Bagian 78

125 23 2
                                    

"Mama gak papa?"

Itu adalah pertanyaan yang pertama dilontarkan oleh Jinhyuk ketika Mama baru saja memasuki kamar rawatnya. Mama bahkan belum menaruh tas tangannya di atas meja, dibuat terkejut dengan pertanyaan tersebut.

Namun, kemudian beliau tersenyum dan berjalan mendekati bed Jinhyuk setelah menaruh tas tangannya.

Mama memandangi wajah Jinhyuk dan duduk di tepi bed. Tangannya terulur mengusap lembut rambut Jinhyuk, menyingkirkan sedikit rambut dari kening Jinhyuk.

Ah, putranya mungkin harus mencuci rambutnya karena terasa kering dari biasanya. Mungkin beliau bisa bertanya pada suster apa diperbolehkan Jinhyuk mencuci rambutnya.

"Ma...?"

"Mama gak apa-apa, kak. Kamu sendiri gimana? Ada ngerasa sakit atau gak nyaman?"

Jinhyuk menggeleng. "Engga kok. Kata dokter Kang, perlahan kondisi aku mulai pulih. Tapi Mama beneran gak papa?"

Mama menghela nafas pendek lalu meraih tangan putranya dan mengusap lembut. Mama mengulas senyum tipis. "Kamu gak perlu khawatirin Mama, kak. Mama udah pikirin baik-baik kok soal keputusan itu. Dan mungkin... dengan bicara di depan publik, mereka akan berhenti nyakitin kamu."

"Tapi Ma..."

Mama menggeleng kecil, membuat Jinhyuk diam.

"Sayang, Mama akan lakuin apapun agar mereka gak nyakitin kamu. Bahkan termasuk bikin reputasi keluarga Yoo jadi jelek di mata publik. Tapi itu adalah faktanya, sayang. Mama gak mau nutup mata lagi dengan apa yang kamu alami selama ini. Kamu percaya kan, sama Papa? Sama Mama?"

Jinhyuk mengangguk kecil.

*****

Seungsik mengernyit saat dia menemukan Seungwoo tengah berbaring di lantai ruang tengah dengan pandangan tertuju pada ponselnya. Seolah pemuda itu tengah menunggu kabar dari seseorang.

Mungkin menunggu kabar dari Jinhyuk.

Ya, Seungsik tahu kalau Jinhyuk sudah keluar dari ruang intensive care. Tapi jika Seungwoo berada di apart saat ini dan bukannya pergi ke rumah sakit, mungkin larangan Jinhyuk itu masih berlaku.

Seungsik mendesah pelan lalu pergi ke dapur dengan membawa makanan yang dibelinya.

"Woo, makan dulu."

Seungwoo tidak bergeming, terkesan tidak mendengar panggilan Seungsik. Dan itu membuat Seungsik jengkel. Pemuda itu mengerang kesal melihat Seungwoo yang bahkan tidak bergeser sedikit pun dari posisinya.

"Hah.... Benar-benar deh. Gue bisa kena darah tinggi kalo begini terus," gumam Seungsik sembari memijat tengkuk lehernya.

Dia lalu berjalan menghampiri Seungwoo dan mengambil ponsel pemuda itu. Seungwoo mengangkat kepalanya dan protes. Tapi Seungsik tidak peduli dan membawa ponsel itu ke meja makan.

"Lo kalo mau galau juga butuh tenaga kali. Makan! Ato gue aduin ke nyokap lo."

Seungwoo mendengus. Dia bangun dan menyeret kakinya ke meja makan. Seungsik sedikit berbangga kalau ancamannya berhasil. Kemudian Seungsik membuka kotak take-away. Dia membeli beberapa menu simple tanpa banyak bumbu, karena Seungsik tau Seungwoo tidak akan menghabiskan makanannya.

Seungsik menyodorkan sepasang sumpit pada Seungwoo. "Makan!"

*****

Gaeun melambaikan tangannya dari celah jendela pintu kamar rawat Jinhyuk. Pemuda itu masih belum bisa dijenguk oleh banyak orang. Bahkan sebelum masuk ke dalam kamar rawat Jinhyuk, Inna dan Dongwook harus melakukan proses sterilisasi karena kondisi imun Jinhyuk yang masih begitu rentan.

The Story of...Onde histórias criam vida. Descubra agora