VI - Scar

150 27 1
                                    

'Pria ini ternyata masih belum menyerah rupanya'
"Pesanannnya tuan, apa seperti biasa?" Petra memaksakan diri untuk tersenyum.

"Levi saja. Ya. Ada waktu nanti sore?" Levi menatap mata Petra, masih mencoba berharmonisasi. Tatapan tajam Levi membuat Petra melunak seperti mengatakan pemilik mata itu memang begitulah adanya. Buru-buru Petra menatap tab kasir.

"Maaf, aku punya janji dengan temanku. Kalau tidak keberatan, setelahnya bagaimana? Ada hal yang ingin saya tanyakan juga" semenjak Petra membaca buku pemberian Zeke. Petra makin merasa aneh dengan mimpinya. Seperti tercampur dengan ingatan seseorang.

"Ini nomorku, kabari untuk jam pertemuannya" Levi memberikan kartu namanya.

Petra menyimpan dalam saku bajunya "Baiklah. Mohon ditunggu pesanannya" Petra berbalik menuju station menyiapkan teh.

Petra sekarang merasa gugup. Jantungnya berdegup kencang pada seseorang yang ia kenal baru tiga hari. Hanya perasaan ini tidak asing ia rasakan dan terasa benar. Seperti efek Rashomon, perasaan yang terlihat benar adanya hingga tidak bisa membedakan letak kebenarannya. Mungkin.

Tiba-tiba dari tangan kanannya muncul bayangan bekas gigitan di dekat ibu jarinya. Petra tersentak kaget hampir melepaskan pegangan teko. Memercikkan sedikit tetesan air panas mengenai tangannya dan lantai.

"Hati-hati, Petra. Kau bisa cedera nanti. Oluo, tolong gantikan pekerjaan Petra sebentar" Elisa yang disebelahnya khawatir, tampak wajah Petra yang pucat pasi.

"Tidak, tidak apa-apa kak. Aku mungkin hanya anemia" Petra sambil memijit pelipisnya.

"Kau istirahat dulu saja Petra. Sini aku bantu kamu ke ruanganku" Elisa memegang lengan Petra menuntun ke sofa panjang di ruangannya. Petra menerima obat penambah zat besi dan segelas air yang diberikan Elisa.

Elisa duduk di samping Petra mulai bertanya, "Petra, apakah ini ada kaitannya dengan ingatanmu? Eld sudah cerita kepadaku tentang masa lalu kita saat masih di Paradis"

"Iya, mungkin. Tapi kalian menamai cafe ini Paradis berarti sudah lama kalian mengingat kejadian itu?"

"Tidak Petra, kami menamainya karena kami menyukainya tapi bila dikaitkan saat ini. Ternyata itu adalah dari ingatan kami. Kami mengetahuinya semenjak Levi datang ke cafe. Dan Levi menjelaskan tentang teori metronome pada Eld"

"Kami merasa bersyukur, takdir kejam yang kita dapatkan dulu kini bisa kita ubah dengan bahagia. Saling terhubung dengan semua orang yang di masa lalu dengan senyuman. Kau juga termasuk di dalamnya Petra. Aku bisa mengingatmu saat itu kau hadir di pesta pernikahan kami. Kau berdansa dengan .." Elisa menghentikan ucapannya karena melihat Petra yang terdiam dengan wajah yang menunduk.

Petra tak mengingatnya. Di masa sekarang, Petra bertemu Eld dan Elisa yang sudah menjadi suami istri pemilik cafe. Mana tau tentang acara pernikahan mereka. Petra hanya bisa menghela napas "Maaf Elisa, aku masih belum mengingatnya"

Elisa memeluk Petra, "Maafkan aku yang terlalu memaksakan untuk mengingat"

Petra menggeleng pelan, "Aku sudah tidak apa-apa kak. Aku kembali bekerja"

--

Petra merasa baikan dan jam kerjanya sudah selesai. Petra pamit kepada Elisa meski di raut wajahnya masih ada kekhawatiran "Benarkah tak perlu kami antar ke rumah?"

