Bagian Tiga Puluh Tiga : Hadiah II

1.9K 367 16
                                    

"Aku ingin ikut juga." Ashiel memasang wajah cemberut. Bahkan mataku bisa melihat imajiner telinga anjing dikepalanya.

Ya ampun, terkadang anak ini bisa menjadi seperti malaikat, iblis tidak berhati, dan juga anak anjing lucu. Aku juga ingin mengajaknya pergi, berkeliling Ayveen bersama dan saling berbagi pengalaman. Naas, kami tidak bisa melakukan itu, ada banyak hal yang menjadi alasan.

Aku tidak bisa pergi terlalu lama dan terlalu sering karena penyakit yang kuderita. Jika aku keluar terlalu lama dari Rumah Ayveen yang memiliki teknologi magi yang bisa mengontrol manaku, aku bisa mati karena ledakan mana yang kian lama kian meluap, dan lagi ditambah permusuhan Menara Penyihir dengan Duchy Ayveen. Ayah dan Ibu tidak bisa membiarkan resiko aku terculik begitu saja.

Aku bahkan harus merajuk dan mengancam mogok makan demi membeli hadiah ke kota.

Selain masalah kesehatanku, Ashiel pun harus menerima fakta bahwa ia tidak akan bisa pergi bersama bahkan jika ia ingin. Ia adalah pangeran yang sedang bersembunyi, tidak ada baiknya mengajak anak itu keluar bersama mengelilingi wilayah. Tidak akan ada jaminan bahwa salah satu bawahan Ratu dan Marquess Moella tidak mengintai wilayah Ayveen. Kemungkinan, mereka telah menyelinap sebagai warga biasa sembari mengawasi.

"Kamu tidak bisa."

"Elda, kamu menjawabku terlalu tegas." Pemeran Utama Pria tersenyum getir dengan wajah yang teramat kasihan.

Aku tahu betul rasanya terisolasi. Sudah tujuh bulan semenjak Ashiel berada disini, dan tidak ada yang bisa ia lakukan selain belajar dan berlatih. Aku beberapa kali keluar dengan puluhan penjaga. Sekedar pergi ke kota yang jaraknya tidak begitu jauh bersama Ibu.

Melihat wajahnya yang seperti anak hilang membuatku iba. Lantas, aku menepuk bahu Ashiel selayaknya seorang Ibu yang akan meninggalkan anaknya pergi jauh.

Ya ampun, aku hanya bercanda.

"Suatu saat! Suatu saat aku akan menemanimu mengelilingi Ayveen dan pergi mengunjungi destinasi wisata!" Kataku sembari berbinar. "Aku berjanji!" Segera kuulurkan jari kelingkingku di depannya.

Aku merasa lucu, aku bahkan belum pernah mengelilingi Ayveen yang merupakan wilayahku, dan sekarang mengajukan janji kepada seseorang yang mungkin saja melupakanku di masa depan.

Maksudku, aku ini hanya pemeran antagonis figuran yang tidak penting.

"Apa ini?" Ashiel menatap jariku kebingungan.

"Sebuah tanda janji!" Aku berseru.

Aku lupa jika hal-hal seperti ini tidak pernah dilakukan di dunia ini. Ini hanyalah sebuah hal kecil yang seringkali muncul di dunia modern. Pertanda sebuah janji.

"Tanda Janji?"

Aku mengangguk antusias. "Ya, kamu hanya perlu mengaitkan jari kelingkingmu di jariku, dan boom! Janji telah dibuat."

Tanganku secara refleks menuntun tangannya melakukan hal yang sama. Mengaitkan jari kelingking kami, dan sekarang itu bertautan. Aku mengangkat kepalaku dan mata biruku bertemu dengan mata merah Ashiel.

Matanya menatapku lembut alih-alih menatap jemari kami yang menyatu. Pipiku memanas dan rona merah segera menyebar.

Oh kawan, bukankah ini terlihat romantis? Aku merasa memerankan sebuah film romansa sekarang, dengan Ashiel sebagai Pemeran Utama Pria dan aku sebagai Pemeran Utama Wanita.

Tapi angan-anganku dengan mudah diputuskan oleh sebuah kenyataan.

Oh ya ampun, tidak mungkin itu terjadi. Aku, Ashiel, dan kisah romansa tidak mungkin terjadi.

Why is the Male Lead in My Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang