9 Ehemmrrhh!!

417 50 10
                                    

Valen masih memeluk tubuh Niken di atas pangkuannya yang lebih kurus sejak sebulan terakhir. Niken semakin meringkuk di dalam dekapan hangat lelaki itu.

"Jadi kamu bisa menyelamatkan diri?" Dengkur Valen.

"Apa kau bertanya aku masih perawan? Iya, aku masih perawan" jawab Niken.

Valen mendengus. "Itu memang penting, tapi banyak hal lain yang lebih berarti dari itu" ucap Valen lemah.

Niken menyandarkan kepalanya di bahu Valen. Sengaja meletakkan ujung hidungnya untuk menyentuh kulit leher lelaki itu. Valen memiringkan kepalanya agar Niken bisa lebih intens menciuminya. Niken lalu menaikkan kedua tangannya dan mengeratkan pelukannya di bahu Valen.

"Kenapa?" Lama-lama geli juga ketika Niken mengendusi baunya tapi tidak berniat menciumnya. Iya, Niken tidak berniat menciumnya, sama sekali.

"Rasanya, aku pernah mencium bau ini. Tapi dimana ya..?" Gumam Niken.

"Kamu belum bilang soal perceraian itu" tutur Valen.

"Iya.." jawab Niken hambar. Niken turun dari pangkuan Valen. Duduk mengangkat kedua kakinya dan memeluk lututnya menempel di sisi Valen. "Sepertinya mama tidak mempercayai penjelasan om Hedi" Niken lalu menunduk dalam.

"Kamu tidak berniat meluruskannya?" Tanya Valen rendah.

"Aku ingin!!" Sentak Niken. "Tapi di sisi lain aku ingin mama kembali.." lirih Niken. Dia membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

"Kembali?"

"Sejak aku kecil mama tidak pernah benar-benar melihatku. Semua keinginanku dia berikan tanpa bertanya apapun. Aku tidak tahu apa alasannya, mungkin karena aku sakit. Tapi entahlah.

Mama tidak pernah benar-benar melihatku. Dia sibuk dengan pekerjaannya. Sejak papa meninggal, mama memang bekerja terlalu keras. Mungkin sebenarnya dia terlalu lelah" tutur Niken.

"Kamu tahu sendiri, kenapa kamu bilang beliau tidak perhatian? Mungkin saja dia kehabisan waktu?" Ujar Valen. Kenapa Niken mempertanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah dia temukan?

"Aku merasa tatapan mama kosong. Ada hal yang dia tahan saat bicara denganku, wajahnya selalu menahan suatu hal besar" jelas Niken.

"Mungkin saja sebenarnya beliau ingin dekat dengan kamu, tapi dia terbatas waktu. Single mother memang sulit kan?" Tebak Valen.

"Bukan. Kami punya banyak kesempatan, tapi mama seperti kesakitan melihatku. Dan aku tak tahu itu apa. Apalagi ketika sakitku masih sering kambuh, mama selalu bicara banyak dengan om Hedi, tapi tak pernah bicara apapun denganku. Sejak aku kecil, om Hedi sering mendekatiku, tapi aku terus menolaknya"

"Sampai sekarang?"

Niken mengangguk.

"Kenapa?"

"Aku tidak tahu. Aku sangat membencinya. Saat menatapnya, rasanya sakit"

"Sejak dulu?"

Niken mengangguk. "Padahal, aku senang saat mama sangat bahagia bisa menikah dengannya. Aku juga sangat senang saat mama melahirkan Kenneth"

"Kenneth?"

"Anak om Hedi"

"Kamu menyukainya?"

"Kau melihat ada potret lelaki di ponselku selain Kenneth?"

"Anak kecil itu?!!" Niken mengangguk. "Kamu menyukai anaknya tapi kamu membenci ayahnya?!!"

"Entahlah Valen. Aku benar-benar tak menyukai om Hedi sejak awal, tapi aku tahu mama sangat mencintainya. Dan aku tak ingin mama sedih jika mereka bercerai"

Still (END)Where stories live. Discover now