"Aku tidak apa-apa kak, lagipula aku sedang ada janji ke temanku"

"Hey, bilang padanya untuk tunda dulu, wajahmu masih pucat begitu" sambil mengelus pipi Petra

Petra tersenyum agar Elisa tak khawatir "Sepertinya dia sama seperti kita. Dia bisa menjelaskan kejadian masa lalu dan memiliki buku tentang itu. Bisa jadi ini bisa membuatku mengingat aku di masa lalu. Lagipula aku sudah penasaran banget"

"Hm, baiklah. Kabari kami kalau perlu sesuatu". Petra melambaikan tangan ke Elisa dan menuju mobilnya yang diparkir di sebelah cafe

--

Petra dan Zeke janjian di perpustakaan umum LA, tempat ayah Petra bekerja. Perpustakaan ini sangat klasik dengan langit-langit yang tinggi di sertai kubah dan chandelier, lantainya yang masih berbahan marmer, dan terdapat mural di sekeliling langit-langit hall sampai ruang baca yang digambar dari pertengahan tahun 1920an sampai 1980 oleh tangan-tangan artist. Membuatnya terlihat artistik, berkelas dan berbeda dengan semua perpustakaan yang nampak membosankan.

Zeke sedang membaca buku menunggu Petra datang di kursi yang sama setiap kali mereka berkunjung. Petra dengan mudah menghampiri Zeke di sudut ruangan baca dekat jendela. "Buku pemberianmu membuatku pusing hari ini dan hampir membuatku celaka", ucap Petra dengan suara pelan.

"Celaka bagaimana? Kamu nggak apa-apa? Kenapa masih memaksa kesini" Zeke khawatir dan mengamati Petra dari ujung kepala hingga kaki

"Aku nggak apa-apa, tadi hampir saja terkena air panas sewaktu membuat pesanan di cafe" ucap Petra sambil mengibaskan tangan kanannya dan duduk di sebelah Zeke.

Zeke menghela napas, "Bagaimana ceritakan padaku apa yang kau ingat akhir-akhir ini tentang masa lalu?" Zeke menghadapkan tubuhnya ke arah Petra

"Sebentar, aku yang tanya duluan. Sejak kapan kau sudah mengetahui kejadian masa lalu itu?" tatapan Petra menyelidik. Meski sejauh Petra mengenal Zeke, tidak pernah Zeke membahas hal ini. Apakah Zeke sengaja menyembunyikan darinya.

"Apakah kau siap mendengarnya? Kemungkinan kau akan merasa lebih pusing karena ada sesuatu yang bertolak pada dirimu" jawab Zeke sambil menepuk kepala Petra pelan

"Eh? Kenapa bisa begitu? Apa hanya aku saja yang mengalami seperti ini?"

"Satu-satu dulu. Itu karena.." pembicaraan Zeke terputus karena bunyi HP Petra yang berdering menandakan panggilan masuk. Ia lupa senyapkan notifikasi saat masuk ke perpustakaan, hingga membuat semua pengunjung memandang mereka tajam.

Petra segera meraba HP di saku celananya dan mematikan sementara tanpa melihatnya. "Zeke, sepertinya kita perlu bicara di luar saja. Daripada disini jadi pusat perhatian"

"Lain kali saja Petra. Aku belum yakin dengan responmu. Aku tidak mau orang-orang disini akan menatapku curiga disangka aku menghipnotismu" jawab Zeke sambil terkekeh

"Kalau begitu beri aku buku semacam ini biar aku baca dulu di rumah" Petra menyerahkan buku pemberian Zeke kepada pemiliknya namun disodorkan kembali ke Petra. "Tidak usah, itu jadi milikmu"

"Sekarang mana buku puisiku? Apa-apaan aku jadi terus menunda tugasku" wajah Petra berubah menyeramkan dengan menyipitkan mata

"E-eh itu, kita cari disini saja ya. Kan mumpung di perpustakaan. Hehe" jawab Zeke terkekeh sambil menyentuh daun telinganya.

"Dasar"

--

Jam menunjukkan pukul 18:00

Levi masih berkutat pada laporan sesekali melirik HPnya dengan gusar. Levi bukan tipe yang sering mengecek HPnya setiap saat. Hanya pada pekerjaan barulah ia akan tanggapi. Tapi tak ada panggilan bahkan notifikasi pesan dari seseorang yang ia tunggu membuatnya frustasi. Sepertinya yang ditunggu benar-benar lupa.

Levi memanggil Gunter, apakah dia memiliki nomor yang bisa ia sambungkan.

Alih-alih telepon darinya diangkat, adanya diputus dari seberang. Levi jadi mendengus kesal. 'Tch. Dimana dia'

MetronomeWhere stories live. Discover now