Dua Garis

892 40 4
                                    

Happy Reading!
_________________________

Kebahagiaan itu dimulai dari hal kecil...

Dan hal kecil itu berharga dilalui bersama...

Saling bersandar...

Aku dan kau, ah bukan ...

...Tapi kita, pasti bisa melewatinya...

***

Pagi ini rasa mulanya semakin parah. Bahkan makanan kesukaan nya tak bertahan lama akan di muntah kan.

Bagaimana ya, sebentar lagi kan ada ujian. Dengan kondisinya seperti sekarang dia tidak punya tenaga untuk pergi kuliah. Jalankan pergi untuk memeriksakan kesehatan, dia tidak cukup kuat untuk keluar rumah jauh-jauh.

"Ukh, aku tidak bisa diam saja..." Sakura bergegas pergi ke apotik terdekat membeli obat pereda mual.

Melirik ke arah sebuah test peck. Kasir apotek itupun tersenyum disaat Sakura memberikan alat tack pack untuk di bayar.

"Wah, semoga garis dua ya," katanya dengan senyum sampai matanya menyipit.

Sakura hanya tertawa canggung. "Haha... Ya, semoga..." Dan segera pergi dari sana.

"Yang benar saja," Sakura menggeleng geli tak percaya. Keputusan nya membeli alat yang akan berakhir di tempat sampah.

"Huh!" Rasanya seperti petir di siang bolong.

"Dua garis ...?"

Sakura tidak percaya. Tapi sebelum itu dia harus memastikan bahwa itu benar, bukan karena alat nya rusak.

Kembali ke apotek, membeli beberapa jenis test peck dan lagi-lagi kasir yang sama, mengenal Sakura.

"Kalau memakai alat memang hasilnya belum akurat. Jadi lebih baik pergi ke rumah sakit. Oh, jangan lupa ajak suami Anda menemani, pasti dia senang," usul kasir itu pada Sakura.

"Iya, terimakasih." Sakura bergegas kembali ke rumah dengan semangat.

"Apa? Ke rumah sakit? Apa... Aku harus ikut? Apa kambuh? Sakitnya separah apa?"

Sakura melirik kecewa pada dua garis merah di alat test peck itu. "... Kalau Sasuke tidak sibuk ... Maaf menganggu pekerjaan Sasuke, akan aku tutup."

Sakura terduduk di atas closed. Yah, memangnya apa yang dia harapkan. Mereka bahkan tidak satu rumah.

Bibir nya tersenyum getir. Padahal dia sangat menantikan hal ini, selama hidupnya. Sayang sekali...

"Ya, bagaimana pun kan harus di pastikan." Menyemangati diri sendiri.

Sakura menunggu di rumah sakit, sampai namanya dipanggil.

"Ny. Uchiha Sakura."

Dia langsung bangkit menuju ruang bertuliskan (). Mengepalkan tangannya erat, menyiapkan diri agar menerima hasilnya, walaupun mengecewakan.

"Selamat, Anda positif hamil."

Dokter menyelami nya memberi selamat.

Tak!

Pintu terbuka memperlihatkan pria berbalut jas kantoran menatap Sakura. "Kenapa di ahli ginekologi? Apa ada yang salah?"

Dokter berdehem. "Ehm, tolong duduk terlebih dahulu Tuan."

Akhirnya Sasuke duduk di sebelah Sakura. Dia membelai rambut Sakura. Kemudian menatap sang dokter.

"Jadi, Ny.Sakura sedang hamil tiga Minggu."

"Apa?!"

"Jangan terkejut begitu Tuan. Sebagai suami, seharusnya Anda menjaga dan memperhatikan gizi nyonya Sakura dengan baik..." Dokter menceramahi Sasuke karena tubuh Sakura yang lemah ditambah dengan usia kandungan nya yang masih muda.

Tap!

Sakura ikut berhenti saat Sasuke didepannya berhenti.

"Kenapa?"

"Apanya?" Tanya Sakura balik.

Sasuke membuang wajahnya. "Kenapa kau mempertahankan nya?"

Sakura menunduk tak berani menatap Sasuke sekarang ini, nyalinya menyiut jika dihadapkan Sasuke seperti ini.

"Jawab aku Uchiha Sakura."

Greb!

Sakura menarik tangan Sasuke. "Kita bicarakan di rumah."

Sesampai di rumah Sasuke langsung menahan Sakura.

"Sekarang, jawab pertanyaan tadi." Langsung bertanya tak membiarkan Sakura menghindar lagi.

Sakura menjatuhkan wajahnya di dada bidang orang yang telah bersumpah sehidup semati dengan nya itu. "Maaf... Maaf..." Suaranya semakin bergetar.

Sasuke mendesah. "Jangan lakukan ini, kumohon ... Kita tahu resikonya, Sakura aku tidak butuh itu."

"Tapi aku butuh." Sakura mendorong Sasuke, berjalan ke kamar dan mengunci pintu.

"Jangan seperti anak kecil disaat seperti ini Sakura, kumohon... Dengarkan aku, sekali ini saja..."

Tidak ada jawaban. Sasuke duduk menyandar di depan pintu. "Apa kau merelakan hidup dan usaha mu selama ini, untuk hal yang belum tentu bisa bernafas itu?"

Sakura tidak bisa menahan tangisnya. Dia mengais tersedu-sedu didalam kamar sambil mengucapkan kata 'maaf'. Padahal semua ini bukan salah nya, bukan salah Sasuke.

Tapi karena Tuhan menyayangi mereka berdua. Tuhan memberikan malaikat kecil yang sangat berharga dalam rahim Sakura yang lemah itu.

Aaaa

"Uhm. Sudah ya?" Menggeleng menutup mulut.

Mendengus, menarik kembali sendok. "Tidak bisa. Kalau kau terus begini, bagaimana bisa bertahan janin di dalam sana." Mengerutkan kening.

"Tapi, itu... Aku... Ingin tetap kuliah
..." Sakura terlihat memelas.

Sasuke tidak punya pilihan lain. "Hm... Baiklah, kuliah. Tapi habiskan makanannya, baru bisa pergi."

"Ya!"

Sakura segera melahap makanannya sedikit demi sedikit, karena takut akan rasa mulanya datang kembali.

"Sakura! Akhirnya kau masuk juga." Ino memeluk Sakura, dia senang melihat sahabatnya muncul kembali setelah sepuluh hari lebih absen.

"Hei, jangan begini. Sesak!" Menarik  tangan Ino dari lehernya.

Ino melepas pelukannya. "Bagaimana liburan dirumahnya? Huh...! Sai melarang ku absen! Padahal Sasuke membiarkan mu di rumah." Wajahnya cemberut. "Dia padahal dosen disini, masa' membiarkan kekasihnya kelelahan dengan aktivitas kuliah yang melelahkan ini..."

"Dasar..."
Sakura hanya bisa mengangguk saja dengan apa yang dikatakan Ino.

Di sore hari, baru selesai semua kelasnya. Sakura baru keluar kelas.

"Wah! Sakura, kau percaya tidak? Siapa yang aku lihat di kantor Sai?" Ino datang-datang menghampirinya dengan heboh.

Sakura yang tidak tertarik diam saja. Sampai ia melihat punggung seseorang yang familiar, Sakura terkejut.

TBC

Note:

Sebenernya ini Short Story' pertama yang pernah aku upload. Tapi aku unpublish lantaran banyak typo mungkin juga masih ada? ¯\_(ツ)_/¯

Jadi terimakasih banyak telah meluangkan waktu untuk membaca!⊂((・▽・))⊃
__________________________________

See You!

Giving || Sasusaku Where stories live. Discover now