Chapter (23)

36 4 0
                                    

   Pagi ini Scavi berbaring lemah di kamarnya dengan infus yang tergantung di samping ranjangnya. Setelah kejadian malam itu Scavi langsung drop karena anak itu terus saja muntah-muntah sampai membuat Scavi kejang dan Scava panik luar biasa.

   Scavi menceritakan semua kejadian yang ia alami dari mulai ia bermimpi tentang Ibu dan soal dia yang melihat sosok yang sangat mirip sekali dengan Ibunya di rumah Belfa.

  "Kak."

   Scavi berujar lemah memanggil Scava yang duduk di kursi belajar sambil membaca buku.

   "Hm, kenapa kau butuh sesuatu?"

   Scavi berfikir sejenak, lalu berucap sambil takut-takut. "Kakak, kapan benda ini boleh di cabut, aku sudah merasa lebih baik ini." Scavi menunjuk ke arah bawah hidung dimana ada selang oksigen yang melintang disana.

   Scava menutup buku bacaannya dan beranjak mendekati Scavi yang sedang berbaring, mengelus surai milik Scavi dengan lembut.

  "Memangnya sudah tidak sesak lagi?"

   Scavi menangguk, dia tidak berani berucap melihat pandangan mata Scava yang seakan mengintimidasi.

"Bagaimana kalau besok saja lepasnya,  Kakak rasa kau masih membutuhkan benda ini. Nanti tunggu Kak Simon periksa saja yah nanti baru di lepas."

   Scava mengelus punggung tangan Scavi yang tertancap infus. Tangan adiknya sedikit bengkak karena Scavi yang gerak terus.

   "Sakit, Kak."

   Scavi meringis, menunjukan wajah sedihnya. Berharap kalau Scava melihatnya dan merasa tidak tega agar mau membantunya untuk melepas infus juga.

   "Sakit sekali ya? Kakak akan mengusapnya dengan lembut kalau begitu."

   Scava mengelus dengan lembut dan sesekali meniupnya. Hal tersebut mampu membuat Scavi, tersenyum dengan perhatian kecil yang Scava berikan.

   "Kak, aku ingin cepat sembuh, aku ingin rencana kita bisa berlangsung cepat."

   Scava mengangguk."Tidurlah kalau begitu, agar kondisi mu cepat membaik." 

   Scavi menurut ia memejamkan matanya tidak lama suara dengkuran halus terdengar dari mulutnya.

   "Kak, Aku sungguh melihat Ibu di rumah Kak Belfa. Meski aku kehilangan ingatanku tapi aku ingat wajah Ibu yang kakak tunjukkan waktu itu."

    Scava mengingat percakapan nya tadi dengan Scavi. Kembarannya itu bercerita dengan air mata yang menetes ke pipi mulusnya.

   Hati Scava sakit melihatnya, Scava jadi merasa bersalah karena sempat emosi kepada Scava karena membahas soal Ibu nya. Scava bahkan melupakan kalau dia sempat berjanji tidak akan bersikap kasar kepada Scavi.

   Scava merapihkan selimut Scavi dan mencium singkat kening kemarannya sebelum meninggalkannya keluar untuk menemui kedua Kakaknya.

💜

   Scava duduk di antara kedua Kakak nya yang sedang menonton acara TV  di ruang tengah. Cavaro dan Clovis duduk bersandar di sofa sambil memangku toples berisi kue kering.

   "Apa Cavi sudah tidur?"

   "Hmm, Cavi sangat lelah, setelah seharian menangis dan muntah-muntah. Tubuhnya bahkan masih hangat."

   Scava memejamkan matanya sambil bersandar di bahu lebar milik Cavaro. Kakak sulungnya itu melirik Scava karena merasa aneh Scava manja seperti itu.

   Hal yang sangat jarang terjadi karena biasanya Scava selalu saja bersikap dewasa dan tidak pernah menunjukan sikap manjanya pada siapapun.

    Cavaro mengusap kepala Scava dan merapihkan rambut adiknya yang terlihat sedikit berantakan.

TwinOnde histórias criam vida. Descubra agora