XVII

35 15 52
                                    

"Kalian gak boleh nuduh aku sebagai dalang hanya karna aku pernah ngomong gitu," sergah Randy tak terima.

Sheira menunduk seraya meremas ujung kaosnya gelisah. Ia tahu, ia tak boleh menuduh Randy yang bukan-bukan hanya karna asumsi seperti itu. Akan tetapi, Bagaimana jika memang benar Randy-lah dalang dibalik semuanya? Kalau itu benar, ia dan Kirana akan mati saat ini juga.

"Gak ada bukti juga kalau bukan kamu pelakunya," ujar Kirana kekeh setelah sempat goyah.

Randy menggeram rendah. Ia menatap tajam Kirana hingga membuat gadis itu tersentak dan mundur. "Kalau gitu, kamu juga bisa jadi dalangnya!" tuding Randy balik.

Kirana menganga. Kedua alisnya menukik tak suka. "Untungnya apa buat aku bikin perminan gila kayak gini?" tanyanya tak percaya.

Randy tersenyum miring. "Itu kamu tahu sendiri. Untungnya apa buat aku bikin permainan gila kayak gini?"

Kirana tertawa mencemooh. Walau keraguan terpancar di matanya, bibirnya tetap kekeh menyuarakan kalau Randy-lah otak dari semua ini. "Kalau bukan kamu siapa lagi memangnya?" tanyanya sengit.

Randy mengacak rambutnya sebal. Lagi-lagi, mereka berputar di topik ini. Menjelaskan pun percuma, memberi contoh pun tak ada bedanya. "Oke. Kalau aku otak dari semua ini, kenapa aku bikin tulisan kayak gitu? Suruh kalian bunuh aku? Yang benar saja?!" sergah pemuda berlesung pipi itu seraya menatap ke dalam manik kelam Kirana.

Kirana meneguk ludahnya susah payah. Ia tak tahu apa jawaban yang paling tepat untuk diberikan pada Randy. Logikanya mengatakan bahwa memang ada kemungkinan bukan Randy dalangnya, tetapi hatinya berkata lain. Ia tak tahu harus mempercayai yang mana.

"Pikir baik-baik, Na. Apa Randy yang kamu kenal memang Randy yang sekeji itu?" bujuk Randy lembut membuat kegoyahan gadis berambut sebahu itu semakin kental.

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Sepuluh menit berlalu, Kirana masih setia dalam diamnya. Sementara Sheira, ia tak tahu harus apa dan bagaimana. Ia hanya menatap perdebatan sengit antara Kirana dan Randy sembari menilai pihak mana yang merupakan dalang yang sebenarnya.

Kirana yang sadar diperhatikan oleh Sheira, ia pun menatap Sheira penuh pertimbangan. "Menurut kamu gimana, Shei?" tuntutnya membuat Sheira gelagapan.

"Kamu percaya bukan aku 'kan, Shei?" desak Randy membuat Sheira semakin bingung. Ia membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Ia menatap Randy, lalu menatap Kirana. Berulang kali hingga ia pusing sendiri.

Gadis itu berjongkok dan menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kakinya. Kedua tangannya menutup telinganya kuat-kuat. Ia berada dalam dilema. Siapa? Siapa yang harus ia pilih sebagai dalangnya. Keduanya memiliki potensi yang sama besar. Namun, keduanya juga bisa saja bukan dalangnya.

"Shei, kamu percaya sama aku, 'kan?" desak Randy lagi. Kali ini, Randy mencengkram kedua lengan Sheira dan memaksa gadis itu berdiri—menatap ke dalam manik coklat miliknya.

Sheira segera membuang wajah. Dan ia pun mendapati Kirana yang memberi kode padanya untuk tunggu sebentar. Sedetik kemudian, Kirana berlari ke arahnya dengan sebuah batu besar yang entah didapatkannya dari mana. Kirana menghantam belakang kepala Randy tanpa ampun.

"Jangan ragu, Shei! Aku yakin 100 % dia dalangnya. Kita hanya perlu menghabisinya di sini," teriak Kirana membuat Sheira tersentak. Kakinya yang lemas akibat melihat tingkah Kirana, ia paksa untuk berdiri.

Randy memberontak. Ia mendorong kuat Kirana yang menduduki perutnya sambil memukulinya dengan batu hingga gadis itu terpelanting. "Kamu gila? Hah?! Jangan-jangan kamu dalangnya!" murkanya, lalu merangsek maju ke arah Kirana.

Dijambaknya rambut sebahu Kirana dengan kasar. Leher gadis itu ia tekan kuat hingga wajah gadis itu membiru akibat kekurangan pasokan oksigen. Sheira yang melihat itu segera menyerang Randy. Ia mengeluarkan martil yang ia sembunyikan di balik bajunya dan menghantam kepala Randy.

Gerakan Randy terhenti sejenak. Kirana menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri. Kakinya menendang kuat pangkal paha Randy hingga pemuda itu berguling di tanah seraya memegang pangkal pahanya yang berdenyut keras. "Sialan kamu, Na!" makinya murka.

