Bab 10/13

5K 106 0
                                    

Tumben Samira merasa bosan dengan party-nya. Biasanya dia akan membuat suasana pesta lebih hidup dengan caranya--apa pun akan dia lakukan. Samira itu ratu party. Meskipun teman-temannya sudah menari-nari karena pengaruh alkohol, Samira malah meneguk minumannya dengan tatapan kosong.

Tidak ada hal di pesta itu yang membuat mood-nya jelek, namun dia malah terlihat muak dengan sekelilingnya. Dia memilih duduk di sudut sofa berwarna coklat sambil menikmati minuman berwarnanya. Suara music dan lampu yang berkedip-kedip di sertai bau aroma keringat bercampur parfum membaur di tempat itu.

Namun, saat Samira ingin sendiri pria berbadan tinggi tegap datang lalu duduk di sampingnya, dia menyentuh lengan Samira sambil berbisik, "Cemberut aja muka-nya." Samira mendesah. Bram, sebenarnya pria baik, tapi rada pelit orangnya. Dia akan baik kalau ada maunya, padahal kantongnya tebal.

Samira tidak menanggapi Bram, dia tetap meneguk minumannya. Tapi, membiarkan saja pria itu menatapnya dengan senyuman... astaga nih orang gak bisa waras lihat wanita secantik Samira. Saat Samira bangkit, Bram juga berdiri. Tubuh Samira yang tinggi dan terbilang montok ini memberikan kesan seksi ditambang rambut ikalnya yang tergerai.

"Aku lagi gak mau main-main. Minggir." Ucap Samira. Jika moodnya sedang tidak baik, wajahnya seperti kucing yang murka, "Muka kamu bikin aku pengen nampol tahu, gak?"

"Sst," desis Bram, "Kenapa? Berantem sama suami kamu lagi?" Tanya Bram, Samira acuh. "Aku kenal kamu sudah lama, Sa... kalah udah gini pasti abis berantem sama anjing kamu itu, kan?"

"Heh bangsat! Dia suamiku, hati-hati kalo ngomong!" Maki Samira, di dekat mereka teman sekelompoknya masih menari-nari mengikuti alunan musik.

"Udahlah Sa pisah ajalah kalo hidup sama dia itu ngebosenin! Muka kamu makin banyak kerutan." Bram tertawa meledek. Samira ingin menyangkal tapi teman-temannya tahu Liam itu pria dingin yang sangat cuek, berapa kali diajak gabung mana pernah datang.

Bram merangkul Samira, "Masih ada aku yang bakal menghibur kamu."

"Awas ah... nafas kamu bau naga." Kata Samira, Bram langsung menghembuskan nafasnya pada telapak tangannya lalu menghirupnya.

"Dasar bego!" Umpat Samira sambil tertawa. Ternyata adanya Bram lumayan menghibur Samira. Lalu kedua orang itu menghabiskan waktunya menari bersama teman-temannya yang lain. Tampak Samira dan Bram seperti sepasang kekasih yang sedang menari. Saling bercengkraman, menatap dan melempar tawa.

Teman-teman Samira tidak keberatan melihat pemandangan itu, toh otak mereka sama-sama rusak kebanyakan foya-foya. Mereka teman kuliah dan SMA Samira, mengenal juga Liam si pria dingin gila kerja itu sebagai suami Samira.

"Kayaknya aku udah mabuk. Mendingan aku pulang deh." Kata Samira melepaskan pelukan Bram.

"Sejak kapan kamu takut pulang mabuk? Masih jam berapa udah mau pulang aja." Ucap Bram sembari menahan lengan Samira. Lalu kembali meraih Samira ke pelukannya. Sialan si Bram cari kesempatan...

"Liam bisa marah kalau aku gak pulang lagi." Kata Samira dengan kepala yang mulai pusing.

"Liam marah tapi gak pernah sampe ngelarang kamu kumpul sama kita, kan?" Kata Bram mengingatkan. Tanpa sadar Samira mengangguk dengan wajah merah karena wajah Bram terlalu dekat dengannya.

Mereka saling menatap, kalau saja Liam seperti Bram yang bisa menemaninya kemana-mana. Wajah Bram juga tampan, setiap wanita yang di dekatnya pasti jantungnya berdebar.

Jika kehilangan Liam untuk seorang Bram, apakah itu seimbang? Dia tersenyum penuh makna pada laki-laki itu, kedua tangannya mengalung di leher Bram. Tubuh mereka bergerak mengikuti alunan music itu.

Secret Afair (17+) Where stories live. Discover now