BAB 7. Kemungkinan

25 8 0
                                    

MALAM hampir tiba. Secercah warna biru di kaki langit menjadi pertanda sisa-sisa senja. Farhan menatap lurus ke arah garis horizon dari balkon hotel sehabis salat Magrib. Lelaki itu ditemani secangkir cokelat hangat yang menguarkan gumpalan asap putih. Meski gedung-gedung yang menjulang angkuh menghalangi pandangannya, dia masih bisa melihat rupa langit di ufuk barat. Pemandangan yang sangat biasa dilihat. Namun entah kenapa, tidak pernah membuatnya bosan.

Farhan tengah berpikir, menimbang-nimbang mau pergi ke mana ia malam ini. Kemarin dan kemarin lusa, dia telah mengelilingi kota Sydney. Apa dia harus mampir ke restoran atau cafe yang belum didatanginya? Atau di hotel saja?

Semua pilihan itu berputar di kepalanya, memunculkan kebingungan. Tapi hatinya berbanding terbalik dengan kepalanya yang memunculkan berbagai macam tempat-tempat keren di kota ini. Hatinya hanya mengarah pada satu tempat yang tak lain dan tak bukan adalah di pinggir laut dimana ia bisa melihat dua ikon Australia sekaligus.

Lagi-lagi tempat itu yang mampir di benaknya.

Mungkin Farhan akan menganggap hal itu wajar jika saja tidak setiap menit ingatan akan tempat itu hadir. Selain karena belum lewat sehari, ada faktor lain yang tanpa sengaja membuatnya membayangkan tempat itu.

[Nama].

Isi hati Farhan menyuruhnya untuk menemui gadis itu. Di tempat yang sama seperti kemarin. Kekehan samar kemudian meluncur mulus dari bibir lelaki itu. Memperkirakan, Farhan tahu gadis itu akan menuju ke mana malam ini.

☄︎. *. ⋆

Sedangkan di salah satu apartemen di sudut kota Sydney, [Nama] mulai gelisah. Dia mengutuk pertemuannya dengan Farhan. Jika saja dia tak bertemu dengan Farhan semalam, semua akan terasa normal. Tidak akan ada perasaan menggebu-gebu dalam dirinya seperti malam ini. Farhan bilang dia masih di Australia selama beberapa hari ke depan, itu berarti [Nama] punya kesempatan untuk bertemu dengan Farhan lagi. Haruskah dia pergi ke tempat yang sering dia jadikan sebagai tempat penghilang stres? Atau tetap berada di sini?

Pergi atau tidak? Pergi atau tidak? Pergi atau tidak? Pergi... atau tidak? Berulang-ulang sampai dia ingin mematikan emosinya sendiri. Sebesar inikah efek yang diberikan oleh seorang lelaki berambut keriting yang bahkan tidak mengenalinya sama sekali?

[Nama] berusaha menenangkan dirinya seraya memejamkan mata dan mengepalkan tangan. Sesudah merasa tenang, ia melirik balkon untuk mengamati kesibukan penduduk setempat tiap hari berganti malam. Puluh atau ratusan orang memadati jalan kota Sydney. Ia mengira-ngira, mungkin ada Farhan diantara sekian banyak orang di bawah sana. Sedang menghabiskan waktu di tengah-tengah lautan manusia.

Nggak ada yang namanya kebetulan.

[Nama] berbisik dalam hati, meyakinkan dirinya seraya mengambil jaket dan turun untuk turut serta memadati jalan-jalan. [Nama] juga memutuskan untuk tak menaruh harapan tinggi pada kemungkinan pertemuan keduanya. Baik ada Farhan atau tidak di tempat kemarin, [Nama] akan menanggapi sewajarnya. Sebab dia tahu, pertemuan kedua ini hanya didorong oleh harapan terdalamnya sebelum Farhan benar-benar pergi dari Australia. Dia melakukan ini agar hatinya lega karena dia tidak tahu kapan dia bisa menemui Farhan lagi.

Wajah demi wajah dia lewati. Meski hanya sepasang kakinya sedikit lebih cepat dari orang-orang di sekeliling, jantungnya berpacu sampai-sampai dia berkeringat di cuaca dingin seperti ini. [Nama] terus melangkah. Bukan waktu, bukan kelas kuliah, bukan kereta, bukan juga bus. Entah apa yang sedang dia kejar sampai terburu-buru seperti ini. [Nama] kemudiannya berhenti. Menyandarkan bahunya di tiang lampu yang menjulang tinggi. Dia terengah-engah dan perlu waktu untuk mengatur kembali napasnya. Lantas, setelah penukaran karbondioksida dan oksigen di dadanya berjalan seperti biasa, [Nama] melanjutkan.

Bang Han belum tentu ada di sana.

Sekarang dia tahu apa yang dikejarnya. Sesuatu yang membuatnya merasa bahwa waktu sebanyak apapun tidak akan cukup, beribu petunjuk tidak akan memberinya jawaban, ruang besar tidak dapat menampungnya sampai dia sendiri yang mendapatkan kepastian.

Kemungkinan.