Kirana berjalan cepat menuju sisi Sheira seraya terbatuk-batuk. Bekas tekanan berwarna merah tercetak jelas di leher gadis berambut sebahu itu. Ia pun masih sibuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya. Sementara Randy mengusap belakang kepalanya yang terasa hangat.

Amarah Randy membara saat melihat telapak tangannya penuh dengan cairan merah berbau amis. "Kalian benar-benar mau membunuhku?" geramnya dengan suara rendah.

Melihat Randy murka, Sheira dan Kirana sempat menciut. Sheira menarik Kirana mendekat dan berbisik pelan. "Kamu pergi ke mayat Styfan dan ambil anak panah yang menancap di tubuh Styfan. Tapi, kalau ada anak panah yang jatuh di lantai dan gak menempel di tubuh Styfan, ambil yang itu aja. Aku bakal ngalihin perhatian Randy," usul Sheira yang diangguki oleh Kirana.

Kirana pun memisahkan diri dari Sheira dan langsung berlari keluar dari ruangan itu. Sheira kembali memfokuskan dirinya pada Randy. Ia menatap Randy sejenak sebelum menelan ludahnya gugup. Randy sedang kalap dan ia tak akan mungkin bisa mengalahkan pemuda dengan tinggi 174 cm itu seorang diri. Ia harus mengulur waktu selama mungkin sampai Kirana kembali dengan apa yang diminta olehnya.

"Ka-kamu duluan yang mulai, Ran," sanggah Sheira. Ia tak sepenuhnya berbohong. Di matanya, Randy-lah yang mulai mengeluarkan aura membunuh terlebih dahulu. Jadi yang dilakukannya hanyalah membela diri. "a-aku, hanya membela diri, Ran. A-aku rasa ka-kamu tahu itu," lanjutnya lagi terbata.

Randy menggeram marah. "Aku duluan yang mulai?" teriaknya menggelegar hingga membuat kaki Sheira selemas jelly. Ia sibuk melirik kea rah pintu melalui sudut matanya. Di dalam hati, ia sibuk merapal semua doa yang ia tahu. Tak lupa, di sela-sela doanya, ia mengutuki Kirana yang belum juga kembali padahal ia merasa sudah cukup lama Kirana pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kirana yang mulai duluan. Kamu lihat itu, Shei!" raungnya marah. Sheira terpojok. Randy berdiri menjulang di depannya dengan tampang mengerikan.

Kakinya yang sudah berubah seperti jelly tak kuat menopang berat tubuhnya hingga ia pun merosot ke lantai. Kedua kelopaknya terpejam kuat. "Kirana!" teriaknya penuh harap.

Di saat Sheira merasa hantaman dari kepalan tangan Randy akan mengenainya. Ia mendengar suara 'bruk', lalu disusul dengan suara mengaduh yang cukup keras. Gadis berkucir satu itu membuka matanya dan mendesah lega. Kirana menubruk Randy hingga keduanya jatuh di atas lantai.

"Shei! Jangan bengong aja! Kemariin anak panah itu," pinta Kirana yang sedang bergulat dengan Randy. Sheira bisa melihat perbedaan kekuatan fisik yang jelas di antara kedua remaja itu. Kini, Randy menguasai keadaan. Pergerakan Kirana telah terkunci sempurna. Sheira menatap beberapa anak panah—ada yang berlumur darah dan ada yang tidak—berada di dekat kakinya. Ia pun segera menyambar itu dan berlari ke arah Kirana.

"Berhenti, Ran! Kalau kamu gak mau berhenti, aku bakal bunuh kamu," tegas gadis berkucir itu dengan suara gemetar.

Pemuda berkulit putih itu menoleh dan menatap Sheira melalui ujung matanya. Tawa mencemooh meluncur dari bibirnya. "Kamu? Kamu mau bunuh aku?" tanyanya. Matanya melirik anak panah dengan ujung tajam yang diarahkan padanya. "Pakai itu?" lanjutnya lagi.

Wajah Sheira merah padam akibat ejekan Randy. Ia menarik napas dalam. Tangan yang tadinya gemetar itu ia angkat tinggi-tinggi dan ia arahkan secepat dan sekuat yang ia bisa ke dada Randy. Tentu saja, Randy berhasil menangkis serangan itu. Ia bahkan berhasil mengunci tangan Sheira. Akan tetapi, kuncian dan fokusnya pada Kirana menjadi melonggar.

Kirana mengambil kesempatan yang sudah diciptakan oleh Sheira. Kirana menyambar satu buah anak panah dan langsung menancapkannya tepat di dada Randy. Kedua mata Randy melotot tak percaya. Kirana segera mencabut anak panah itu, lalu menancapkannya lagi. Saat mata anak panah itu patah, Kirana mengambil anak panah baru dan menikam Randy berulang kali secara brutal.

-----------------------
1208.17072021
Wah! Perseteruan mereka makin seru nih. Wkwkwk..
Yah, intinya. Apapun itu, aku senang. Karena adegan hari ini sesuai sama mood aku.
Makasih buat Kirana yang udah gantiin aku buat ngelampiasin kekesalan aku.

Let's Play [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang