XXI - (Un)told Story

142 24 7
                                    

Levi duduk termenung di tepi ranjang. Ia sudah membersihkan darah dan debu di tangannya. Pikirannya masih terngiang-ngiang kejadian barusan. Masih ia rasakan Petra bersimbah darah di tangannya saat menggendong Petra naik masuk ke ambulans. Lagi-lagi ia gagal melindunginya.

Dering di ponselnya membuat Levi tersadar dari lamunannya. Tertera tulisan 'Ibu' di layar ponselnya, kalau bukan dari beliau Levi tidak akan mood untuk mengangkat, "Halo bu"

Suara dari seberang tampak khawatir, "Bisakah Levi kesini, ada yang ingin ibu sampaikan"

"Baik bu"

--

Kuchel menyambut putranya dengan pelukan. Kuchel paham dengan perasaan anaknya yang kini masih kalut. Melihat luka di tangan putranya, Kuchel mengambil kotak P3K di dapur dengan cepat dan membalut lukanya sambil berucap, "Ibu pernah bertemu Petra sebelum ini"

Levi mengangkat kepalanya sebenarnya merasa heran, ia belum pernah menceritakan sesuatu terlebih menyebutkan nama Petra di hadapan ibunya. "Bagaimana ibu bisa tau Petra?"

--

Kuchel tau di balik pintu itu adalah putranya karena hanya dialah yang bisa memasuki ruangan ini. Tidak sepenuhnya ruangan, seperti dimensi dimana lapang yang berumput, ada semak dan bunga, angin yang berhembus lembut, cukup terang seperti sedang di luar tapi tidak panas, dan ada satu pohon besar di tengah. Kalau bisa dibilang adalah gambaran kecil dari surga.

Wajah Levi sedikit terkejut dengan gambaran ini, karena mungkin aneh baginya. Diluar tampak menara jam tua yang sempit tapi di dalamnya sangat luas dan indah.

"Sudah lama tak bertemu, anakku Levi" Kuchel memeluk putranya yang amat ia rindukan. Ada penyesalan di dalam dirinya yang meninggalkan Levi yang masih kecil dan sekarang Levi sudah dewasa. Tumbuh seperti pria sejati dengan badan tegap, mata yang tajam dan berkantung, rahang yang tegas, dan kulitnya yang bersih. Sepertinya dari ajaran dirinya yang suka kebersihan meski mereka tinggal di bawah tanah yang kumuh.

"Ini dimana?" tanya Levi yang masih tertegun.

"Hmm entahlah. Ibu sudah disini lama"

"Syukurlah ibu mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya"

"Ya, Ibu sudah diampuni oleh Tuhan dari kesalahan dan dosa ibu sebagai pelacur karena Ibu menantikanmu hidup didalam perut Ibu, melahirkanmu dan merawatmu dengan penuh kasih sayang. Tapi rasanya tidak lengkap, karena tidak ada putraku"

Levi menyadari kalau dirinya mendapatkan kehidupan yang gelap dan kejam, bukan seperti ini.

"Kau pasti melewati kehidupanmu dengan berat, Levi. Sudah saatnya kau lepaskan itu semua"

"Bagaimana ibu tau?"

"Itu ada teman perempuanmu yang sering bercerita pada ibu" Kuchel menunjuk pada wanita berambut coklat kemerahan yang sedang berdiri membelakangi mereka memandangi pohon besar. Tapi Levi bisa tau kalau itu adalah Petra yang ia cari.

"Namanya Petra, dia ramah dan baik pada ibu. Dia menceritakan semua yang kau alami di dunia. Ternyata anak ibu ini ada yang memperhatikan" ucap Kuchel kini tersenyum ke arah Levi.

"Iya bu, Levi harus mengajaknya keluar dari sini"

"Tunggu. Petra tak bisa keluar dari sini"

"Kenapa?"

"Nanti kita bisa bertemu lagi, Levi. Tidak disini" Kuchel mengajak anaknya keluar melewati pintu untuk pertemuan indah di kemudian hari.

--

"Petra dan ibu berdoa pada Tuhan agar kau bisa diberikan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Mungkin terdengar tak mungkin tapi itu bisa terjadi saat Tuhan berkehendak. Metronome adalah jawaban dari doa kami. Petra dan Ibu yang memiliki metronome yang khusus diberikan Tuhan agar bisa bertemu lagi denganmu, dengan teman-temanmu, seperti sedia kala" tutup Kuchel mengakhiri ceritanya.

"Kau tidak marah kan dengan metronome ini?" tanya Kuchel berhati-hati

Levi menggelengkan kepalanya, ternyata selama ini Petra dan Ibunya lah yang menginginkan kehidupan untuknya yang lebih baik. Bukan berdoa untuk dirinya sendiri.

"Tapi -" ucapan Levi yang tertahan

"Tapi apa?"

"Kenapa Petra tak berdoa untuk dirinya sendiri?"

Kuchel menjawab sambil mengelus kepala anaknya, "Ibu juga tidak tau kenapa Petra selalu mendoakanmu, tapi yang Ibu tau perasaannya tulus kepadamu. Dia hanya ingin kau bahagia. Tidak menuntut jawaban darimu, namun Tuhan yang berbelas kasih padanya agar perasaannya bisa diketahui olehmu. Apakah anakku masih belum bisa merasakan perasaan Petra?"

"Aku sudah tau, dari dulu. Hanya aku tidak pernah sempat mengatakannya" Levi beralih memeluk ibunya erat. Menyembunyikan tetesan air matanya.

"Kapanpun Levi mau mengatakannya, berulang kali kehidupan yang akan dijalani, jangan pernah menyesalinya" Kuchel memejamkan mata di pelukan anaknya. Terasa hangat hadiah Tuhan pada kehidupan keduanya.

--

Akhirnya Levi kembali ke rumah sakit melihat kondisi Petra di ruang ICU. Kabar yang ia dengar Petra masih belum sadarkan diri pasca operasi. Syukurlah Petra bisa diselamatkan.

Zeke dengan jaket dokternya menghampiri Levi yang sedang termenung memandang Petra dari kejauhan.

"Tidak apa kalau kau mau masuk ke dalam" saran Zeke

"Kalau kau mau mencari metronome asal lainnya, dia adalah ibuku". Zeke memelototi Levi tak percaya. Ternyata ibunya Levi jauh lebih istimewa dibandingkan ibunya. Tapi ya sudahlah, sejak awal ia merasa tidak perlu saingan.

"Dengan kata lain, Petra dan ibumu menginginkan hal ini" Zeke yang masih meminta penjelasan.
Levi hanya mengangguk.

"Kira-kira apakah Petra sudah ingat dengan masa lalunya?"
Levi menggeleng, benar-benar tidak tau.

"Kau benar-benar menyukai Petra?" tanya Zeke lagi

Levi terdiam dan masih menatap Petra yang tertidur dengan sambungan alat di tubuhnya.

Zeke hanya bisa mendesah pelan dan menyunggingkan senyuman. Dari kacamata laki-laki, dia bisa menilai. Levi benar-benar menyukai Petra.

MetronomeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant