Chapter 24

6K 665 56
                                    

Hampir setengah jam kedua insan itu saling diam. Jatah bertemu yang diberikan hanya satu jam. Namun Kean tak kunjung membuka percakapan di setengah jam terakhir. Wajah pucat perempuan yang duduk berhadapan dengan Kean memandang ke arahku tanpa ekspresi apa pun. Awal aku bertemu dengannya, senyum ramah yang tercetak di bibirnya sebagai sambutan darinya. Bang Umar berdiri tepat di belakangku. Sementara di belakang Kean ada Shezan dan juga Abimanyu.

Situasi yang sulit untuk keduanya. Entah berapa lama mereka tidak berjumpa. Sehingga keduanya terkesan kaku. Saling menautkan jari masing-masing dengan sibuk atas pikiran masing-masing. Tiga puluh menit disia-siakan begitu saja. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari keduanya. Memang situasi ini akan sangat sulit untuk mereka berdua. Terlebih keduanya pernah saling mengenal baik, saling berbagi perasaan, namun harus terpisahkan sebuah peristiwa yang fatal. Tapi bukan berarti keduanya tidak bisa saling membuka diri untuk saling memaafkan. Bagaimana pun peristiwa itu telah terjadi, keduanya sama-sama mendapatkan pelajaran hidup yang berbeda. Tapi bukan berarti dendam itu akan kembali mereka hidupkan.

"Ehemm ... thirty five minutes have passed." pancing Shezan tiba-tiba berbicara.

Kean menegakkan tubuhnya. Kulihat dari samping rahangnya mengeras. Sementara perempuan di depannya hanya menunduk yang aku definisikan sebagai garis penyesalan.

"Okay ... done. Kita pulang!" tiba-tiba Kean berdiri.

Kontan aku dan yang lainnya-termasuk Zafina-terkejut. Shezan mencoba menahan lengan Kean, yang langsung direspons dengan tatapan tajam dari Kean. membuat siapa saja akan bergidik ngeri. "Finished." ujar Kean dengan tegas.

Beberapa di antara kami tak berani mencegahnya, hingga Kean berjalan melewati aku dan yang lainnya.

"Tunggu ..."

Seseorang berkata lantang. Langkah Kean ikut terhenti seketika aku dan yang lainnya menatap pemilik suara. Zafina ikut berdiri sambil berurai air mata. Kedua tangannya mengepal kuat dengan tubuh sedikit bergetar. Kean hanya memandangi Zafina dari posisi dia berdiri. Dia enggan beringsut dari sana.

"Maafin ... aku ... Kean," kata Zafina dengan terpotong-potong.

Beberapa detik Kean hanya berdiri mematung. Matanya menajam pada Zafina yang semakin menunduk. Hingga wajah perempuan itu sulit terlihat lagi.

Kean mendengus tertawa sinis. Perlahan dia melangkah kembali ke arah kami yang juga ikut berdiri. "Maaf?" ulang Kean dengan nada sinis.

"Kean, aku tahu ... aku sama Mama salah. Tapi apa kamu pikir semuanya itu kesalahan kami? Apa kamu gak mikir kesalahan Mama kamu sendiri seperti apa? Gak cukup kah hukuman ini membuat kamu berhenti membenci aku sama Mama?

"Kamu gak mikirin, sebelum kejadian itu setiap hari aku harus liat Mama nangis gara-gara Mama kamu. Setiap hari aku harus liat Papa nyiksa Mama gara-gara Mama kamu. Gak kan? Kamu gak mikirin itu? Karena yang diputar di otak kamu itu cuma kesalahan aku sama Mama.

"Satu lagi ... kalau kamu dendam sama aku cukup kamu benci sama aku. Jangan menyakiti perempuan lain di luar sana." umpat Zafina dengan lantang.

Kontan Kean mendongakkan kepalanya menghadap ke arah Zafina. Kean menyunggingkan senyum asimetrisnya. "Tahu apa kamu tentang aku?" tantang Kean.

Zafina tertawa getir, kedua tangannya menghapus sisa air matanya sendiri.

"Kamu pikir aku gak tahu, huh?" bentak Zafina tak mau kalah.

"Semua kebrengsekan kamu aku tahu, Kean. seburuk itu kah aku di mata kamu Kean? untuk apa dendam kamu ke aku dibalaskan ke perempuan-perempuan di luar sana?" lirih Zafina dengan suara parau.

Cuti ✔️Where stories live. Discover now