Degup jantung ketika menunggu hasil ujian semester, amplop yang berisi pernyataan lulus atau tidak lulus, dia bisa pulang ke Indonesia atau tidak karena cuaca buruk, dan sekarang, kemungkinan hadir-tidaknya seorang laki-laki berambut keriting di tempat kemarin. [Nama] membenci ketidakpastian. Semua hal tentang apa yang belum terjadi mempercepat denyut nadinya, mengurang drastis kesabarannya dan mengundang rasa tidak siap menerima kenyataan. Inilah kenapa [Nama] benci memikirkan masa depan dan kemungkinan-kemungkinan berskala besar maupun kecil.

Tapi Bang Han mungkin ada di sana.

Kenapa kepala dan hatinya tidak mau selaras? Di saat otaknya sibuk mematikan harapan, hatinya justru melakukan hal sebaliknya. [Nama] pun memilih tetap berjalan.

Nanggung, pikirnya. Sudah dekat, lanjut batinnya. Mau ada bang Han atau enggak, bukan masalah.

Maka, setelah dia tiba dan mendapati tidak ada seorangpun di sana, [Nama] menelan harapannya bulat-bulat. Ternyata dari awal pertemuan kedua ini adalah kemungkinan kecil. [Nama] tersenyum, lalu tertawa sendiri. Mendekat ke pembatas kemudian menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Ayolah, padahal dia sudah memberitahu dirinya berkali-kali bahwa ada atau tidaknya bang Han di sini bukanlah masalah. Namun, sekarang hatinya bermasalah.

Selagi kepalanya kembali berisik, memberitahu dirinya bahwa tidak mungkin menemui artis sekelas Farhan dua kali dan pertemuan kemarin tak lebih dari sekadar kebetulan, [Nama] menghela napas dalam-dalam lalu mengangkat wajah. Tidak, kemarin dan malam ini [Nama] tidak menemui seorang artis papan atas, tidak juga menemui salah seorang anggota UN1TY. Kemarin, dia hanya menemui seorang laki-laki biasa dengan wajah sedih yang mencoba lari dari waktu usia menikahnya dan alih-alih menemukan pelarian, laki-laki itu justru merasa kesepian di tempat kelahirannya.

Malam ini pun, [Nama] berniat menemui laki-laki itu. Bukan sebagai penggemar, tapi sebagai pendengar. Jika [Nama] berharap bertemu dengan Farhan lagi semata-mata untuk meminta foto dan tanda tangan, kemungkinan yang ada akan semakin kecil. Sebab itu semua hanyalah hasrat. Tapi, keinginan tulus untuk menemani Farhan bercerita bisa jadi merupakan jalan keluar atas perasaan menggebu-gebu hatinya. Sisi Farhan yang tidak pernah [Nama] lihat di layar kaca mengubah sudut pandang gadis itu. Membuatnya ingin tinggal di samping Farhan semalaman sembari mendengar keluh kesahnya.

Jadi, kalau tidak ada Farhan malam ini, tidak apa-apa. Mungkin laki-laki itu sudah mengatasi rasa sepinya di salah satu sudut di kota ini, entah bersama siapa. Pertemuan kemarin akan dia simpan baik-baik dalam kepalanya. Tidak akan dia lupakan. Mungkin nanti pertemuannya dengan Farhan bakal dia pamerkan ke teman-teman YouN1T-nya. Mereka akan mengatainya halu atau apa, tapi [Nama] tak peduli. Karena Farhan yang dia lihat malam itu bukanlah Farhan yang sering tampil di layar kaca. Dia beruntung bisa melihat sisi Farhan yang itu.

Benda-benda ringan di sekelilingnya beterbangan. Karena apa lagi kalau bukan karena angin kencang yang selalu menyapa tempat itu. Untungnya dia tidak memakai kupluk. Rambutnya juga masih mengakar kuat sehingga dampak yang angin timbulkan hanya kekacauan antarhelai setelahnya. [Nama] bergerak merapikan rambutnya dan balik kanan. Tak jauh dari tempatnya berdiri, seseorang tengah membungkuk seraya memungut sesuatu. [Nama] memperhatikan punggung yang terbalut jaket tebal itu mengambil topi rajutan yang mungkin terjatuh saat angin kencang tadi. Dia lalu mengalihkan pandang, memutuskan pulang.

Dengan santai [Nama] melewati orang itu. Kupluk lebar yang kini sudah terpasang di kepalanya tidak dapat menutupi keseluruhan helai keriting yang mencuat-cuat.

Mirip bang Han, pikir [Nama] melirik sekilas.

Dan ketika kesadaran menyergapnya seheboh angin kencang tadi, [Nama] memutar tubuh 180° diiringi helaan napas terkesiap.

"Oh, hei. Ketemu lagi."

☄︎. *. ⋆

A/N:

Teruntuk pembaca lama,
aku minta maaf baru kembali sekarang:'D

Teruntuk pembaca baru,
aku mau bilang selamat datang ^^)

Sekalian, deh. Minal Aidzin Wal Fa Idzin, semuaaa. Mohon maaf lahir dan batin.

4 Mei 2022

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: May 04, 2022 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Night in Australia | Farhan UN1TY Onde histórias criam vida. Descubra agora