1. Kemarahan Rafael

51.2K 2.1K 27
                                    

TAP! TAP! TAP!

Suara ketukan pantofel memenuhi sepanjang lorong lantai tertinggi gedung perusahaan AF Corporation. Raut cemas mendominasi wajah Candra. Ia mengabaikan sapaan formal beberapa karyawan yang berpapasan dengannya.

Sikap Candra dinilai wajar, mengingat otaknya sekarang hanya dipenuhi oleh satu orang. Seseorang yang mampu membuat seluruh karyawan di perusahaan ini dilanda ketakutan hanya karena kemarahannya.

"Candra?"

Pria itu baru berhenti, menoleh sebentar pada sosok wanita yang sedang berdiri di dekat pintu sebuah ruangan. Raut wajah wanita itu tak jauh berbeda dengan wajah Candra.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Kak Nayla?"

Kerutan samar muncul di dahi Nayla. "Kamu belum mendengarnya?"

"Aku sudah mendengarnya. Hanya saja ...," Candra terdiam sejenak, "aku masih belum percaya pada lelucon itu, Kak."

"Sayangnya itu bukan lelucon."

Mata elang Candra membelalak lebar. "Jadi benar Nadine melarikan diri?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi.

"Itu yang kudengar dari orang-orang suruhan Rafael." Nayla menarik napas pendek. "Mereka ditugaskan untuk menjemput Nadine, mengingat hari ini adalah jadwal Rafael dan Nadine untuk fitting busana pengantin. Tapi, begitu sampai di rumah keluarga Gunawan, mereka mendapat laporan dari Tuan Surya dan Nyonya Amanda kalau Nadine menghilang dari kemarin."

Candra hendak bertanya, tetapi Nayla dengan cepat mengangkat tangannya. Memberi isyarat pada Candra agar menunggu sampai dia selesai bercerita.

"Tuan Surya dan Nyonya Amanda sudah berusaha menghubungi Nadine, tetapi nomor ponsel Nadine tidak aktif." Nayla menggelengkan kepala. "Tidak ada satu orang pun yang tahu di mana keberadaan Nadine sekarang."

"Oh, sial! Ini benar-benar kabar buruk!" Candra mengumpat secara spontan. "Bagaimana reaksi Rafael?"

"Kamu masih bertanya?" Nayla tertawa mengejek. "Ayolah, Candra. Di antara kami semua, jelas kamu yang paling hafal dengan Rafael."

Candra memutar bola matanya jengah. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Kak."

"Aku juga tidak sedang bercanda, Tuan Candra." Nayla menghela napas panjang. "Setelah mendapat kabar tentang Nadine yang menghilang tanpa jejak, Rafael belum keluar dari ruangannya. Aku rasa dia mengamuk."

Candra menatap horor ketika telunjuk jari Nayla mengarah pada pintu berukuran besar yang ada di hadapan mereka.

"Aku mendengar suara berisik dari dalam. Seperti benda-benda berjatuhan dan juga pecahan kaca," lanjut Nayla berbisik di akhir kalimat.

Candra terdiam. Wajahnya terlihat gelisah, tidak jauh berbeda dengan Nayla.

"Aku akan melihat keadaannya, Kak."

Anggukan kecil Nayla berikan pada Candra. "Masuklah. Kuharap kamu jangan ikut terpancing dengan apapun ucapannya nanti. Kamu tahu sendiri bagaimana Rafael jika sudah dikuasai emosi."

"Aku tahu."

Candra melangkah pelan mendekati pintu besar di depannya. Sebelum membuka pintu, dia menarik napas panjang-panjang. Jujur saja jika dibandingkan rasa gugup ingin menemui atasan, Candra lebih merasa takut. Rasanya seperti hendak memasuki sarang binatang buas.

Semua orang yang mengenal Rafael dengan baik, pasti sudah hafal bagaimana sikap pria itu ketika sedang dikuasi emosi. Pria tampan dan terkaya nomor 1 di Indonesia itu akan berubah seperti binatang buas, siap menerkam siapa saja yang hendak bertemu dengannya. Kalau sudah begini, orang-orang memilih menjauhi Rafael guna mencari aman untuk melindungi diri mereka sendiri.

Destiny of Us [Pindah ke Blogspot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang