03 | Isilop

48 14 7
                                    

.

Herzlich Willkommen!

.

Gawat. Sistem perekonomian tengah terbujur kaku di negri penuh siasat. Bapak yang terhormat, dimohon mengambil tindakan, untuk saudara kami yang teriak-teriak di laut minta ban renang, amatilah pak, seluruh tubuhnya hampir diserap laut, tangannya melambai-lambai guna menyentil bapak, matanya berusaha terjaga agar bapak mengerti, bahwa ia dapat menyaksikan, segala upaya walau tak berdaya.

Lihat, itu bu Yuli. Seorang pedagang kaki lima yang anaknya empat. Bu Yuli minta kompensasi pada bapak, agar diberikan seutas tali untuk mengikat perutnya bersama perut anak-anaknya. Semoga bapak mendengar, dan naik tangga ke atas guna bersemuka dan bicara langsung dengan bapak-bapak yang lain. Yang lebih banyak bicara agaknya.

Pun kala itu. Terik matahari berteriak, sampai tubuh pedagang terperas hingga seluruhnya menuangkan peluh yang memenuhi gelas-gelas disko para pembelot yang kemudian meneguknya sampai habis bahkan minta lagi. Mereka tahu, bahwa yang mereka teguk adalah ratapan. Namun, mereka berusaha mengubur pengetahuan itu.

Lalu, di bawah sorot rembulan tampak bapak berseragam kelabu, membawa peraturan dan kawanannya. Ia tengah menjalankan tugasnya, yang beroperasi sebagai pengayom yang akan menegakkan undang-undang di hadapan pembelot, sekalipun itu tuannya—katanya. Ia bergerak di dalam perangkat pemerintahan bernama Polisi Pamong Praja yang siap memelihara ketertiban. Bersama pasukannya, ia berkelana di tengah-tengah kediaman masyarakat yang sedang menghitung laba dari hasil kerja kerasnya, walaupun ada sebagian, yang masih membuka balai-balainya, karena tak mau berharap pada yang tentatif.

Bapak itu mengamuk, menatap kedua pasangan yang tengah kebingungan atas kehadirannya. Bapak itu bernarasi, hingga ia berciuman dengan bau mulutnya yang bersemayam di belakang maskernya. Narasinya tak bersahabat, ia bilang, bahwa ia Satpol PP. Pasangan tersebut tak bodoh, tanpa menyebut merek pun mereka sudah tahu. Pak Satpol makin liar, ia mengoyak-ngoyak balai sederhana yang dibangun dari tetesan keringat mereka, sampai-sampai polisi yang lain mencoba untuk merantai pak Satpol dengan pukulan ayal dan ultimatum ringan. Suaminya—ikut mengamuk, tapi lagaknya tak kacangan seperti pak Satpol. Dengan masker yang menutup moncongnya, ia meminta pak Satpol untuk berhenti mengacau.

Namun, naas. Telapak tangan pak Satpol mencium pipi si Suami. Istrinya yang sedang berbadan dua merasa sirap hati, dengan lengan rungkuhnya ia menentang, dengan suara kencangnya ia melantang. Sampai-sampai, kursi pun harus ia layangkan untuk melenyapkannya, juga gelarnya.

Ia benar-benar protetis, sampai,

Bugh! Bugh! Bugh!

"KYAAAAAA!" teriak istrinya. Ia pak Satpol telah mencelakai raga dan jiwanya.

Karena itu, mari kita banting-banting gelarnya, dari Satpol atau Polisi, menjadi, Isilop.

Jahanam. Si Suami tak terima, ia melempar-lempar sebuah ultimatum di hadapan Isilop dan rekan-rekannya. Namun, tak ada yang menangkap lemparan si Suami. Isilop lain, hanya menyarankan, agar ia sabar, bahkan Isilop lain, tak menyerahkan evokasi pada Isilop yang telah menyemburkan luka itu.

PPKM, Pelan Pelan Kita Mati, menjadi doktrin sendiri bagi mereka yang sekarat minta dikasih jantung. Mereka juga tahu, bahwa 8 orang Isilop pun tak bisa menjadi infanteri bapak pemerintah untuk mencegah pelanggaran. Toh sepertinya, peraturan dibuat untuk dilanggar, 'kan yang menciptakan yang membangkang duluan. Lalu esekutifnya, main-main di belakang. Dasar, binatang-binatang.

Lalu, mereka terlelap setelah berdoa, bersiap berbaur dengan esok, yang gemar mengikis harapannya. Mereka sudah seperti residu di mata orang dungu, tapi ingatlah, masih ada manusia kondusif yang akan terus mengulurkan salah satu lengannya, sementara lengan yang lain, memegang kamera.

.

Wir sehen usn weider!

-

Gak semua polisi itu isilop karena, masih ada polisi yang berjasa di luar sana. Kalau polisi gak berjasa, mana mau aku menjadi polisi, (penulisnya mau masuk Akpol soalnya) kemudian, jangan keluar konteks oke :D aku lagi menggambarkan kejadian yang lagi terjadi belakangan ini, kalau kamu mau lihat kamu bisa cek akun instagram @4maze :D, anw maaf karena tiba-tiba jadi kontemporer wkwk. Maka dari itu, jangan ditelan mentah-mentah dan mendakwa kalau semua polisi kayak gitu :D dan gak semua yang megang kamera, riya.

Herzlich Willkommen!Where stories live. Discover now