dengan langkah yang berat, aku mulai melangkah menuju lift yang akan terhubung langsung ke lantai 17. Sementara itu aku dan Kayla berpisah di lift yang berbeda. Berhubung kami baerdua berada di gedung yang berbeda.

Sebenarnya tidak ada masalah antara aku dan Kean. Dia juga memiliki jiwa leadership yang tinggi, profesional, dan sangat pekerja keras. Setiap kegagalan yang dia alami akan terus dia lakukan riset dimana letak kegagalannya. Kean akan terus memperbaiki dan berusaha untuk menjadikan kegagalannya itu sebagai kegagalan terakhir. Yups, dia memang sangat ambisius.

Tetapi di sisi lain Kean memang seorang womanizer. Setiap kata yang keluar dari mulutnya akan memikat kaum hawa. Padahal kata-katanya terkesan biasa saja, tetapi itu bisa membuat mereka terbuai. Jangankan kepada target perempuannya, klien laki-laki saja bisa luluh setelah mendengarkan kelihaian lidahnya dalam berkata-kata.

Back to topic. Pintu ruangan Kean terbuka lebar. Akun mangetuk pintunya terlebih dahulu sebelum si tuan mengizinkan masuk. Dia menolehnya dan menyambutku seperti biasanya. "masuk Ji!"

Aku pun masuk setelah mendapatkan izin. Kean tidak keberatan jika aku meminta ruangannya untuk terbuka lebar. Tak lagi dia menanyakan perihal alasannya. Keterlaluan sekali jika dia masih bertanya alasannya mengingat aku menjadi asistennya selama lima tahun ini.

"Bisa saya bantu?" tanyaku mengawali.

Kean mengalihkan fokusnya dari laptop. "Kamu udah buat janji bareng Pak Andrew?" tanyanya.

Aku menggigit bibir bawah, jari jemariku saling meremas rok plisket yang aku gunakan.

"Belum, Pak ... akan saya hubungi sekretaris beliau sekarang." jawabku dengan tegas.

"Okay, saya mau secepatnya Ji. Kita harus menangin tender itu." katanya bersemangat.

Aku mengangguk patuh, "baik Pak, ada lagi?"

Kean mengatakan tidak dan aku kembali ke meja kerjaku. Namun baru saja dua langkah aku di ambang pintu, Kean kembali menghentikan langkahku. Dan aku terpaksa kembali menghadapnya.

"Nanti malam jam 7 Zaskia mengundang kamu di acara tasyakur atas wisudanya. Abimanyu juga diundang," dia menjedanya lalu mengalihkan pandangannya ke layar laptop di depannya.

"Mobil saya masih kosong kalau kamu mau." sambungnya sangat pelan.

Tubuhku tiba-tiba mematung di hadapannya, memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan.

"Saya akan meminta izin Ayah saya lebih dulu," kataku.

"Silakan," balasnya.

Sambil berpikir aku pun memutuskan pamit keluar dari ruangan itu. Dengan sedikit ragu aku mengajukan sebuah pertanyaan kembali, "saya boleh datang dengan Abang saya?"

Spontan Kean mengalihkan pandangannya kepadaku, "no prob," jawabnya singkat.

Aku pun keluar dari ruangannya. Hatiku masih ragu, akankah Ayah memberi izin untuk aku bisa keluar rumah malam-malam? Jawaban paling minim Ayah mengizinkanku tetapi harus tetap diseratai Bang Umar. Yang jadi pertanyaan, apakah Bang Umar mau mengantarku?

Cukup lama aku bergulat dengan kebimbangan itu. Sekarang saatnya aku fokus kembali pada pekerjaan yang menanti. Ada banyak amplop surat yang sudah di distribusikan oleh pihak ekspedisi yang langsung ditaruh di dalam letter holder. Aku langsung mengsortir sesuai dengan prosedur first in first out, dan sesuai dengan tingkat kepentingannya.

Cuti ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang