PILOT

34.1K 601 61
                                    

MENTARI hampir menuju ke peraduan. Namun seorang lelaki masih duduk termenung di atas tumpukan karung semen. Kakinya yang beralaskan sepatu yang nyaris sobek sibuk menggaruk-garuk tanah yang dipijaknya. Sementara tangannya menopang keningnya yang sedari tadi berdenyut tanpa ampun. Bagaimana tidak? Seharian ini, lelaki usia awal tiga puluhan itu terus memikirkan perkataan istrinya di kampung yang semalam diteleponnya. Itu pun terpaksa dia menggunakan ponsel milik tetangga kontrakannya karena sudah hampir sebulan ponselnya rusak.

“Bang Lingga, kapan abang kirim uang? Sebentar lagi aku melahirkan, Layung dan Lintang juga sudah masuk tahun ajaran baru.”

Kalimat itulah yang terus mengganggu konsentrasinya, bahkan tadi dia harus menerima omelan mandornya karena beberapa kali melakukan kesalahan dalam mengaduk campuran beton, pun saat memasang pasangan bata. Ya, lelaki bernama Lingga itu adalah seorang kuli bangunan.

Tak hanya perkataan istrinya yang membuat dia pusing, tadi sebelum pekerjaan bubar, dia sudah memberanikan diri bertemu Mandor Johan untuk meminjam uang atau setidaknya meminta gajinya dibayar dimuka. Tapi nahas baginya, bukan uang yang dia terima justru ultimatum dari sang Mandor yang dia dapatkan. Ternyata Lingga sudah berkali-kali meminjam uang pada pria tua berperut buncit itu, dan jika Lingga tidak segera melunasinya maka dia akan kehilangan pekerjaan tanpa diberikan pesangon sepeser pun.

Lingga benar-benar putus asa. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Terbesit di pikirannya untuk melakukan apa saja demi uang, termasuk mencuri jika harus.

Di tengah kegalauannya, tanpa dia sadari, seorang pria yang berada di dalam mobil mewah terus mengawasinya sedari tadi. Mobilnya terparkir tak jauh dari Lingga duduk termenung. Pria itu nampak berusia pertengahan dua puluh. Sangat tampan bagai artis sinetron yang sering muncul di televisi, dengan penampilan ala pria metroseksual.

* * *

Lingga terkejut saat sebuah tangan mengulurkan sebotol minuman tepat di depan wajahnya. Ia mendongak untuk mengetahui si empu tangan itu.

“Pak Lando,” Lingga langsung berdiri dari duduknya setelah menyebut nama pria yang ternyata dikenalnya, “belum pulang, Pak?”

“Ini ambil,” Pria bernama Lando itu kembali menyodorkan botol minuman yang dipegangnya.

Lingga pun mengambil minuman itu dengan agak sungkan. “Terima kasih, Pak”

“Kontrakan kamu dekat sini, kan?” tanya Lando sambil mengamati Lingga yang sedang menenggak minuman. Tatapannya tak lepas dari leher kokoh Lingga yang berkeringat.

“Iya, pak,” jawab Lingga setelah meneguk minumannya dengan sedikit terburu. Dia heran bagaimana bisa pria di hadapannya ini tahu lokasi kontrakannya.

“Ayo, saya antar! Daripada kamu jalan kaki lagi.”

Lagi-lagi Lingga terheran bagaimana bisa pria ini tau kalau dia biasa berjalan kaki menuju kontrakannya. Belum sempat dia menolak tawaran itu, pria itu sudah berbalik menuju mobil yang terparkir tak jauh dari mereka berdiri.

* * *

Lando merasa apa yang diinginkannya sebentar lagi akan terwujud. Bagaimanapun caranya dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Sedari tadi dia mati-matian menahan hasratnya untuk menerkam lelaki yang duduk di sampingnya. Wangi tubuh lelaki itu bahkan mampu menandingi pengharum mobil yang biasanya sangat disukainya.

Sambil menyetir, Lando melirik sekilas penumpang yang ada di sebelahnya. Dia tak menyangka pria impiannya itu kini berada sangat dekat dengannya.

Seminggu dua kali Lando menyempatkan diri untuk mengecek proses pembangunan rumah barunya. Dan setiap kali itu pula, Lando tak pernah bosan untuk memperhatikan salah satu tukang bangunan yang memikat panca indranya. Tak ada satu celah pun yang tak disukainya dari tukang itu: Wajahnya yang tampan khas pribumi, Kulit sawo matangnya, rahangnya yang tegas, tubuhnya yang tinggi tegap, otot-ototnya yang menonjol tak kala ia melepas bajunya saat bekerja, keringatnya, wanginya, bahkan bulu ketiaknya pun mampu mengundang syahwat bagi Lando. Tak jarang Lando akan menuntaskan syahwatnya itu dengan beronani sambil membayangkan tukang itu setiap kali dia pulang dari mengecek progres rumah barunya.

Dan tadi, ketika dia mendengar pembicaraan tukang itu dengan Mandor Johan, tiba-tiba pikiran nakal Lando terbesit begitu saja. Keyakinan untuk mendekap tukang itu pun ada di depan mata.

Lando kembali melirik pria impiannya itu. Bahkan pakaiannya yang kusam tak mampu menghalau hasrat Lando untuk memuja keindahan di depan matanya itu. Lagian pakaian kusam itu juga tak lama lagi tertanggal dari tubuhnya, menyisakan tubuh telanjang yang akan dijamahnya. Tak terasa penis Lando membengkak dengan sendirinya hanya dengan membayangkan itu.

* * *

——————————————————

Sekedar Ucap:

Awalnya cerita ini mau dibuat one-shot, mau di taroh di LELAKI. Tapi, dipikir2 ga nyambung konsepnya kalo dimasuki di situ. Trus kayanya mubazir banget kalo si Bang Lingga ini cuma bisa dinikmati satu orang aja, maka jadilah LINGGA - Kuli Jadi Gigolo berdiri sendiri sebagai sebuah series biar bisa bertemu dengan banyak pria2 k*nt*l belang. 😁

Hemm. Kira2 Lingga ini enaknya dijadikan apa ya?! Bottom atau Top? Trus part berikutnya apa perlu langsung main hardcore ya?

L I N G G A - Kuli Jadi GigoloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang