XXI

24 9 18
                                    

Hampir seluruh murid kelas XI IPA 1 sudah kembali ke kelasnya, kecuali Sheira yang masih berada di lapangan basket indoor. Gadis berkucir satu itu sibuk berjalan ke sana ke mari. Jemari langsingnya aktif membongkar tempat sampah seolah tengah mencari sesuatu yang penting.

"Hei! Kamu ngapain nyerakin sampah? Mau ngerjain saya, ya?!" hardik ibu-ibu petugas kebersihan. Tepat saat Sheira berbalik, ibu itu menampilkan wajah maklum. "Oh, kamu. Pasti nyari seragam sekolah kamu lagi, ya?" tembaknya membuat Sheira meringis kecil seraya mengangguk pelan.

Ibu tersebut menggelengkan kepalanya heran. Kejadian ini tidak terjadi sekali dua kali. Sudah hampir 2 tahun gadis berkucir itu sekolah di sini. Dan itu juga berarti sudah hampir 2 tahun pula gadis itu dikerjai seperti ini. Ibu berbaju hijau itu hanya menghela napas lelah dan melenggang pergi setelah meminta Sheira membereskan sampah yang sudah ia buat berserak.

Sheira duduk seraya menunduk. Semua tempat yang biasa dijadikan tempat untuk menyembunyikan seragamnya sudah ia cari. Ia bahkan nekat pergi ke ruang ganti pria untuk mencari seragamnya, tetapi nihil—tak ada yang bisa ia temukan, bahkan kancing bajunya pun tidak. Ruang penyimpanan alat-alat olahraga juga sudah ia geledah. Namun, ia sama sekali tak bisa menemukan seragamnya.

Gadis berkucir itu menghela napas lelah. Ia membaringkan badannya yang lelah seraya menatap langit-langit lapangan dengan tatapan sendu. "Apa salahku?" lirihnya tak mengerti. Sejujurnya, ia lelah. Amat sangat lelah dengan kehidupannya. Ayahnya yang tak pernah peduli padanya. Jangankan peduli, meliriknya sana tidak. Ia juga tak memiliki teman yang memperhatikannya. Malah semua sibuk merundungnya dengan alasan hanya bermain.

Bel telah berbunyi lima menit yang lalu, Sheira pun memilih bangkit dan masuk kelas saja. Sebelum itu, ia mampir dulu ke kamar mandi untuk mencuci tangan yang masih kotor. Sekalian membasuh wajah yang sudah dipenuhi keringat. Akan tetapi, begitu sampai di toilet, ia malah sesak pipis. Maka, ia pun masuk ke salah satu bilik.

Matanya melotot tak percaya. Tangannya terkepal. Niatnya untuk menuntaskan panggilan alam hancur tak tersisa. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang mendadak mendesak untuk keluar. Dengan tangan gemetar, ia menarik baju seragam yang telah terjahit nama Sheira Agnesia Wirawan.

Dengan langkah geram, gadis itu menuju wastafel dan membuka kerannya. Ia membilas seragam sekolahnya yang kotor entah terkena apa. Sekilas tercium bau pesing di seragamnya. Helaan napas panjang lolos dari bibir pink tersebut.

Bahu kurusnya bergetar hebat. Kepalanya tertunduk. Gerakan kucek pada baju seragamnya pun telah terhenti. Kini, gadis berkucir itu meremas seragamnya hingga kusut. Senyum miris terpantul dari cermin di depannya.

"Gak! Kamu gak boleh nangis, Shei. Udah biasa, 'kan? Masa kamu belum terbiasa, sih? Padahal udah dari kelas 1 SMP. Sekarang udah kelas 2 SMA, loh!" Sheira menggigit bibir bawahnya sejenak, lalu memaksakan seulas senyum tipis. Senyum pedih yang penuh dengan luka.

Terkadang ia sangat heran. Apa salahnya sampai semua teman malah membencinya? Apa kesalahan yang sudah ia perbuat hingga ia layak menerima perundungan ini selama bertahun-tahun lamanya? Dulu saat ia SMP, dia bertahan dengan perkataan, "masa SMA biasanya adalah masa-masa yang bahagia". Maka dari itu, ia melewati masa suram sekolah menengah pertamanya dengan secuil harapan bahwa masa sekolah menengah atasnya akan sedikit lebih indah.

Namun, ternyata semua sama saja. Tak ada perubahan besar. Oh! Ada! Perubahannya, tingkat perundungannya semakin ekstrim. Dulu, ia hanya dijahili dengan permen karet yang ditempel di bangkunya. Kini, setiap pagi, ia harus pergi ke gudang untuk mencari kursi karena kursinya selalu hilang entah ke mana.

Gigi gadis itu gemeretak. Remasan pada baju seragamnya semakin kuat. Batinnya berteriak pilu. Walau begitu, di wajah cantiknya tercetak senyum yang menawan. Tahu bahwa usahanya hanya sia-sia belaka, ia memilih untuk memasukkan seragam basah itu ke dalam tempat sampah saja.

Let's Play [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang