Part 2 - Ganti Popok Anak

4.8K 515 108
                                    

Redup lampu pencahayaan taman kecil milik keluarga Aidan tampak setengah terpancar. Biasanya memang setiap sore hari, lampu taman di rumah itu dinyalakan untuk memberi pencahayaan para makhluk hidup yang ada di taman. Sang Tuan Rumah yang menyalakannya.

Selama belum ada status pernikahan, Ayana meminta para anaknya untuk tinggal di rumah orang tuanya. Meskipun dalam finansial, Aidan sendiri sudah memumpuni membeli rumah di salah satu kawasan elite yang ada di Jakarta. Tapi ia urungkan, Aidan lebih memilih mengikuti kemauan Sang Ibu untuk tinggal bersama terlebih dahulu. Dari pada harus tinggal sendiri di rumah. Kecuali kalau dia sudah punya istri.

Begitupun juga dengan Azka, si anak bungsu dari pasangan Jefri dan Ayana. Azka sudah memiliki penghasilan sendiri dari kafe yang dia kelola. Di samping dia yang menjadi pemilik kafe, dia sendirilah yang menjadi barista andalan para penikmat kopi yang berkunjung di coffee shop-nya.

Hanya Aviola, Si Anak Tengah saja yang sudah keluar dari rumah itu dan memutuskan untuk tinggal bersama suaminya. Bahkan kehamilan anak keduanya, Aviola memilih menitipkan anak sulungnya untuk Aidan rawat karena anak sulungnya lebih dekat dengan Aidan ketimbang Aviola sendiri. Hanya sore hari saat Aidan pulang dari klinik, malam harinya pasti Aviola yang akan menjemput anaknya kembali ke rumah suaminya.

"Vaksinasi hewan yang di Bekasi jadi, Kak?" tanya Azka yang tiba-tiba mengagetkan Aidan saat Aidan berdiri di taman rumahnya.

Aidan terlihat menoleh ke arah Azka. Kedua tangannya tampak ia sembunyikan ke dalam kantong sakunya, "Jadi. Tapi vaksinasi disini harus kelar dulu. Baru berangkat kesana. Udah ada jadwalnya sendiri," jawab Aidan pada Azka.

Bibir Azka tersenyum miring ke arah kakaknya karena kakaknya sok super sibuk. Tapi memang benar. Dibanding dirinya, kakaknya memang sangat sibuk terlebih lagi jika klinik hewan yang dia punya memiliki banyak pasien. Pasti Aidan sendiri akan kuwalahan menanganinya, "Sok sibuk banget. Ngomong-ngomong ini gurunya Zio jadi pindah ke Surabaya?" tanya Azka.

"Iya kata Aviola. Zio ganti guru les baru," jawab Aidan.

Bibir Azka menganga karena terkekeh. Belum mulai, Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak. Berharap guru les private keponakannya itu cantik dan enak dipandang. Sekali dayung dua pulang terlampaui, Azka bisa mendekatinya, "Ya nggak masalah, asal gurunya nanti agak lebih muda aja dari yang kemarin. Soalnya guru PAUD sekarang kenapa nggak ada yang muda sih? Apa Kak Aviola salah milih PAUD buat anaknya. Masa gurunya seumuran Mama semua," protes Azka.

"Nggak ada hubungannya guru muda sama salah milih PAUD. Otak lo aja yang perlu dicuci," sahut Aidan seraya memutar bola matanya malas karena otak Azka hanya dipenuhi wanita cantik.

"Kapan gurunya datang?" tanya Azka antusias.

Bahu Aidan terangkat. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya karena memang tak tahu kapan guru keponakannya itu datang, "Mungkin bentar lagi. Biasanya juga jam segini datangnya. Tapi nggak tau, bisa jadi molor juga," jawab Aidan seadanya.

"Lagian Kak Aviola, udah tau anaknya masih PAUD, udah kebobolan lagi aja. Ini gue berasa kayak Bapak sambungnya Zio jadinya. Zio serasa punya tiga Bapak. Bapak kandungnya, gue sama lo ikutan jadi Bapak juga," sahut Azka yang dibalas Aidan dengan senyum tipisnya.

Saat mereka asik mengobrol, Sang Keponakan datang dengan langkah kecilnya. Sorot mata laki-laki kecil itu mengarah ke Aidan seraya menarik ujung baju Aidan agar Aidan menatapnya, "Om?" ucapnya setengah cadel.

Aidan yang baru menyadari ujung bajunya tertarik oleh tangan keponakannya, lantas berjongkok mensejajarkan tingginya dengan tinggi Zio, "Hm?" gumamnya pelan ke arah Zio.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang