⸙͎۪۫ ⊰. Bab 2.
⸙͎ Introduction.
[ Kenalan ]
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·[Name] menguap lebar, menutup mulut menggunakan satu tangan. Sementara, tangan satunya menggenggam ponsel pintar. Berjalan keluar dari ruang guru lalu menutup pintu sampai rapat.
"Aku benar-benar ketiduran," ucapnya seraya manik mata memandang sekitar. Gelap. Hanya cahaya rembulan yang menembus masuk melewati jendela sebagai penerangan. [Name] menyingkirkan helaian rambut ke belakang telinga saat merasa cukup mengganggu pandangan. Kemudian, ia merasakan ada yang janggal. Ada sesuatu yang menahan helaian poni panjangnya. Tangan putihnya bergerak menyentuh sisi kepala.
"Sejak kapan jepitan rambut ...? Tunggu, ini punya siapa?" tanya [Name] pada dirinya sendiri.
Pandangan mengedar. Mungkin saja dirinya menemukan orang lain di lorong ini. Ketika menyadari tak ada orang selain ia sendiri, [Name] melanjutkan langkah kaki sembari menyimpan jepitan rambut itu ke dalam saku.
"Jangan-jangan yang memasangkannya hantu?" gumam [Name]. Benar-benar bingung.
[Name] mendongak ke atas setelah keluar dari gedung sekolah. Bulan purnama bersinar terang malam ini, itu membuat [Name] tidak perlu melihat dalam kegelapan terus menerus sepanjang perjalan pulang nanti. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku hoodie. [Name] berjalan dengan tenang tanpa rasa takut. Karena sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, bahkan sudah melewati keadaan yang lebih parah dari ini.
[Name] belum berhenti menjadi penyihir. Meski bukan menjadi guru di sekolah jujutsu, dia masih membunuh kutukan-kutukan yang ia temukan setiap keluar dari rumah.
Selama beberapa menit berjalan. [Name] menghentikan langkah di depan rumah bertingkat dua yang pagarnya cukup tinggi. Merogoh kantung celana mencari kunci pagar, [Name] mengernyit saat hanya mendapati kunci pintu rumah, bukan kunci pagar.
"Aku melupakannya ...," gumam [Name] setelah mengingat jika kunci itu masih ada di atas mejanya di ruang guru.
Menghela nafas. [Name] menggulung lengan panjangnya. Kemudian memanjati pagar.
"Semoga tidak ada yang melihatku," ucap [Name] lalu melompat turun ke pekarangan rumahnya.
Diluar pagar. Gojo muncul dari dalam kegelapan, mendongak memandangi rumah bertingkat dua di depannya, senyuman terpasang di wajah rupawannya.
"Jadi disini [Name] tinggal sekarang, ya?" Ucap Gojo entah pada siapa. Sedari tadi, setelah [Name] keluar dari gedung, Gojo mengikutinya dari belakang secara diam-diam.
Saku bajunya bergetar. Gojo merogoh saku, mendapati ponselnya berbunyi dengan ringtone lagu one more night.
"Oh? Megumi? Ada apa?"
Gojo mendengarkan ucapan muridnya, beberapa saat kemudian mengangguk karena mungkin kebiasaan.
"Oke! Sensei dalam perjalanan, kalian tahan dulu."
Memutuskan sambungan telepon. Gojo kembali memerhatikan rumah [Name]. Lampu lantai atas menyala, berarti gadis itu ada di lantai dua.
Gojo memegang dagunya dengan satu tangan.
"Apa aku harus menyapanya sekarang?" Ucapnya dengan pose berpikir.Lampu di lantai dua mati.
"Mungkin tidak," lalu menghilang lagi.
Manik mata mengerjab. [Name] bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan outfit yang berbeda dari kemarin. [Name] keluar dari kamar, menuju lantai bawah dimana ruang dapur berada.
Tangannya terangkat membuka pintu kulkas. Mengambil telur beserta bahan lainnya untuk membuat sarapan pagi. Tangannya sibuk bergerak, sementara mulutnya penuh dengan roti isi coklat. Mengunyah.
[Name] mencuci piringnya setelah sarapan. Kemudian melihat jam dinding, sudah pukul setengah delapan. Dia dengan cepat mengelap tangannya, mengambil ponsel dari atas meja dan jaketnya, kemudian berlari keluar rumah.
Menepuk jidatnya. [Name] lupa kalau kunci pagarnya itu tidak ada. Dia kembali menggulung lengan baju dan jaketnya. Kemudian memanjati pagar rumahnya.
"Waw."
[Name] kaget, posisinya sekarang melompat turun, karena rasa terkejutnya ia tidak mendarat dengan mulus.
"Kamu ini liar banget, ya, kucing kecil~"
Mendengar panggilan yang familiar di telinga, panggilan yang tidak pernah ia dengar lagi selama sepuluh tahun terlewat, hanya satu orang yang selalu memanggilnya seperti itu dulu.
"Gojo-senpai?" Gumamnya mengingat kakak kelas absurd-nya.
[Name] mendongak keatas. Melihat seorang pria dengan penutup mata serta rambut yang melawan gravitasi entah bagaimana caranya. Mengerjab, (Name) memiringkan kepalanya.
"Siapa, ya?" Tanyanya.
"Ha? Kamu tidak mengenaliku?"
Pria itu mengernyit dari balik kain hitam. Beberapa saat kemudian teringat, penampilannya yang seperti ini tidak pernah [Name] lihat sebelumnya.
"Ya sudah," pria itu-Gojo- mengedikkan bahu. Tangannya terulur membantu [Name] untuk berdiri dari duduknya setelah pendaratan tidak mulus tadi.
[Name] menatap uluran tangan Gojo. Mengerjab sebentar, kemudian menyatukan kedua telapak tangannya. Menundukkan kepala.
"Maaf, aku bisa berdiri sendiri, terima kasih mau membantuku," ucap [Name]. Kemudian, ia berdiri.
"Heee, padahal hari ini aku ingin menunjukkan sisi baikku, loh, malah ditolak," gumam Gojo.
"Eh?"
"Sama-sama!!"
[Name] tersenyum canggung. "Um, maaf, tapi kamu ini siapa?" tanyanya.
Gojo memandangi [Name] sebentar. Kemudian mengalihkan pandangan.
"Kamu beneran ingin tahu siapa diriku?" kata Gojo dengan nada jenaka."Iya."
"Namaku Gojo Satoru."
Memiringkan kepala ke samping. [Name] tersenyum kecil. Lantas berkata, "Namamu sama dengan kakak kelas ku dulu."
Yah, sebenarnya itu aku, sih, batin Gojo. [Name] adalah orang yang sulit untuk ditebak, kadang dia melakukan sesuatu yang diluar tebakan Gojo, mungkin karena gadis ini lebih sering menggunakan perasaan daripada logika di kehidupan sehari-hari. Kecuali saat membunuh kutukan.
"Salam kenal, namaku Mitsuki [Name]," ucapnya kemudian membungkukkan badan sebentar.
Gojo menganggukkan kepalanya singkat. [Name] tersenyum ramah.
"Tapi Gojo-san ... apa yang kamu lakukan di depan rumahku?"
Gojo tersenyum lebar. Mengangkat satu jarinya keatas lalu mengoyang-goyangkan lengannya maju mundur di udara.
"Mencarimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance
FanfictionPada masa sekolah dulu. Perasaan Gojo Satoru tidak berhasil tersampaikan padanya karena ia yang terlalu cuek. Sehingga, gadis yang menarik perhatiannya lantas pergi karena sebuah kesalahpahaman. Sepuluh tahun, masa-masa Gojo menjalani hidupnya sendi...