26. Harimau Gigi Pedang

53 8 4
                                    

Harimau itu mengaum keras. Suaranya menggetarkan partikel-partikel udara dan menggentarkan sesiapa yang mendengarkannya, tak terkecuali Magna. Nyalinya sudah dihabisi si harimau bahkan sebelum gigi pedang menancap di kulitnya. Dalam keadaan terjepit itu, dan dengan sisa keberanian yang terkumpul, Magna mengacungkan belati ke arah Harimau raksasa itu sebagai upaya terakhir mempertahankan diri.

"SUGILLLL!!!" teriak Magna tanpa melepas pandangannya kepada si Harimau.

Secara meendadak, Harimau itu melompat ke arah Magna, berusaha menerkam dan melumpuhkannya. Magna yang sedari tadi fokus dengan setiap gerak-gerik si harimau, mampu menghindari sergapannya. Dia menjatuhkan dirinya ke samping. Berlari diantara rerimbunan alang-alang dan bersempunyi di sana.

Harimau itu sedikit oleng mencari keberadaan Magna. Setelah mengumpulkan kesadaran dan keseimbangannya, dia bergegas mengikuti jejak alang-lang yang bergerak di lewati Magna.

Magna berlari sejauh yang dia bisa. Nafasnya menderu seiring dengan detak jantungnya yang kian kencang. Pada akhirnya dia keluar dari rerimbunan alang-alang. Terlihat lahan datar yang tidak ditumbuhi oleh alang-alang dengan batu besar terletak ditengahnya. Batu itu bertumpuk sedemikian rupa sehingga pada bagian bawah, terdapat celah yang bisa digunakan sebagai tempat berlindung. Magna berlari menuju celah itu.

Sang harimau sudah keluar dari rerimbunan alang-alang. Dia langsung berbelok mengejar Magna. Deru nafasnya menggelora. Matanya dipicingkan fokus kepada gerakan Magna.

Magna menoleh melihat harimau itu. Jaraknya sudah terlalu dekat dengan jangkauan sergap dari si harimau. Tergesa-gesa, Magna berusaha mencapai celah batu itu. Untuk mempercepat gerakannya, pada 3 langkah terakhir dia melompat menuju lubang yang hanya muat oleh 2 orang dewasa itu.

Secara bersamaan si penguasa hutan, dengan terkamannya yang sempurna, berhasil memotong lompatan Magna yang nyaris berhasil.

Magna terpelanting jatuh menabrak bukit batu yang ada didepannya. Dengan segera Magna sadar bahwa perutnya terkoyak akibat sabetan kuku si harimau. Darah berceceran membasahi sekujur tubuhnya.

Secara perlahan, bagaikan mempermainkan mangsanya, si harimau mendekat ke arah Magna. Dia mengaum, menunjukan giginya yang mencuat dari balik rahangnya yang kuat. Seakan-akan berbicara, 'akulah pemenangnya!'.

Meskipun dalam keadaan berbaring, Magna tetap siaga. Tangannya mengacungkan pisau belati ke arah si harimau. 

Dilain pihak, teriakan Magna tadi terdengar nyaring di telinga Sugil. Dia bergegas mengambil kudanya dan menuju ke arah rerimbunan alang-alang. Padatnya hutan alang-alang, mempersulit gerakan kuda dari Sugil. Beberapa kali, Sugil menebas alang-alang yang menghalangi lajunya menggunakan pedang borazon yang telah siap siaga di tangannya. 

Harimau itu kembali mendekati Magna. Kali ini benar-benar akan melakukan eksekusi terakhirnya. Magna yang terlalu lemah untuk melawan hanya bisa menggeser badannya dengan susah payah menjauhi kepala si harimau. Dengan upaya terakhirnya, Magna menusukan belati ke kepala harimau itu, namun sayang kulit harimau gigi pedang sangat tebal seperti zirah. Tusukannya gagal! Upaya itu hanya menambah kemarahan harimau. Seketika itu, si harimau mengaum dan mengambil ancang-ancang untuk melakukan gigitan terakhirnya ke arah Magna.

Tiba-tiba tubuh harimau besar itu sedikit bergoyang. Dia mengeluarkkan suara denyit kesakitan. Sebuah panah telah menempel di tubuhnya!

"Magnaaa!!!" seseorang berteriak sembari mengendarai kuda menuju ke arahnya.

Harimau itu menoleh ke arah suara itu. Disana Sugil telah siap membidikan anak panah ke dua sembari memacu kudanya. 

Tidak mau kalah, si harimau berlari menuju ke arah Sugil. Dirasa jarak jangkau tembakan sudah sesuai, Sugil melepaskan anak panah dari busurnya. Anak panah itu melesat dengan dorongan angin, siap menembus kulit zirah si harimau. 

Tahu bila dibidik oleh seorang pemanah, harimau itu membelokan laju larinya. Anak panah itu meleset begitu saja.  

Kini jarak antara Sugil dengan harimau sudah semakin dekat. Dengan lincah si harimau mengubah arah larinya. Sugil memperlambat laju kudanya. Melakukan persiapan apabila si harimau melakukan terkaman mendadak. 

Benar saja, harimau itu menyergap dari arah samping. Sugil terjatuh dari kudanya. Beruntung, dia tidak mengalami luka serius. 

Kini Sugil berada di pertarungan jarak dekat dengan seekor harimau gigi pedang. Mahluk yang dibicarakan Tuan Paty supaya Sugil menghindari kontak dengannya. 

Sugil mengeluarkan pedang borazon yang menyala berwarna biru. Menggerakannya untuk mengintimidasi si harimau. Memancingnya untuk melakukan penyerangan dan menebasnya di kala harimau itu lengah.

Benar saja, si harimau terprovokasi oleh gerakan Sugil. Dia berlari dan menerkam Sugil dengan lompatan tingginya. Pada saat yang bersamaan, Sugil berlari dan menjatuhkan dirinya untuk menghindari sergapan si harimau. Saat berada di bawah tubuh si harimau, Sugil melakukan tebasan pada bagian perut harimau itu. Sang Raja Hutan Maouhan terpelanting jatuh dan tewas! Sugil memenangkan pergulatan ini.

Sugil menoleh ke arah Magna dan menghampirinya. 

"Kau akan baik-baik saja Magna," kata Sugil. Tangannya dengan cekatan menaburkan bubuk yang dibawanya ke luka Magna, kemudian merobek kain dibajunya dan melilitkan ke perut Magna supaya lukanya berhenti mengeluarkan darah. "Kita harus segera sampai ke pemukiman Suku Mouhan."

"Kau tidak perlu merasa luka ku akan baik-baik saja," jawab Magna. Tangannya menyentuh muka Sugil. "Butuh waktu satu hari satu malam perjalanan tanpa istirahan untuk mencapai pemukiman Mouhan."

"Lukamu akan baik-baik saja Magna. Aku memberikanmu obat mujarab yang kami ambil dari Kertala," jawab Sugil tenang tanpa memperlihatkan kekhawatirannya. Hati kecil Sugil menyatakan bahwa luka yang dialami Magna adalah luka serius dan harus segera ditangani oleh tabib, dan lokasi tabib terdekat hanyalah di pemukiman suku Mouhan. "Kita akan berangkat saat ini juga dan menembus hutan saat malam."

Begitulah, Sugil dan Magna melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari pemukiman suku Mouhan. Selepas dari padang rumput ini, mereka akan menembus gelapnya malam melewati hutan pohon Tre kembali.

Maetala - Ekspedisi PedaksinaWhere stories live. Discover now