5

513 54 16
                                    

Niken menapaki koridor dengan map berisi berkas menuju ruangan manajer umum.

Niken merasa langkahnya ringan. Terlalu ringan malah. Seperti ia sedang terbang. Padahal.. bayangan-bayangan yang membuatnya sempat menangis masih membelenggu di punggungnya. Oke, cukup!

Sekarang ia sedang berjalan dan akan mengetuk pintu ruangan bapak manajer umum. Tinggalkan masalah di belakang.

Setelah izin masuk di dapat, Niken pun masuk.

"Mbak, eh, bu Amel sedang ke divisi accounting pak. Jadi saya yang mengantarkan berkas yang bapak minta" ucap Niken. Dia menunduk tanpa menatap sang pemilik ruangan.

"Ya, ke sini. Berikan pada saya" ucap pemilik ruangan yang lumayan Niken hafal. Bukan sekali dua kali dia bertemu dengan pria dua anak itu.

Niken menaikkan pandangannya, sedikit terkejut saat mendapatkan sosok direktur di sana. Dia tak menyadarinya tadi karena suasana begitu senyap, apalagi dia menunduk sedari tadi.

Niken menyerahkan berkas di atas meja, berdiri di samping kursi yang di duduki pak direktur.

"Makasih ya Niken. Saya tadi hubungin Amel, dia bilang repot dan nyuruh kamu ke sini" ucap pak manajer tersebut.

Niken mengangguk.

Tiba-tiba tanpa tanda-tanda, pak direktur yang diam itu meraih tangan Niken dan membuatnya menengadahkan tangannya.

Bukan hanya Niken yang terperanjat, sang manajer pun ikut terkesiap yang segera ditutupinya.

Valen meletakkan ponsel di atas telapak tangannya.

Niken memandanginya. Dari mana dia dapatkan ponsel miliknya?

"Sudah saya charge ulang batrainya. Jadi bisa dinyalain. Jangan main kabur aja dong!" Ucap Valen tanpa menutupi nada gelinya.

Niken tentu saja terperanjat. Dia ingat, bukan ponselnya saja yang tertinggal di kamar itu. Sial!!

"Nggak usah berterima kasih" ucap Valen dengan nada sinisnya kembali. Valen tahu mata tajam Niken ke arahnya adalah umpatan mengerikan.

Pemilik ruangan berdeham. Niken menoleh setelah secepatnya mengantongi ponsel itu di saku blazernya. "Nanti kalau sudah ku lihat, aku hubungi kamu"

"Bu Amel saja" Niken menunduk lalu secepat yang ia bisa, dengan kemasan anggun dia menghilang dari ruangan itu.

"Pak Valen meminjam ponsel Niken?"

"Pak Robi nggak usah kepo. Kemarin Anda juga mengeluhkan ponsel Anda dan saya bisa bantu perbaiki" jawab Valen hampir tanpa ekspresi.

Robi menggaruk belakang kepalanya. Pikirannya terlalu jauh berkelana. Dia pikir bosnya akan mencicip gadis aneh itu. "Anak itu sangat pendiam. Bisu jika tidak ditegur" ungkapnya menutupi malunya.

"Apa pak Robi berniat menegurnya?" Sahut Valen tanpa basa-basi.

Robi terkesiap. Dia lupa bosnya terkadang lupa basa-basi. Dia tertawa sumbang menutupi kegugupannya.

Valen berdiri. "Yah, saya rasa itu saja. Cukup jelas. Saya tunggu kolaborasinya minggu depan" kemudian Valen keluar ruangan setelah Robi mengangguk di kursinya.

Bukan main Valen terkejutnya, ternyata Niken diam bersandar di meja tempat sekretaris Robi yang kosong itu. "Gue pikir setan lo!!" Semprotnya.

"Apa cardigan saya juga masih di tempat pak Valen?" Ucap Niken datar.

"Urgent ya saya bawakan, kalau yang lain, ya ambil sendiri. Saya bukan kurir" ucap Valen datar sambil berlalu.

Niken pun berlalu dengan arah berlawanan.

Still (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora