Bagian Tujuh Belas : Sebuah Ikatan?

5.6K 989 76
                                    

Ashiel membuka lembaran buku tebal dengan perasaan kacau. Bayang-bayang wajah Maria membuatnya murka tanpa sebab. Tanpa diberitahu pun, Ashiel tahu bahwa apa yang ia rasakan adalah sebuah rasa waspada dan permusuhan.

Maria mungkin akan menjadi salah satu kendala besar baginya untuk dekat dengan Griselda. Gila! Bukankah dari awal Ashiel adalah orang terdekat Griselda? Entah mengapa sekarang ia seolah-olah menjadi orang asing yang masuk dilingkar pertemanan Griselda. Anak perempuan itu terlalu menyukai Maria. Jika saja Maria bukanlah salah satu orang berharga Griselda, Ashiel bersedia sepenuh hati untuk segera menyingkirkan perempuan itu sebelum ia mengusik Griselda dan dirinya terlampau jauh.

Naasnya, itu semua tidak berjalan sesuai apa yang ia harapkan. Griselda menyukai Maria, dan Maria tampaknya juga menyayangi Griselda lebih dari yang ia kira. Beruntungnya, Maria itu bukanlah seorang pria. Ia belum siap untuk menambah saingan. Putra Count Hassel bahkan belum sempat ia tangani, ditambah sekarang Louis pun mulai bersikap aneh.

"Yang Mulia"

Deborah datang dari pintu, wanita itu datang sembari membawa nampan berisi teh di atasnya. Teh yang pahit. Ashiel yakin bahwa Deborah hanya memberikan satu buah gula ke dalamnya. Disaat-saat  seperti ini, ia teringat dengan susu cokelat hangat yang sering ia minum bersama Griselda.

Ashiel tidak suka sesuatu yang pahit. Itu wajar karena ia masih belia. Umurnya bahkan masih sepuluh tahun. Wajar baginya jika ia lebih menyukai sesuatu yang manis, layaknya anak-anak pada umumnya. Tapi, peraturan istana yang mengharuskan seorang pewaris sempurna, membuatnya menahan rasa sukanya terhadap hal-hal berbau manis.

Katanya, pewaris kekaisaran tidak boleh bersikap kekanakan.

Ibunya menganggap bahwa manisan dan camilan hanyalah diperuntukkan untuk orang-orang yang bersifat kekanakan dan tidak dewasa. Sedangkan dirinya tidak ditolerir untuk bertindak demikian. Ashiel muak, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan.

Ironis.

"Kamu bisa pergi" titahnya pada Deborah.

Alih-alih pergi, wanita itu terdiam di kamarnya seolah tengah menunggu sesuatu. "Yang Mulia, ada yang ingin saya bicarakan"

Ashiel menatapnya sebentar sebelum kembali membaca buku. Pembicaraan Deborah pastilah tak jauh-jauh dari Kekaisaran dan kawan-kawannya. Ashiel tidak begitu berminat menginterupsi. Ia hanya mendengar dan menyimak, seperti biasanya.

"Bicaralah" katanya memberikan izin.

Deborah berjalan mendekat, berdiri di depan Ashiel dengan pandangan menunduk. "Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Tapi apakah benar dugaan saya bahwa Yang Mulia menyukai Nona Muda?"

Ashiel lantas menutup bukunya. Ia menegakkan punggung dan menatap Deborah dengan pandangan sengit. "Apa itu ada urusannya denganmu?"

Tak baik bagi seorang pelayan mengurusi urusan sang Tuan. Hal-hal seperti itu hanya membawa keburukan, mengundang kemarahan sang Tuan, dan berakhir membawa petaka. Deborah harusnya tahu, tapi tampaknya pengasuh Ashiel itu lebih memilih ikut campur dibandingkan diam.

"Saya tahu bahwa itu bukan urusan saya Yang Mulia. Namun, jika dugaan saya benar. Mempertimbangkan posisi Permaisuri untuk Nona, menurut saya terlalu berlebihan" Deborah masih bertampang tenang, menunjukkan wajah profesional yang sudah bekerja bertahun-tahun di istana.

Ashiel masih memasang wajah datar, namun matanya jelas dipenuhi oleh kobaran api yang siap membakar apapun. "Dirumah Ayveen, kamu berani mengatakan hal-hal buruk mengenai Putri Ayveen. Tidakkah kamu tahu resiko jika ada orang yang mendengarnya, Deborah Orlan?"

Ashiel memiliki aura mengintimidasi. Deborah bahkan merasakan gemetar kecil ditangannya saat anak laki-laki itu mengeluarkan hawa mencekam. Ia tahu bahwa ia telah mengusik daerah terlarang Sang Tuan.

Why is the Male Lead in My Home?Where stories live. Discover now